Namida of Regretful


Air Mata Penyesalan


Di dunia ini tak ada satupun manusia yang ingin memiliki kehidupan sengsara. Semuanya ingin lahir dalam posisi yang sama, yaitu kaya raya. Namun jangan harap Tuhan akan mengabulkan hal itu. Karna nyatanya, Ia menciptakan manusia dari berbagai kalangan, dari miskin hingga kaya, hal itu semata-mata hanya untuk menyeimbangkan ekosistem dunia.

Maria melempar tas sekolahnya geram. Sudah berhari-hari yang lalu ia meminta kepada sang ayah supaya dibelikan tas baru. Tas berwarna oranye yang telah menemani empat tahun selama masa sekolahnya kini telah usang dengan beberapa bagian yang robek.

“Maria, Ayah belum punya uang, Nak.” Begitulah jawab sang ayah mencoba bersikap lembut. Namun Maria yang kini telah menginjak kelas tiga SMP belum dapat mengontrol emosinya.

“Terus Maria harus nunggu berapa lama lagi, Yah? Aku capek selalu diledekin temen-temen, bahkan guruku juga tanya soal tas jelek ini.” Makin lama Maria selalu merajuk tiap menitnya. Membuat kepala sang ayah terasa pening luar biasa. Hingga ada pada suatu hari di mana sang ayah tak lagi mampu menahan emosinya.

Maria telah menunggu sang ayah di ruang tamu sempit sambil menggerutu tak jelas. Ketika suara pintu kayu yang seret terdengar Maria langsung bangkit dan menghadap ayahnya yang baru pulang kerja.

“Yah, pokoknya Maria harus dibeliin tas baru!”

“Maria nggak mau tahu gimanapun caranya! Ayah harus bisa beliin tas itu!” katanya dengan nada tinggi. Sontak memancing emosi sang ayah yang baru saja lelah bekerja, tetapi ia masih mencoba meredam amarahnya.

“Akan Ayah usahakan,” jawab ayah kemudian.

“Ayaahh, Maria maunya besok!”

“Maria malu, Yah punya tas butut kayak gini. Maria malu nggak punya alat-alat canggih semacam ponsel dan laptop. Maria harus hidup miskin sampe kapan, sih, Yah? Lagian kenapa sih Ayah itu miskin?”

PLAK. 


Satu tamparan menyebabkan pipi kanan Maria memerah. Segera gadis remaja itu mengusap wajahnya. Ia memandang sang ayah dengan mata merah penuh kebencian, lantas ia pun masuk ke dalam kamarnya.

Hingga dua hari kemudian Maria masih belum jua keluar dari kamarnya yang sumpek. Ayah semakin risau mengenai keadaan putrinya yang belum makan hampir dua hari ini. Lantas sang ayah mencoba mengetuk pintu baik-baik, meminta sekali lagi supaya Maria mau keluar.

“Mariaa, buka pintunya, Nak. Ayah janji akan membelikanmu tas baru. Kamu hanya tinggal pilih saja, pasti akan Ayah belikan.”

“Mariaaa.”

“Uhuk.. uhuk..”

Kecemasan sang ayah pun memuncak ketika mendengar suara batuk yang luar biasa hebatnya. Ia mendobrak pintu berkali-kali dengan tenaga minimnya. Hingga usaha yang kesekian, barulah ia mampu membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ketika melihat anak satu-satunya tengah terbujur lemas di atas lantai.

“Mariaa!” teriaknya parau yang langsung membopong anaknya, lalu dibaringkan diatas kasur, “apa yang terjadi, Nak?”

Kedua mata Maria terlihat menghitam serta sembab, entah apa yang dilakukan anak itu selama dua hari belakangan, yang jelas sang ayah teramat khawatir melihat kondisinya. Ayah memeriksa suhu Maria dengan menyentuh jidatnya, sangat panas.

“Kita ke rumah sakit, ya, Nak,” kata sang ayah panik.

“Enggak usah, Yah, justru nanti malah menambah beban Ayah. Maria nggak apa-apa kok,” tolak Maria halus diakhiri dengan senyum tipis yang terlihat dipaksakan.

“Kalau begitu Ayah beli obat di warung dulu ya,” dan disambut anggukan Maria yang terlihat lemah.

Lima menit kemudian sang ayah kembali dari warung, memasuki kamar Maria, “Ayah sudah pulang Nak, sekarang kamu minum obatnya dulu ya,” kata sang ayah seraya mengusap kepala Maria. Namun kulitnya merasakan bahwa suhu anaknya tak lagi panas.

“Maria,” panggil sang Ayah.

“Maria sayang,” panggilnya sekali lagi.

“Maria!” serunya kelewat khawatir. Dan baru ia sadari bahwa ia tak mampu merasakan denyut nadi di tangan anaknya. Sang ayah pun hanya bsia menangis meraung penuh sesal. Seandainya saja kala itu ia menuruti permintaan anaknya untuk membeli tas baru, mungkin kejadian ini tak akan pernah ada.

“Mariaa hiks hiks.. maafkan Ayah Nak.”

—fin




Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

  • Namida of Regretful Air Mata Penyesalan Di dunia ini tak ada satupun manusia yang ingin memiliki kehidupan sengsara. Semuanya ingin lahir dalam posisi y… Read More...
  • When I'm Alone When I’m Alone Divaelta | 2015 Kesepian seakan sudah menjadi hal yang wajar dalam keseharian selama aku hidup. Bukan hal … Read More...
  • [Cerpen Romantis] Cidera Aldi and Vayla | Fluff | G | Ficlet Vxiebell,2016 Barisan yang lumayan panjang, mengantri giliran masing-masing. Kepanikan menghanta… Read More...
  • [Cerpen] Can’t to Say Aldi and Vayla | Sad | G | Ficlet Vxiebell,2016 Kurasa, aku telah dibutakan oleh cinta. Sebab, hingga detik ini aku tak dapat berp… Read More...
  • Soundtrack Mungkin hidup dapat dianalogikan seperti sebuah FILM dengan segala bagiannya. Pemeran utama, setting, alur, bahkan soundtrack. Aku … Read More...

0 Response to "Namida of Regretful"

Post a Comment