Our Suddenly Love Story


If love comes with happiness from the beginning, I’ll never broken heart. If you tell me since we first met, I would not be upset with your behavior. The girls always to approach you, and it managed to make me feel broken. But, I’m still loving you in my life. In the end we should be together forever. 

Kekasihmu tak mencintai dirimu sepenuh hati
Dia selalu pergi meninggalkan kau sendiri
Mengapa kau mempertahankan cinta pedih menyakitkan??
Kau masih saja membutuhkan dia, membutuhkan dia..
Kau harusnya memilih aku, yang lebih mampu menyayangimu berada di sampingmu
Kau harusnya memilih aku, tinggalkan dia, lupakan dia, datanglah kepadaku
Kau tak pantas tuk disakiti, kau pantas tuk dicintai
Bodohnya dia yang meninggalkanmu demi cinta yang tak pasti

Lagu Harusnya Kau Pilih Aku – Terry mengalun lembut di telinga. Bait perbait lirik dinyanyikan penuh makna. Alunan gitar melengkapi nuansa sedih dari lagu itu.

Tetesan air mata tumpah membasahi pipi, mengalir di setiap sudutnya. Raut wajah kesedihan tergambar jelas, lengkap dengan bibir yang tertekuk ke bawah.

“Nat, galau sih galau, tapi volumenya nggak di full juga dong. Berisik tau, gue nggak bisa fokus buat tugasnya nih.” Gerutu Graciela sambil mempelankan volume di hand phone sahabatnya.

“Lo nggak tau sih gimana rasanya jadi gue. Setiap waktu gue selalu memikirkan dirinya, tapi apa dia mikirin gue? Sakit Grace, sakit. Gue selalu cuman bisa diem disaat dia jalan sama ceweknya. Dikerubungin sama cewek-cewek fans-nya itu. Gue tau dia itu emang manis, tapi nggak sampe gitu juga kan??”

Natalia membanting bantal kecilnya, membiarkan air matanya kembali mengalir.

“Alay lo!” Graciela mendorong tubuh Natalia pelan hingga ia kembali terduduk di sofa.

“Grace, bisa nggak sih nggak bikin gue tambah bete?? Lo kira enak apa punya perasaan yang digantungin kayak gini? Enggak enak tau..!!”

Natalia memasang tampang bête. Dibuangnya pandangannya dari Graciela.

“Ih ngambek nih ceritanya? Udah dong, kan gue cuman bercanda aja.” Graciela mencolek dagu sahabatnya.

Natalia hanya menepis setiap tangan jail Graciela yang hendak mencolek dagunya berulang kali. Ia masih melipat lengan di depan dada sambil menekuk bibirnya ke bawah. Disaat hati sedang sedih, galau, kecewa seperti ini, Graciela malah mengajak Natalia bercanda, jelas Natalia ngambek.

“Gue punya info nih, tentang si dia itu..” pancing Graciela.

Biasanya kalau udah dipancing kayak gini, pasti marahnya Natalia langsung hilang. Tapi kayaknya sekarang situasinya udah berbeda deh. Natalia masih diem dengan posisi awalnya.

“Wah beneran ngambek nih, jangan gitu dong Nat..” Graciela menarik-narik lengan sahabatnya, tapi Natalia terus mempertahankan posisi awalnya.

“Nat, sorry deh..”

Natalia masih tak bersuara. Graciela pun menyerah, ia hanya duduk sambil menekuk wajahnya. Tapi, tiba-tiba Natalia langsung nyubitin pipi Graciela sambil tertawa-tawa. Mereka nggak jadi marahan deh, tapi malah bercandaan berdua.

“Nat, kalo kata gue sih, mending elo coba deh ngomong sama dia. Yaa.. paling enggak, kalo lo ketemu sama dia, lo harus senyum. Kalo lo terus-terusan diem kayak gini, gimana dia bisa ngerti perasaan lo??”

Graciela meletakkan sebuah nampan berisi minuman serta cemilan ke atas meja kecil di samping sofa.

“Iya sih Grace, tapi masa dia belum peka juga sih? Selama ini gue bm, chat, sms ke dia tuh buat apa gitu lho, masa dia belum paham juga sih?? Terus, kalo gue sms dia, nggak pernah tuh dia bales. Kayaknya dia emang nggak suka sama gue deh Grace. Apalagi kan sekarang ada adik kelas kita yang lebih cantik dari gue. Kalo kata gue, kayaknya gue mau nyerah aja deh.”

“What? Nyerah Nat? Elo nyimpen perasaan ke dia udah satu tahun lebih lho.. nggak sayang apa sama waktu yang lo sia-siain buat dia? Jangan nyerah gitu aja dong, masa sahabat gue kayak gini sih? Berusaha dulu dong Nat, paling nggak lo nyatain deh perasaan lo sama dia. Baru nanti kalo emang dia nggak suka sama lo, lo boleh deh move on.”

“Grace, kalo gue bilang ke dia tentang perasaan gue, terus dia bilang ‘sorry tapi gue nggak suka sama lo’ atau ‘gue udah punya pacar’, berarti kan secara nggak langsung dia itu nolak gue kan? Nah.. setelah gue nyatain perasaan gue itu, mau gue taruh dimana muka gue? Di jidat lo apa? Bisa-bisa gue di tertawakan sama satu sekolah karena gagal nggaet cowok yang udah gue incer selama setahun ini.”

“Iya juga sih.. tapi.. kita nggak akan tau hasilnya sebelum kita nyoba kan?”

“Ini tuh bukan percobaan Grace, kalo gue gagal berarti gue udah hancur. Lagian kemarin gue ngeliat dia jalan sama cewek gitu kok. Kayaknya tu cewek pacarnya dia.”

“Belum tentu lagi Nat. Kan lo tau sendiri kalo dia itu banyak yang suka. Atau nih ya, bisa aja kalo cewek itu sodaranya, atau adeknya, atau malah keponakannya. Udah ah positive thinking aja ya, males gue mikirin yang negative gitu.”

“Sebenernya udah dari lama sih gue pengen move on. Tapi gue bingung, kenapa gue nggak pernah bisa move on dari dia. Padahal gue udah terang-terangan ngeliat dia jalan sama cewek, dikerubungi sama cewek-cewek, yah pokoknya kayak gitulah.”

“Nah! Nah itu dia tuh. Itu namanya lo sama dia ditakdirin buat bersama. Kalian tu jodoh lagi.”

“Jodoh dari hongkong? Udah jelas-jelas gue sama dia itu bertolak belakang. Banyak juga kok yang bilang kalo gue sama dia itu nggak cocok. Dia itu manis, kece, putih. Sedangkan gue itu udah jelek, nggak putih, nggak pinter-pinter amat, yah pokoknya yang jelek-jelek deh.”

“Siapa bilang? Nggak kok Nat, kalo kata gue kalian itu cocok kok. Lagian nih ya, manusia itu ditakdirin buat bersama dengan keadaan yang berbeda untuk saling melengkapi satu sama lain.”

“Dapet kata-kata dari mana tuh?”

“Ada deh, nggak penting juga kok. Sekarang itu yang penting adalah hubungan lo sama dia. Bukannya waktu tahun lalu lo juga dibantuin sama Fero. Nah itu berarti Fero juga setuju kalo lo sama si dia itu jadian. Udah yah, pokoknya besok gue bantuin lo deket sama dia. Lo tenang aja ya.”

“Eh tapi Grace… Grace!!”

Grace tak menghiraukan Natalia. Ia malah menutup telinganya berpura-pura tak mendengar apa-apa.

-oOo-

Natalia berlari tergesa-gesa melalui koridor sekolah menuju kelasnya. Tadi ia bangun pukul enam lima belas menit, padahal jam masuk sekolah pukul tujuh tepat. Untuk persiapan sebelum berangkat sekolah Natalia membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit, dan untuk sampai di sekolah ia membutuhkan waktu lima belas menit, ditambah lagi untuk sampai di kelasnya membutuhkan waktu mungkin sekitar sepuluh menit.

Natalia tetap berlari tapi matanya menatap jam putih yang melingkar di pergelangan tangannya, alhasil ia pun bertabrakan dengan seseorang. Tubuh Natalia terpental hingga ia hampir terjatuh kalau ia tak segera menjaga keseimbangannya.

“Aduh!”

“Astaga, sorry.. sorr..ry..?”

Kedua mata Natalia terpaku ketika menatap wajah putih manis dari laki-laki dihadapannya. Bola matnya nggak bisa digerakin untuk selain menatap cowok itu.

“Ekhem!” Graciela berdeham saat lewat di sekitar sana dan melihat sahabatnya sedang terbengong-bengong di tempatnya.

“Eh sekali lagi, maaf ya. Maaf banget..” Natalia kembali meminta maaf.

Cowok itu hanya mengangguk dan berlalu tanpa berucap sepatah katapun selain ‘aduh’ di awal tadi.

“Acie cie.. yang abis ketemu sama prince in love nya..” ledek Graciela

“Ih apaan sih Grace? Diem deh, nanti kalo dia denger gimana?”

“Ya biarin aja, biar sekalian aja dia tau kalo lo itu… punya perasaan sama dia.” Graciela mengucapkan kalimat terakhirnya dengan bisikan

“Hush! Eh Grace, lihat deh lengan kanan gue.. rasanya enak banget.”

“Hah? Ngaco lo Nat, lengan kok enak. Panas ya lo?”

“Bukan gitu Graciela.. tapi.. tadi tubuh gue yang bagian kanan habis tabrakan sama dia. Aaa… seneng banget gue.. eh tapi..—“

Tiba-tiba raut wajah Natalia berubah muram

“Kenapa Nat?”

“Tuh kan kayaknya Alvin benci deh sama gue. Lihat aja tadi ekspresinya dia, kayak orang sebel kan? Huhuhu.. gue harus gimana dong Grace? Dia benci sama gue, tapi gue suka sama dia. Grace gue harus ngapain Grace..??!!”

Natalia mengguncang-guncang tubuh Graciela, ditariknya baju seragam Graciela, dan pokoknya hari ini Natalia menganiaya sahabatnya sendiri karena dia lagi dilanda kegalauan.

Di dalem kelas, Natalia nggak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran-pelajaran yang disajikan sama guru-guru. Ia hanya dapat diam dan mengkhayalkan kalau Alvin memang benar-benar membencinya. Hanya suara samar-samar dari penjelasan guru yang masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri Natalia. Tapi untungnya nggak ada tuh yang namanya dihukum, dimarahin, dan dikasih pertanyaan sama guru, berarti Natalia aman!

-oOo-

Kadang ingin ku tinggalkan semua
Letih hati menahan dusta
Di atas pedih ini aku sendiri
Selalu sendiri…
Serpihan hati ini ku peluk erat
Akan ku bawa sampai ku mati
Memendam rasa ini sendirian
Ku tak tahu mengapa aku tak bisa melupakanmu
Ku percaya suatu hari nanti
Aku akan merebut hatimu
Walau harus menunggu sampai ku tak mampu menunggumu lagi
Ku tak tahu mengapa aku tak bisa melupakanmu
Di mata mu aku tak bermakna

Alunan lagu Utopia yang berjudul Serpihan Hati mengalun lembut di telinga Natalia. Lagu-lagu galau selalu setia menemaninya setiap kali ia sedang bersedih karena ‘cowok’. Sepanjang pelajaran di sekolah selama enam jam dihabiskan dengan bergalau-galauan karena ‘cowok’. Kasihan kan orang tua Natalia, padahal dia udah dibayarin biar besok dewasa bisa menjadi orang sukses tapi malah waktu sekolahnya dihabiskan untuk mikiin cowok.

“Alvin cuek banget sama gue!! Gue harus gimana??” teriak Natalia menderu-deru yang hampir merobohkan rumah sahabatnya.

“Goaaaaallll..!!” seru Graciela senang sambil terlonjak-lonjak bahagia.

Spontan Natalia langsung menoleh dan menatap sahabatnya kesal. “Heh! Harusnya lo kasih gue lagu yang galau-galau dong, ini malah teriak-teriak. Kadar kebetean dan kegalauan gue nambah tinggi nih.”

“Sorry deh, abisnya nih lagi seru tau bolanya. Arema nge-goal-in.. dua-kosong..”

“Kasih saran dong Grace! Bantuin gue buat memutuskan langkah apa yang akan gue pilih di waktu selanjutnya.”

Graciela memelankan volume televisinya. Dia duduk di samping sahabatnya yang lagi kerasukan setan galau tingkat dewa.

“Cuma ada dua pilihan. One, move on and yang kedua bilang ke Alvin kalo lo naksir dia. Monggo di pilih.. gue cuman bisa ngasih saran itu aja. Keputusan ada ditangan lo.”

“Pertama Grace, gue nggak pernah bisa berhasil kalo gue mau move on dari dia. Kedua, dari raut wajahnya itu dia kelihatan benci banget sama gue, jadi gue nggak mungkin nyatain kalo gue suka sama dia.” Sahut Natalia

“Up to you.” Graciela hanya mengangkat bahunya.

Natalia termenung menimbang-nimbang saran yang diberikan Graciela.

Kau hancurkan aku seakan ku tak pernah ada
Aku kan bertahan meski takkan mungkin
Menerjang kisahnya walau perih
Salahkah aku terlalu cinta
Berharap semua kan kembali
Kau buang aku tinggalkan diriku
Kau hancurkan aku seakan ku tak pernah ada

-oOo-

Yap! Sudah hampir satu bulan Natalia menghabiskan waktunya untuk move on dari Alvin. Dalam waktu satu bulan ini, ia telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk melupakan cowok itu. Semua hal yang belum sempat dia gapai, waktu yang belum dia nikmati, hobby yang belum dia salurkan, akhirnya dalam jangka waktu sebulan ini dapat dilakukannya dengan baik.

Perlahan tapi pasti memori tentang Alvin hampir terhapus total di otak Natalia. Mungkin sekarang hanya tinggal bekas-bekas tipis wajah Alvin yang menempati sebagian kecil otaknya, dan sebagian besar otaknya digunakan untuk menyimpan bacaan-bacaan yang bermanfaat.

Teet teet teet teet teet ……!!!

Mata pelajaran terakhir yang kebetulan gurunya nggak bisa dateng membuat semua siswa kelas Natalia langsung berhamburan memenuhi pintu untuk keluar dari ruangan kecil terpencil kelasnya. Kelasnya emang unixxx, bertempat agak terpelosok, nggak dipasang LCD, lampu nggak bisa dimatiin, jarang ada sinyal, ruangannya kecil, cat tembok sudah memudar, banyak sarang laba-labanya, bangku sama mejanya banyak yang sudah tak layak pakai, pokoknya terlalu berbeda dengan kelas lain.

“Udah berhasil move on-nya?”

“Hehe syukur, hampir seratus persen. Ini juga karna lo yang selalu support gue dan kelas kita yang jauuuh banget sama kelasnya dia.”

“Syukur deh kalo begindong.. ets tapi syukuran dong Nat, minimal traktir gue lah..”

“Yee itu sih keenakan elonya.. haha..”

Bruk!

“Aduh!”

“E-eh!?”

Tiba-tiba saat akan berbelok dari balik dinding, seseorang berlari kencang dan menabrak tubuh Natalia hingga terjatuh jauh ke belakang.

“Sorry sorry..” ujarnya sambil mengulurkan sebelah tangan untuk membantu Natalia berdiri.

Natalia masih meringis kesakitan karena tadi dia terdorong dengan keras dan tersungkur di lantai. Tapi ketika melihat sebuah uluran tangan mengarah padanya, Natalia segera mengangkat kepalanya dan betapa terkejutnya ketika melihat wajah ‘orang yang ingin dilupakannya’ tengah berdiri di depannya.

Kalau adegannya seperti ini, Natalia jadi teringat dengan lagunya JKT48 yang berjudul 1!2!3!4! Yoroshiku! Di lagu itu terdapat potongan lirik yang berbunyi…

"Cinta itu enggak bisa di sengaja, waktu kita lagi enggak mikirin, dia akan datang dengan sendirinya!"

Uluran tangan itu bergerak naik turun membuat Natalia kembali tersadar dari lamunannya. Diraihnya tangan Alvin dengan agak ragu, kemudian mereka berdua telah berdiri berhadapan.

Deg deg deg!


Dia memang hanya dia
Ku slalu memikirkannya
Tak pernah ada habisnya
Benar dia benar hanya dia
Ku slalu menginginkannya
Belaian dari tangannya
Mungkin hanya dia harta yang paling terindah
Di perjalanan hidupku
Sejak derap denyut nadiku
Mungkin hanya dia
Indahnya sangat berbeda
Ku haus memikirkannya
Ku ingin kau tau isi hatiku
Kaulah yang terakhir dalam darahku
Tak ada yang lain hanya kamu
Tak pernah ada
Takkan pernah ada

Natalia menatap tangan Alvin yang masih menggenggam tangannya dengan cukup erat. Entah kenapa perasaannya kembali seperti sejak pertama kali melihat Alvin.

“Sorry ya.”

Natalia kembali tersadar, ternyata tangan Alvin sudah melepas genggaman dan sekarang malah tangan Natalia yang menggenggam erat tangan Alvin. Dengan segera ditariknya dan disembunyikan tangannya ke balik punggung.

“Ada yang luka? Kalo ada, langsung ke UKS aja nanti diobatin disana.”

“Eng enggak kok. Nggak ada yang luka.”

“Yakin?”

“Iya.. yakin kok..”

“Oke yaudah kalo gitu gue duluan ya. Sekali lagi gue minta maaf ya, Ev..veNat..?” ujarnya lembut lengkap dengan senyuman manis menantang maut.

“Haaah?? Alvin.. nyebut nama gue??” Tanya Natalia pada dirinya sendiri.

Detik berikutnya Natalia langsung loncat-loncat kegirangan sambil berseru-seru bahagia. Dia sangat senang karena Alvin tau namanya, dan si Alvin juga manggil namanya.

“Natalia, Natalia!”

“Apaan sih Grace, gue happy banget ini. Alvin tahu nama gue padahal gue nggak pernah ngasih tahu dia. Ini tu surprise tersendiri buat gue tau nggak seehh??”

“Sarap! Ternyata lo o’on juga ya Nat?”

“Enak aja lo ngomong! Kalo gue o’on kenapa coba gue bisa dapet ranking dua berturut-turut dari kelas tujuh SMP?”

“Terserah lo deh, tapi yang jelas lo jangan ‘kepedean’ deh. Alvin itu tau nama lo karna lo itu pake nama dada.”

“Eh, oiya ya?” Natalia baru tersadar. Kebahagiaannya pun surut. “Tapi nggak kenapa-napa deh, yang penting dia tau nama gue, dan dia manggil gue, dan dia bantuin gue berdiri dan gue sama dia pegangan tangan.”

“KATANYA MOVE ON! Kok malah gini sih?”

“Oiya gue kan mau move on. Grace.. berarti sebulan ini gue sia-sia dong mau move on dari dia?” sesal Natalia

“Yah.. nggak jadi ditraktir dong gue??”

“Ih elo malah mikirin itu, pikirin nih sahabat lo yang gagal move on untuk yang kesekian kalinya pada orang yang sama.” Natalia ngambek dan langsung berlalu begitu saja.

"Cinta itu emang enggak bisa di sengaja, waktu kita lagi enggak mikirin, dia akan datang dengan sendirinya!"

Kalimat itu selalu benar adanya. Waktu kita udah mau move on, eh dianya malah dateng. Giliran kita ngarepin cintanya dia, dia nggak pernah dateng bersama cinta kasihnya buat kita. Kenapa bisa kayak gitu ya??

Hari-hari berlalu dengan hati galaunya Natalia. Tiap hari, jam, menit, detik, dihabiskannya buat galau-galauan karena Alvin. Nggak tau kenapa hatinya pengen tetep kekeuh suka sama Alvin. Padahal Graciela udah mengenalkan temen-temen cowoknya ke Natalia, tapi nggak satupun ada yang Natalia suka. Hatinya masih ada di Alvin, nggak bisa pergi dari penjara di hati Alvin.

Natalia sering banget melihat Alvin jalan sama cewek-cewek, dikerubungi cewek, pokoknya dia itu kayak superstar yang selalu dikerubungi penggemar-penggemarnya. Tapi nggak tau kenapa, hati Natalia tetep tegar melihat itu semua. Nggak jarang si Alvin juga nyapa Natalia, ngajakin ngobrol-ngobrol, ngajak makan bareng tapi cuman sekali.

Kehangatan yang bagai sinar matahari
Menyelimuti dengan lembutnya
Demi seseorang kita hidup di dunia
Apakah sekiranya yang dapat ku lakukan??
Saat bertemu kesedihanpun tutup matamu
Cobalah kamu merasakan punggungmu itu
Pasti bisa rasakan pandangan mata yang hangat
Selalu menjagamu
Angin berganti dan musimpun datang dan berhembus
Bagaikan pepohonan yang mulai bergoyang
Cinta itu harus disampaikan
Kita tidaklah bisa hidup sendiri saja karena ada seseorang
Aku ada disini
Demi seseorang kita hidup di dunia
Apakah sekiranya yang dapat ku lakukan??
Demi seseorang (demi seseorang)
Demi seseorang
Manusia terlahir akan menjadi bahagia
Sampai suatu hari nanti
Saat semua pertikaian
Di dunia ini menghilang
Aku kan terus bernyanyi
Daripada hanya melihat
Cerita perang yang sedih
Agar suaraku tersampaikan
Aku kan terus bernyanyi

Dareka No Tameni—JKT48 mengalun di telinga Natalia. Dengan headset putih menempel di telinganya, ia rasakan makna dari lagu itu. Mendengar lagu itu, membuatnya ingin menyampaikan rasa cintanya pada Alvin tapi ia takut.

“Nat, mau kemana?”

Natalia menoleh ke asal suara itu. “Alvin??”

Alvin mengangkat tangannya menyapa Natalia sambil memajang senyuman mautnya.

Baru juga tadi diomongin dalem hati, udah muncul aja ini orangnya.. batin Natalia

“Mau kemana? Kok sendirian aja, Graciela mana?”

Tuh kan, udah gue duga pasti Alvin nanyain Grace. Kenapa nggak nanyain gue aja sih? Jangan-jangan bener lagi yang gue kira, Alvin suka sama Grace. Hati Natalia kembali bersuara.

“Grace lagi ada acara keluarga. Gue mau ke toko buku.” Walaupun hatinya lagi sebel banget, tapi Natalia masih menampilkan senyumannya.

“Mau gue anter?”

Iya, mau banget gue. Pengen banget Natalia jawab itu, tapi gengsilah kalau langsung nerima tawaran cowok. “Nggak usah, makasih ya.” Itulah yang akhirnya dikatakan Natalia.

“Yakin nggak mau? Ini panas banget lho mataharinya, masa lo mau jalan kaki aja. Toko buku kan jauh dari sini. Lagian gue juga mau lewat sana kok.”

Ini anak kenapa sih maksa banget? Tadi nanyain Grace, kenapa nggak nyusulin Grace aja sekalian sana?! Kapan lo mau peduli sama gue sih? Kapan lo mau jaga perasaan gue? Sakit tahu kalo lo nanyain Grace terus. Sekali.. aja lo tanyain gue dong!

“Kok diem aja Nat?”

“Eh, enggak kok.”

“Ayo naik, gue jamin selamat sampe tujuan kok.” Dari raut wajah putihnya tersirat sebuah candaan disana.

Natalia pun menurut, ia naik ke motornya Alvin. Di tengah jalan, tiba-tiba aja motornya Alvin mogok. Ternyata kehabisan bensin, sekaligus bannya bocor karena kena paku, terpaksa mereka berdua harus menuntun motor itu sampai ke tukang tambal ban.

Di panas terik seperti ini, mereka berdua harus jalan kaki sambil menuntun motor, mana tukang tambal bannya jauh banget lagi.

“Duh, panas banget..” Natalia meringis sambil menahan panas yang menerpa tubuhnya,

“Nih pake topi gue aja.” Ujar Alvin sambil memakaikan topinya di kepala Natalia.

Deg deg deg! Lagi-lagi Natalia merasa deg-deg-an yang banget-banget. Di tatapnya wajah Alvin yang sedang memakaikan topi di kepalanya. Sumpah demi apapun ternyata kalo dari deket Alvin itu manis bangeeeet deh. Kapan ya gue bisa miliki dia untuk mendapingi hidup gue?? Melindungi gue, dan bahagia berdua.

“Kenapa Nat?”

Natalia hanya menggeleng. Kayaknya Alvin nggak akan bisa jadi milik gue. Dia itu cuek sama gue. Tapi.. kenapa Alvin perhatian banget ya sama gue saat ini? Apa jangan-jangan dia juga punya rasa sama gue? Mungkin dia juga sayang sama gue, aduh senengnya. Eh tapi gue nggak boleh kepedean ah, gue nggak boleh geer sama sikapnya. Bisa aja dia cuman mau pehapein gue aja. Gue kan nggak mau dipehapein buat yang kedua kalinya.. Natalia lo harus sadar diri dong! Jangan sampe lo terlalu berharap sama Alvin, oke?

Alvin kembali menuntun sepeda motornya yang dibantu dengan tenaga kecil Natalia.

“Udah punya pacar Nat?”

“Belum, gue masih single. Bisa dibilang sih gue JONES, jomblo ngenes. Kalo lo pasti udah punya pacar kan? Terus kalo lo putus, lo tinggal pilih aja cewek yang lo mau, karena udah banyak banget yang ngantri pengen jadi pacar lo, iya kan??”

Tanpa terduga, Natalia berujar dengan nada sinis mengejek. Hatinya terasa teriris bro!

“Iya sih tinggal milih, tapi dari mereka semua nggak ada yang gue suka. Lagian gue juga bukan tipe cowok yang kayak gitu, tinggal milih tanpa seleksi.”

“Nggak masalah. Mereka tetep mau kok nungguin lo, masih mau mengharapkan cinta lo. Gue denger lo udah punya banyak mantan ya dalam setahun?”

“Enggak, dapet berita dari mana tuh? Perlu penegasan ni, gue itu tipe cowok yang setia. Nggak gampang jadiin cewek sebagai pacar gue. Gue itu cowok apa adanya yang sebenernya.. ya pengen punya pacar cantik.”

Lo lagi nyindir gue ya Vin? Gue itu suka sama lo, tapi ya gue akuilah, gue emang nggak cantik-cantik amat. Tapi perlu lo tahu Vin, gue itu juga tipe yang setia kok.

“Oh, emang tipe cewek lo yang kayak gimana sih?”

“Emang kenapa nanya-nanya kayak gitu?”

“Nggak kenapa-napa sih, cuman pengen tau aja.”

“Cantik, baik, sholehah, pinter, setia, apalagi ya?? Yah pokoknya itulah beberapa tipe gue.”

“Oh..” sahut Natalia dengan wajah muram

Gue nggak cantik-cantik amat sih, bisa dibilang pas-pasan. Gue baik kok, baik banget malah, sampe-sampe gue selalu ngasih contekan ke temen-temen sekelas. Sholehah? Gue cewek yang kalo shalat aja masih bolong-bolong, ngaji juga jarang banget. Kalo pinter, udah jelas gue pinter. Di kelas, gue dapet ranking dua berturut-turut sejak kelas tujuh dan parallel Sembilan. Gue tipe yang setia, buktinya udah setahun gue suka sama lo, Vin. Padahal kata Grace, masih banyak cowok di sekolah yang lebih kece, lebih manis, dan pokoknya lebih-lebih dari lo. Tapi gue tetep setia nungguin lo sampe lo mau nembak gue, tapi kalo lo nggak suka sama gue juga nggak papa kok, tapi kita tetep bisa temenan kan Vin??

“Kalo tipe cowok yang lo suka kayak gimana?”

Natalia langsung tersenyum tersipu. “Tipe cowok yang gue suka itu kayak .. el..--”

Hampir aja Natalia bilang ‘elo’ tapi untungnya dia segera tersadar dan mengganti jawabannya.

“Tipe gue itu.. baik hati, ramah, sholeh, tingginya sama atau lebih dari gue, putih, manis, kece, cool tapi nggak sombong, nggak cuek-jutek, perhatian…”


Natalia menjawab sambil sesekali melihat seluruh tubuh Alvin.

Nggak lama kemudian mereka berdua sampai di sebuah tempat tukang tambal ban. Alvin dan Natalia duduk dibangku yang disediakan disana sambil menunggu ban motornya selesai dibenerin.

Langit yang sedari tadi cerah tiba-tiba kini berubah mendung. Matahari yang tadi bersinar dengan teriknya kini tergantikan dengan awan kelabu lengkap dengan petir yang menyambar-nyambar. Titik-titik dari atas langitpun menumpahkan bebannya, hujan turun membasahi bumi.

Natalia mengeluarkan jaketnya dan mengenakannya untuk meperhangat tubuh. Motor itu belum juga selesai dibenarkan. Karena bosan, Nataliapun tergerak untuk bangkit dan menampung air-air hujan yang turun dari genting di tangannya.

“Jangan main air, nanti masuk angin lho.” Tegur Alvin yang telah berdiri disampingnya.

“Nggak akanlah, masa cuman kayak gini aja bisa masuk angin. Imposibble tau nggak?”


“Terserahlah, tapi nanti kalo sakit jangan salahin gue ya. Soalnya gue udah ngingetin, tapi elonya yang bandel.”

“Calm down Vin, woles aja. Gue nggak akan kenapa-napa kok. Pegang deh airnya dingin banget tahu. Udaranya juga dingin banget.”

Natalia melentangkan tangannya, memejamkan mata, lantas menikmati terpaan angin dingin yang berhembus membelainya.

Di belakang, Alvin turut melakukan hal yang sama dengan Natalia. Dinikmatinya setiap hembusan angin yang menerpa. Kalau kayak gini, keduanya jadi teringat dengan adegan di film ‘Titanic’. Tapi bedanya, di film pegangan tangan tapi disini nggak. Hanya terjarak dengan sedikit tautan diantara mereka.

Alvin membuka matanya, ternyata Natalia masih dengan sikapnya yang menikmati suasana hujan ini. Ditariknya nafas dalam-dalam dan dihembuskannya perlahan.

“I Love You…” desis Alvin pelan di telinga Natalia.

Natalia langsung membuka matanya dan berbalik badan menatap Alvin. “Vin? T-tadi lo denger ada yang bilang ‘I love you’ gitu nggak?” tanyanya panik

Alvin yang tadi mengetahui pergerakan Natalia segera kembali memejamkan mata menikmati hembusan angin dingin. Dadanya berdegup sangat kencang karena sangat takut kalau Natalia akan membencinya. Ketika Natalia bertanya dengan suaranya yang bergetar, Alvin hanya menaikkan bahu.

“Masa nggak tahu sih Vin? Lo nggak denger? Tadi gue denger jelas banget kok.” Natalia kembali terlihat sangat panik.

“Coba deh lo balik ke posisi lo yang tadi.”

“Buat apa??”

“Udah lakuin aja.”

Natalia pun hanya menurut. Ia kembali melentangkan tangannya dan memejamkan mata. Dadanya masih berdebar. Apa gue salah denger ya? Masa sih Alvin ngomong kayak gitu ke gue? Kayaknya gue emang salah denger deh. Pasti gue cuman terlalu terobsesi sama dia, makanya jadi kayak gini.

Alvin mengangguk setelah mengatur nafasnya terlebih dahulu. Digenggamnya kedua tangan Natalia yang terlentang. Diletakkan kepalanya dibahu Natalia. Dipejamkan matanya menerima setiap hembusan angin dingin.

“I Love You, Natalia.” Dan didesiskannya tepat di telinga Natalia dengan penuh perasaan. Dadanya kembali berdegup kencang.

Kedua mata Natalia terbuka menatap jauh ke titik-titik hujan yang menetes di jalanan beraspal. Apa kali ini gue salah denger lagi??

Alvin melepas genggamannya dan berjalan mundur menjauhi Natalia. Dia terduduk dibangku dengan kepala yang di tundukkan.

Natalia masih berdiri terpaku di tempat, matanya menatap Alvin yang tengah terduduk dibangku. Alvin ngomong ‘I Love You’ ke gue, ini real atau gue yang terlalu berharap sih?

“Vin?” Natalia berjalan menghampiri Alvin.

“Gue tahu gue emang nggak masuk ke tipe cowok yang lo idam-idamkan, tapi gue sayang sama lo. Gue sadar kalo gue emang nggak pantes buat lo, tapi gue janji nggak akan nyakitin lo. Gue janji akan ngelindungi lo seperti gue ngelindungi diri gue sendiri.”

“Lo janji nggak akan jalan sama cewek-cewek yang suka sama lo itu? Nggak mikirin mantan lo lagi?”

Alvin mengangkat wajahnya, “Nat, lo??”

Natalia tersenyum, “Sejak setahun yang lalu, hehe..” Ia terkekeh

Alvin menatap Natalia penuh keseriusan. “Jadi lo.. mau nih jadi pacar gue??”

“Dengan senang hati.. tapi lo harus janji nggak akan ngeladenin cewek-cewek genit yang suka gangguin lo itu.” Natalia melipat lengan di depan dada, saat mengatakan kalimat itu wajahnya berubah menjadi kesal.

Alvin mengacungkan jari kelingkingnya.

“Oke kalo gitu. Gue bersedia kok, therefor you’re girlfriend.”

Raut wajah Alvin langsung berseri-seri, begitu juga dengan hatinya yang sedang bergembira. Dirangkulnya bahu Natalia sang kekasih diantara gelak tawa dari bibir keduanya.

Hanya ingin berdiam
Di keheningan malam
Membayangkanmu di depanku
Aura dirimu mempesonaku
Dan ku terdiam
Di keheningan malam
Ku ingin memastikan diri
Apakah ku tlah jatuh hati
Kepadamu pencuri hati
Yang tak sangka kan datang  secepat ini
Kepadamu pencuri hati
Biarkan ini menjadi melodi cinta berdua
Dan ku terdiam
Dikeheningan malam
Ku ingin memastikan diri
Apakah ku tlah jatuh hati
Kepadamu pencuri hati
Yang tak kusangka kan datang secepat ini
Kepadamu pencuri hati
Biarkan ini menjadi melodi cinta berdua

END.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Our Suddenly Love Story"

Post a Comment