EXO’s
Chen and OC’s Airy | Sad | Ficlet |
PG-13 | Cha13 Artwork | Deev,2015
Kalau kau bahagia bersamaku lantas mengapa kau harus pergi?
Pada akhirnya semua akan pergi.
Kembali pada kehidupan masing-masing.
Meninggalkanku,
Meninggalkan semua orang.
Dia pergi.
Di sudut ruangan aku menangis dalam diam. Memeluk lutut
erat dan menunduk sedalam mungkin. Air bening menetes satu-persatu dari dua
sumber yang berbeda. Dan terkadang mengalir bersama kemudian menyatu dalam
genangan air.
Bukankah dia sudah berjanji tidak akan pergi?
Dia berjanji tidak akan meninggalkanku,
Tidak akan pernah meninggalkan hubungan kami.
Suara tangisku mulai membaur dengan angin. Ikut masuk
dalam sela-sela udara yang akan membawanya terbang jauh. Memantul ke dinding.
Membumbung ke atap. Hingga pada akhirnya akan merasuki gendang telinganya.
Suara knop pintu yang diputar pelan menggantikan suara
isak tangisku. Terdorong hingga menimbulkan decit nyaring dari gesekan antara
lantai dan permukaan kayu. Suara ketukan sepatu mulai terdengar. Memantul. Melangkah
hati-hati untuk menuju sudut ruangan. Semakin mendekat.
Sebuah sentuhan lembut menyapu ujung kepalaku. Mengusap
pelan beberapa kali.
Sentuhan itu sudah tak lagi kurasakan. Dia sudah tidak
mengusap rambutku.
“Airy,” panggilnya singkat.
Aku tetap diam. Tetap menundukkan kepala. Tetap memeluk
lutut. Tetap menutup mata. Aku tak berniat sedikitpun untuk menatapnya. Menatap
kepergiannya yang sebentar lagi.
Dia menghela napas. Terdengar seperti putus asa.
Katakan padaku, katakan kau tak akan pergi. Katakan!
Dia mennghirup napas dalam-dalam. Mengisi oksigen di
paru-parunya, “Mianhae, Airy. Jeongmal mianhae.”
Kepalaku sedikit terangkat. Aku bisa melihat sepatu
miliknya. Milik kak Chen. Sepatu berwarna hitam yang mengkilat.
“Aku tidak bisa selalu berada di sampingmu, Airy. Aku
pun memiliki kehidupan. Jalan hidup yang berbeda denganmu. Aku harus mengejar
impianku yang lain. Menggapai hal yang lebih berat. Maaf, Airy, aku sungguh minta
maaf.”
Sontak air mataku kembali mengalir di wajah. Satu bulir
yang merembes pada pakaian yang kukenakan.
“Tapi bagaimanapun juga kita sudah pernah bersama.
Melakukan banyak hal bersama-sama. Aku sangat bahagia dengan waktu kebersamaan
kita.”
Kelopak mataku yang sudah basah menutup untuk beberapa
detik. Satu bulir lagi yang menetes.
Kalau kau bahagia bersamaku lantas mengapa kau harus
pergi?
“Aku berharap kau bisa merelakanku. Aku ingin kau
melepas kepergianku dengan ikhlas. Lepaskan aku dengan hatimu. Lepaskan supaya
aku pun bisa dengan damai meninggalkanmu. Supaya aku tak menyesal karena sudah
meninggalkanmu.”
Kedua tanganku membekap mulut kuat-kuat. Aliran anak
sungai pun sudah kembali berderai. Arus yang deras.
Dia menghela napasnya lagi. Berat.
Sebuah rengkuhan hangat mengalir hampir di setiap
aliran darah. Berdesir hebat dalam kehangatan sesaat. Kak Chen mendekap tubuhku
yang mungil. Dia memelukku erat. Tak bisa kusembunyikan pula air mata yang
susah payah kucoba tahan. Akhirnya semuanya mengalir deras. Mengalir seenaknya.
Mengalir sampai puas.
Kak Chen melepas pelukannya. Dia menangkup wajahku yang
sudah kusut menggunakan kedua telapak tangannya yang lembut. Selembut kain
sutera. Dia tersenyum sangat manis.
“Berhenti menangis, Airy. Kau tak boleh melepaskan setitik
air pun dari balik kelopak matamu.”
“Tapi, Kak..” sahutku dengan suara serak khas sehabis
menangis, “—jangan pergi.”
Wajah Kak Chen berubah. Lengkungan di bibirnya sudah
memudar.
“Aku akan kembali lagi suatu hari nanti. Aku akan
kembali padamu,” ujarnya sebelum mengecup mata sembabku lama.
Dia pergi.
Melangkah menjauhiku.
Melepaskanku.
Meninggalkanku.
Sendirian.
THE END
0 Response to "Releasing You"
Post a Comment