On Going to Create the Smile | Chapter 1
--- Please give me a smile on your lips. Just a little smile ---
Starring : EXO’s Baekhyun — OC’s Shani | Rate : PG |
Genre : AU, Comfort | Length : Chapter (1/unknown with 1.595 words) | Written by Deev | Poster by Cha13 |
©2016
***
Baekhyun membuka gorden putih berenda. Titik-titik air hujan
terus turun dari atas langit. Sudah dua jam berlalu dengan deraian air dan
hembusan angin kencang. Pemuda ini menghela napasnya berat. Karena cuaca yang
terus berubah-ubah, tak pernah konsisten dengan jadwalnya, akhirnya Baekhyun
terpaksa harus membatalkan rencananya untuk berkumpul dengan kawan-kawannya lagi.
Kedua matanya kembali tertuju untuk mengamati keadaan luar.
Ia tersentak ketika melihat seseorang sedang berjalan lunglai di tengah jalan
berair. Alih-alih perasaannya berbicara. Sepertinya ia mengenal siapa orang
itu. Diputuskannya untuk segera mencari payung dan menemui orang itu.
***
Shani POV
Hujan deras yang tak henti-hentinya mengguyur tubuhku, tak
pernah bisa menghentikan langkahku yang mulai lunglai tak bisa menjaga
keseimbangan. Air hujan seakan menggantikan air mata yang terus mengalir dari
pelupuk.
Aku benar-benar tak mengerti dengan pola pikir mereka.
Kenapa semua kisah indah yang terjalin selama ini harus berakhir dengan kata
cerai yang begitu menusuk jiwaku? Aku tak tahu apa yang terjadi dengan kedua
orangtuaku. Selama ini yang aku ketahui hanyalah kata baik-baik saja. Aku tak
pernah melihat raut wajah sedih atau frustasi dari ayah maupun ibu. Tapi kenapa
tiba-tiba mereka harus berpisah seperti ini?
Aku semakin tak kuasa menahan sejuta air mata yang bergerumbul
di pelupuk. Hujan ini begitu membantu untuk menyamarkan air mata. Siapa pun pasti
tak mengetahui bahwa aku sedang menangis.
“Shaniiii!!”
Ada seruan yang menyebut namaku menyerempet telinga. Aku tak
peduli siapa orang itu. Saat ini yang ku butuhkan hanya kesendirian dan mencari
kenyamanan. Kenyamanan? Astaga, bahkan aku sudah lama tidak merasa nyaman.
Tiiinnnnn….
Aku mendengar suara. Seperti klakson yang dibunyikan
berkali-kali. Aku tak peduli. Apapun itu tolong jangan biarkan aku mencari tahu.
Sebuah tangan meraih lenganku, kemudian mendekap tubuhku
menjauhi jalanan. Di sana. Aku merasakan sebuah kehangatan. Hatiku terasa damai
dan sangat nyaman.
Tangan kasar menarik tubuhku menjauhi tempat kenyamanan itu.
“KAMU GILA, YA?!”
Aku dapat melihat wajah khawatir dari pemuda di hadapanku.
Dia terus mengocehkan kata-kata yang tak bisa ku mengerti sama sekali. Entah
aku yang memang bodoh atau karena perasaanku yang sedang kacau.
Dan apa ini? Aku merasa ada sesuatu yang mengalir menuruni
pipi.
***
Gadis itu menangis. Bibirnya bergetar. Beberapa kali tangan
mungilnya mengusap wajahnya untuk menghilangkan jejak air mata yang bahkan
menyatu dengan air hujan yang terus turun.
Baekhyun menatap nanar gadis di hadapannya. Walaupun hujan
turun dengan lebatnya, tapi ia masih bisa melihat air mata Shani yang mengalir
menuruni pipi tanpa henti. Hatinya teriris.
“Kamu kenapa menangis? Apa ada sesuatu yang mengganggu
pikiranmu?”
Tak ada jawaban.
“Kamu seperti anak kecil. Cengeng.”
“Biarkan saja aku cengeng. Siapa yang peduli? Lagi pula ini
hujan. Tidak ada yang mengetahui kalau aku menangis. Biarkan sajaa..” sahutnya
disela-sela tangis yang membuat suaranya bergetar.
Baekhyun tertegun dengan jawaban Shani. Apalagi dengan raut
wajahnya yang terlihat amat berantakan. “Aku tahu.”
Gadis itu berhenti menangis. Ia mendongak dan menatap wajah Baekhyun.
Shani tak tahu bagaimana ekspresi yang dipasang oleh pemuda itu, karena bekas
air mata yang membuat penglihatannya samar-samar.
***
Dering sebanyak empat kali memberi tanda bagi seluruh
penghuni tempat pembelajaran yang bernama sekolah bahwa sebentar lagi kelas
akan dimulai.
Suara ricuh seperti pasar yang dikoar-koarkan oleh
murid-murid tiba-tiba terhenti. Perasaan sedih, kesal, dan bosan menjadi
pengganti rasa senang yang mungkin hanya berdurasi sepuluh menit. Mereka
menyiapkan buku, bolpoin, dan perlengkapan lainnya di atas meja. Tapi beberapa
siswa ada yang masih ramai mengobrolkan peristiwa kemarin. Ada juga yang hanya
meletakkan kepala di atas meja. Dan ada yang masih kebingungan mencari seseorang
yang tak kunjung datang setelah bel telah dibunyikan.
Baekhyun POV
Sekolah. Bagi ku gedung bertingkat dengan bangunan yang
sudah tua ini adalah tempat mengerikan yang pernah aku kunjungi seumur hidup. Tapi
anehnya, kenapa setiap hari aku harus melangkah ke tempat ini. Seperti
kehilangan kesadaran atau apapun itu istilahnya.
Tapi sekolah juga merupakan tempat yang bisa mengurangi
kesedihan. Daripada bosan di rumah, lebih baik ke sekolah cuma-cuma untuk bertemu
kekasih atau teman-teman asik yang tidak ku temui dimanapun.
Tapi hari ini, kenapa anak itu belum datang juga? Apa dia
sakit?
Pikiranku selalu mengarah ke topik yang sama, yaitu tentang
dia. Gadis cantik yang masih kekanak-kanakan. Dia. Shani Avillea dengan nama Korea Lee Shani. Gadis
yang kemarin aku temui saat hujan lebat mengguyur kota. Gadis asia yang manis. Gadis Indonesia yang menarik.
Sebenarnya kita berteman sudah lama, sejak sekolah dasar, saat ia baru pindah ke Korea. Bahkan
kita sudah saling mengenal dan dekat dengan keluarga masing-masing. Hal yang
paling membuatku sakit adalah ketika melihat Shani menitikkan air matanya
apalagi di depan ku. Biasanya kalau hal ini terjadi, aku akan dengan ikhlas
meminjamkan bahu untuk menjadi tempat pelampiasannya.
Mengetahui kalau dia tidak masuk sekolah, berhasil membuat ku
uring-uringan. Pikiran negatif menyerang otakku.
***
Dengan lunglai dan wajah pucat pasi, gadis berparas ayu nan
kalem itu melintasi jalan setapak di sebuah perkampungan. Matanya jauh menatap
entah kemana. Hatinya sungguh resah, sakit, dan hancur berkeping-keping.
Air mata mulai membanjiri wajahnya. Suara sesenggukan mulai
terdengar. Bibirnya bergetar. Tubuhnya sudah tak sanggup menahan keseimbangan.
Ia lengah dan akhirnya terjatuh. Tubuhnya menempel ke dinding. Memeluk lutut.
Dan menangis hingga air matanya habis.
***
Tepat saat bel dibunyikan, kaki-kaki Baekhyun langsung
berlarian keluar kelas. Seruan guru, omelan guru, bahkan makian guru tak
didengarnya. Ia tetap berlarian sesegera mungkin untuk keluar dari gerbang
sekolah. Mengambil motor di tempat penitipan. Lantas tancap gas meninggalkan
sekitar sekolah.
Matanya jelalatan mencari kesana-kemari. Beberapa kali
menghentikan motor dan berjalan kaki mencari. Namun tidak ada yang ia temukan.
Orang itu, di mana dia?
Pikirannya semakin kacau. Alih-alih ingatannya kembali saat
guru memasuki kelas awal hari. Katanya, Shani tidak bisa masuk sekolah karena
ada kepentingan keluarga. Kemudian otaknya berputar hingga menemukan cerita di
hari dimana hujan lebat mengguyur kota.
Baekhyun kembali menyalakan mesinnya lalu mengendarai
motornya untuk mencari Shani. Ia kunjungi semua tempat yang biasa dikunjungi Shani.
Namun hasilnya nothing. Akhirnya
hingga senja terlihat, ia baru memilih untuk pulang.
Pemuda itu memutar kunci lalu melepas helm. Dilihatnya
seorang gadis tengah duduk di kursi samping pintu. Matanya membelalak. Helm
yang tadinya ia genggam, kini terjatuh dan membentur tanah. Ia berlari menghampiri gadis itu.
“Shan! Kamu tidak apa-apa kan?”
Shani hanya menggeleng lemah. Wajahnya terlihat pucat pasi
ketika menoleh dan menatap Baekhyun. Matanya sayu. Sangat terlihat bahwa
kondisinya sedang tidak baik.
“Ayo, masuk ke dalam!” ajak Baekhyun.
Shani beranjak dan hendak melangkah masuk. Tapi tubuhnya
sangat lemah hingga ia pun hampir terjatuh. Untunglah Baekhyun sigap menangkap
tubuhnya.
“Hati-hati, Shan. Biar aku bantu.”
Baekhyun meletakkan tubuh Shani di sofa ruang tamu. Kemudian
menuju dapur untuk membuatkan gadis itu minuman hangat.
“Kenapa tidak masuk dari tadi?” tanya Baekhyun sembari
memberikan teh hangat.
“Aku hanya
merasa tidak enak, by the way thanks tehnya.”
“Ok. Kenapa
tidak masuk sekolah hari ini? Apa kamu sakit?”
“Aku sudah cerita
padamu, Hyun. Ini tentang ayah dan ibuku,” sahut Shani tanpa selera.
“Mereka jadi ke
meja hijau?”
“Tadi pagi
mereka resmi bercerai.”
“Lalu kenapa kamu
tidak menyegahnya?”
“Aku tidak bisa
melakukannya. Keputusan mereka sudah bulat.”
“Lalu bagaimana
denganmu?”
“Aku tidak tahu.
Tapi sepertinya untuk sementara waktu, aku akan menginap di rumahmu. Aku masih belum bisa menerima keadaan rumah yang
berbeda. Tidak apa-apa kan?”
“Iya, itu
bukanlah sebuah masalah. Bagaimana, apa kamu sudah mengambil pakaian? Kalau
perlu bawa kopermu sekalian.
“Kamu bercanda!” Shani memukul lengan Baekhyun dengan tawanya yang sedikit terurai angin. Baekhyun hanya
tertawa kecil.
***
Hari demi hari berlalu. Sekarang Shani sudah kembali ke
rumahnya. Tapi ada hal yang membuat banyak orang merasa khawatir padanya.
Akhir-akhir ini ia tampak pucat. Terlalu sering absen dari sekolah. Shani
berubah. Entah karena apa.
Sore ini Baekhyun memutuskan untuk mengunjungi rumah yang
sudah lama sekali tidak ia datangi. Ia mengetuk pintu dan mendapati keadaan
rumah yang kosong.
“Shan?”
Kakinya mulai menyusuri tiap ruangan. Sebenarnya ini adalah
hal biasa. Karena Baekhyun dan Shani sudah terlalu dekat hingga memiliki
kebebasan untuk masuk ke dalam rumah tanpa permisi.
Baekhyun membuka pintu kamar Shani. Hal yang membuatnya
terkejut adalah tubuh gadis itu yang tergeletak sembarang di atas lantai. Serta
ruangan yang hampir terkesan seperti kapal yang karam. Sama sekali tidak
menyentuh kata rapi.
***
Shani POV
Dua jam yang lalu.
Semua sudah hancur. Berakhir dengan kesedihan.
Hari ini lagi-lagi aku tidak berangkat ke sekolah. Rasa
letih menyerangku lagi untuk yang kesekian kalinya. Tubuhku lemas dan sangat
sulit untuk bangkit. Sudah lama aku mengeluh pada Papa. Tapi semua yang aku
eluhkan pada Papa hanya dianggap remeh. Sama sekali tidak digubris.
Minggu ini aku mulai takut dengan apa yang terjadi dengan
diriku. Tak jarang aku menemukan rambutku yang rontok di mana-mana. Bukan hanya
sehelai atau lima helai, tapi hingga duapuluh helai. Apalagi ketika menyisir,
bukannya rambutku menjadi lebih rapi, tapi malah menempel di sisir.
Aku sudah muak dengan semua ini. Aku ingin diperhatikan. Aku
rindu Mama.
Saat hendak mencapai pintu kamar, tiba-tiba tubuhku roboh.
Samar-samar ku lihat knop pintu bergerak, namun kemudian hitam.
***
“Makan dulu, Shan.”
Shani terkejut dengan suara itu. Ia langsung bergelut dengan
selimut yang membungkus tubuhnya hingga bagian leher, “Baekhyun, kenapa kamu
ada di sini?”
“Kalau sakit, jangan sungkan untuk menghubungi aku. Kalau
sudah parah seperti ini, siapa yang repot? Aku juga kan. Oya, dimana ayahmu?”
“Dia pergi bekerja.”
Baekhyun mengelus rambut Shani yang tergerai. Ia dibuat
terkejut dengan rontoknya rambut Shani yang begitu banyak. Namun Baekhyun enggan memperlihatkan keterkejutannya, sehingga ia hanya tersenyum menatap gadis itu dan menuturkan kalimat lain.
“Shan, Kamu bertambah cantik.”
Shani hanya diam dengan raut wajah murung.
“Aku kanker, Hyun.”
Baekhyun terdiam sejenak menatap wajah malang sahabatnya. “Aku
sudah tahu semuanya. Tadi sewaktu kamu pingsan, aku menelepon dokter. Dia
memeriksa. Dan dia bilang kalau ada kanker yang bersarang di tubuhmu dan
blablabla..”
“Umur ku sudah tidak lama lagi, Hyun.” Shani menghambur ke
dalam pelukan Baekhyun. Ia menangis hingga matanya terlihat bengkak. Ia terus
menangis.
***
TO BE CONTINUE
A/N:
Halo, welcome back to my blog!
FF kali ini aku bawa dari tahun 2015. Ya, biasalah, FF lama yang terbengkalai.
Tapi, mungkin FF ini aku lanjutin agak beda dari cerita awal, soalnya FF ini juga stok lama.
Jadi, agak lupa sama rencana awal. Btw, FF ini dulunya pakai cast Super Junior's Henry sama JKT48's Shani. Tapi, karena aku pikir banyak yang kurang suka, maka aku ganti.
Hope you'll like it, guys!
0 Response to "On Going to Create the Smile | Chapter 1"
Post a Comment