Adorable Love


Let’s Talk About Past Time Joy-a!

RV’s Joy featuring iKON’s Donghyuk | PG | Romance | Ficlet | Original story by Nur M. | ©2016

.
Tentang sebuah masa dimana kita membahas masa lalu.
.

Pada dasarnya Joy bukan tipe wanita  yang suka mengenang masa lalu. Tidak suka mengais–ngais bulir pasir yang jatuh dari jam pasir Tuhan dan menyayangkan berlalunya waktu. Toh, nantinya semua emosi, canda, tawa, lelucon, selama tiga tahun ini akan berakhir beberapa jam lagi. Ketika mentari terbit mengantikan bulan yang redup. Setelah pesta kelulusan ini. Semua memori akan berganti jadi kenangan.

Joy menghela napas. Menatap langit yang bertabur bintang. Dengan alasan mencari udara segar, Joy melarikan diri ke beranda gedung yang telah disewa untuk lepas kenang oleh angkatannya. Hiruk–piruk dalam gedung, membuat gadis itu tanpa sadar mengulas sebuah senyum. Mereka pasti sedang tanding minum, pikir Joy. Mentang–mentang sudah lepas dari kekangan peraturan sekolah dan pengawasan orang tua. Dasar.

Joy meminum lemon squash dengan lembut. Menikmati malam panjang yang sebentar lagi berakhir. Gadis bersurai hitam yang menjuntai sampai punggung itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Benda kecil bundar itu menunjukkan pukul 11.48 pm. Ah, sudah larut sekali ternyata, batin Joy. Kemudian kembali meminum lemon squashnya. Untuk kali ini saja, Joy membiarkan peraturan jam malam tidak berlaku. Malam ini saja.

Tap… tap… tap…

Joy berbalik. Melihat seorang namja dengan senyum yang sangat memesona berjalan menghampirinya. Namja itu, Kim Donghyuk, mengulas sebuah senyum. Seulas senyum yang menyiratkan “Melarikan diri? Hem?”

Joy tertawa. Mengulas sebuah senyum yang juga menyiratkan sesuatu. Joy dan Donghyuk memiliki cara yang unik untuk berkomunikasi. Segala macam bentuk perkataan yang terucap tidak berlaku pada mereka. Karena hanya dengan memandang satu sama lain, mereka sudah bisa mengetahui segalanya. Walau diam, walau hening, walau sunyi, sebenarnya mereka sedang berbicara. Mungkin itu yang disebut telepati.

“Kamu tahu, aku tidak tahan dengan alkohol. Aku tidak ingin mengambil resiko.”

Donghyuk berpikir sejenak kemudian dia mengangguk sadar. “Benar juga,” siratnya setuju. Dia melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda lalu berhenti tepat di samping Joy. “Aku pernah melihatnya, dan itu sangat memalukan. Kusarankan jangan pernah mabuk di depan namja lain selain aku.”

“Kenapa?”

Donghyuk mengangkat bahunya kemudian mengulas sebuah senyum. “Entahlah. Jangan saja.” Joy mengangguk seolah–olah mengerti dengan gerakan yang dibuat–buat. Joy terdiam sejenak, hanyut dalam tatapannya kemudian Joy berpaling. Menatap langit malam yang bertabur bintang.

“Tenang saja,” ujar Joy.  “Saat itu aku masih labil. Jadi, wajar kalau emosiku sering lepas kendali.”

Hening sejenak kemudian dapat terdengar suara Donghyuk yang tertawa renyah. “Sok dewasa,” ejeknya geli.

“Sebentar lagi aku 20 tahun, Donghyuk-ah.” Joy menggingatkan pemuda itu bahwa ia bukan remaja labil lagi.

“Benarkah?” Donghyuk memasang ekspresi kaget yang dibuat–buat. Joy dapat merasakan sepasang mata Donghyuk tidak pernah berpaling darinya.

Donghyuk menopang dagu pada tangan kanannya yang bertumpu di pagar beranda. “Bagiku, kamu masih Park Joy yang 17 tahun,” ujarnya kalem. Joy menoleh, Donghyuk berhasil mendapatkan perhatiannya kembali.

“Kenapa? Aku tidak pernah ingat telah berbuat sesuatu yang istimewa padamu saat itu, Donghyuk-ah.”

“Kamu hanya tidak mengingatnya.” Donghyuk kembali bertelepati. Dia menaikkan salah–satu alisnya diikuti senyum yang terukir di wajahnya yang oval. Ia menunggu Joy menebaknya. Satu gerakan mengangkat bahu yang Joy lakukan sambil memasang ekspersi tidak ingat sama sekali membuatnya menyerah dan kembali bersuara. “Empat  Juli, pukul dua lewat limabelas a.m.” Namun Joy masih tidak ingat, dan saat Donghyuk melanjutkan kalimatnya, saat itu juga Joy merasa bumi berhenti berotasi.

“Kamu menyatakan perasaanmu padaku.”

“ITU SUD—ekhem, itu sudah lama sekali.” Lalu Donghyuk kembali tertawa geli, membuat Joy sadar bawa saat ini ia sedang mengodanya. Seperti dulu. “Aku baru tahu kamu suka mengingat masa lalu.” Joy berusaha mengubah topik.

“Hanya pada momen–momen tertentu yang menurutku menarik.”

“Dan itu termasuk dalam kategori menarik? Donghyuk-ah,” Joy menatapnya intens. “neol nappuen namja,” lanjut Joy pelan. Joy marah? Tidak. Hanya anak kecil yang marah dengan sesuatu yang sudah berlalu. Mau Donghyuk mengingatnya sekarang atau sepuluh tahun lagi pun tak masalah. Joy lebih ke arah tersinggung. Donghyuk menyiratkan semua itu dengan senyum geli yang masih terukir di wajahnya. Seolah mengolok perasaan Joy.

“Lima Juli, pukul sembilan lewat empat puluh lima menit,” Donghyuk kembali mengisi keheningan “aku juga ingat pernah seorang yeoja menelponku dan…”

Agh!” Joy refleks menutup mulut ember Donghyuk dengan telapak tangannya. “Kamu benar–benar menyebalkan! Aku baru tahu kamu bisa se-rese ini.” Donghyuk menaikkan salah–satu alisnya.

“Begitu sedikit yang kamu ketahui tentangku, Joy-a.” Tatapan itu, lagi–lagi dihanyutkan Donghyuk dalam pesonanya. Membuat Joy tidak bisa berpikir jernih untuk sesaat. Dan, tanpa sadar, sepasang mata Joy menyiratkan sebuah pertanyaan yang seandainya bisa, Joy ingin pendam selamanya.

“Jadi, karena itu kamu menolakku?”

.

.

Itu pertama kalinya ketika keheningan memimpin cukup lama. Donghyuk tertegun dan Joy membeku. Saat Joy sadar, semua sudah terlambat. Donghyuk melihatnya dengan jelas. Joy hanya bisa tersenyum kikuk, Donghyuk menarik tangan Joy yang masih membungkam Donghyuk dengan perlahan. Namun, Joy menahannya. Membiarkan tangan mungil Joy tertahan di bibir merah muda pemuda itu.

“Tidak juga.”

“Lalu?”

“Aku hanya ingin fokus belajar.”

Lying.”

I say the truth, Joy-a.”

“Aku baru tahu ada juga namja yang lebih mementingkan pendidikan dibanding yang lain. Apa kamu yakin kamu benar–benar remaja yang besar di Korea?” pertanyaan itu malah terlihat lebih ke sindiran.

“Sudah kubilang, sedikit sekali yang kamu ketahui tentangku.”

“Kamu benar. Sedikit sekali yang kuketahui tentangmu.”

“Kalau mau tahu lebih banyak,” Donghyuk memiringkan kepalanya. “tidak ada kata terlambat.” Eh? Joy menatapnya bingung. Dengan perlahan ia melepaskan tangan Joy lalu menggenggamnya. “Aku akan pergi ke Inggris,” ucapnya tiba–tiba. Tidak ada waktu bagi Joy untuk terkejut atau menjerit kaget. Karena sejurus kemudian dapat Joy rasakah Donghyuk menyelipkan selembar kertas ke tangannya.

Joy melirik kertas itu sejenak. Sekilas, dapat terlihat nama Park Joy tertera dengan font besar diikut nama sebuah penerbangan internasional dengan tujuan London. “Joy-a,” bisikkan itu menghentikan niat Joy bertanya.

“Ikutlah denganku.”


—fin

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Adorable Love"

Post a Comment