헤어지자 | Break Up


Let’s break up, Hanbin-ah.

“KALIAN GILA?!”

Pekikan Hanbin berhasil membuat seluruh pasang mata terbelalak lebar. Sekon setelah itu sunyi menjadi satu-satunya kata yang dapat mendeskripsikan keadaan di dalam ruang organisasi sekolah—di mana sedang terjadi pertengkaran hebat di sana.

Pemuda Kim itu menjejakkan kaki di antara dua orang yang sedang tersulut emosi. Upaya untuk menghentikan keduanya justru bukan berbuah manis. Satu kepal penuh mendarat di wajah mulus Hanbin setelah ia mencoba melerai Yunhyeong dan Bobby yang membuat keributan di ruang organisasi siang itu.

Kendati sudut bibirnya telah tertoreh luka dan mengeluarkan beberapa bulir darah segar, Hanbin tidak memutus asanya begitu saja. Meski bokongnya sudah bertabrakan dengan lantai akibat kena pukul, ia kembali berusaha memijakkan kakinya dan berdiri tegak. Tangan besarnya menyeret Bobby, sedang Yunhyeong ditarik oleh Oh Sehun si ketua umum.


RV’s Irene and iKON’s Hanbin | Romance | PG | Oneshot | Siskarikapra©2016


“BERANINYA KAU!!”

Keributan lain terjadi di ruang kelas III-A. Satu-satunya gadis bermarga Bae di sana sudah tak kuasa menahan amarah, ia lepas kendali. Segala indera pada tubuhnya serasa terbakar selepas Bobby membeberkan kejadian yang menjadi topik panas di sekolah hari itu. Mulai dari kejadian di kantin saat istirahat dan segala embel-embel yang menyangkut Joy, teman dekatnya.

Lengan gadis itu telah melayang di udara dan akan menimbulkan suara keras lantaran beradu dengan wajah di hadapannya jika saja satu lengan lain tak menginterupsi. Joy menghalangi aksinya. Dua gadis itu bertemu pandang kemudian Joy berujar,“Tidak, Ren. Tidak dengan cara serendah ini.”

Perlahan emosinya meredam setelah melihat sorot manik teman karibnya yang sangat teduh. Irene mengumpat dalam hatinya. Ia ingin sekali memberi pelajaran pada seseorang di hadapannya karena menurutnya ulah yang ia perbuat kali ini sudah melampaui batas. Beruntung Joy menahannya, kalau tidak, habis sudah. Irene tak bisa melakukan hal ini di hadapan orang banyak. Tidak, tidak lagi. Ia tidak ingin masa lalunya kembali menghantui. Gadis itu menghela napas berat sembari memejamkan mata selagi tangan Joy masih mencengkram lengannya.

“Tidak jadi? Kau takut?”

Suara itu, suara sialan itu, suara yang baru saja keluar dari celah bibir Im Seulgi kembali menguji kesabaran seorang Irene. Dalam hatinya ia menghitung mundur untuk mengontrol diri. Ia tahu, gadis kurang ajar di hadapan wajahnya hanya bermain-main. Bermain-main tanpa tahu apa yang telah disebabkan oleh permainannya sendiri. Bermain-main tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri.

“Apakah kekasih hati seorang Kim Hanbin tidak berani menamparku?”

SLAP

HEOJIJA—SISKARIKAPRA

Mendapat detensi hingga jam sekolah berakhir kedengarannya lebih menyenangkan daripada harus bertemu pandang dengan si keparat Im Seulgi. Kira-kira begitu jalan pikiran Irene ketika dirinya baru saja mendaratkan bokong di salah satu kursi ruang detensi. Segera saja ia menenggelamkan kepalanya di atas meja.

Tak berapa lama setelah ia menelungkupkan kepalanya, suara derit pintu yang terbuka menyambangi rungu gadis Bae itu. Ia tak perlu repot-repot melihat atau sekedar mencuri pandang. Dari aroma yang langsung merasuk ke indera penciumannya, Irene tahu siapa itu.

Bisa ia rasakan seseorang yang baru saja masuk beberapa detik lalu itu mengambil tempat persis di sampingnya. Irene masih tak mengindahkan segalanya. Ia malas berdebat. Gadis itu memejamkan matanya lalu merubah posisi. Ia memiringkan kepalanya dan membiarkan pipi kirinya bertemu dengan permukaan meja yang dingin.

Setelah tak mendeteksi aksi lain setelah beberapa menit, gadis itu mengangkat kelopak matanya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati wajah sialan yang belakangan ini menyita pikiran serta mengganggu waktu tidurnya. Kedua sudut bibir pemuda di depan wajahnya terangkat naik yang menimbulkan terlihat cekungan kecil di sana di pipinya.

Sialan kau, Kim Hanbin.

Buru-buru Irene menarik diri dan sekarang ia dalam posisi duduk yang tegak. Pun hal yang sama dilakukan oleh pemuda di sampingnya.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Alih-alih menjawab pertanyaan Irene, Hanbin justru bertopang dagu sambil mengulas senyum. Ia menatap gadis di hadapannya dalam-dalam sambil bersyukur dalam hatinya karena masih diberi kesempatan untuk berada di jarak yang dekat dengan gadis itu.

Tsk, idiot.” Irene memutar sepasang maniknya

Untuk apa kau bertanya dasar gadis bodoh. Pertahankan harga dirimu! Rutuk Irene dalam hatinya

“Aku sengaja memukul Yunhyeong di hadapan kepala sekolah karena aku ingin mendapat detensi.”

“Kau gila?!”

Hanbin mengangguk,”Saking rindunya padamu aku jadi gila.”

Gadis itu hanya menggeleng apatis. Sudah, ia sudah tidak mempan dengan segala rayuan dan tingkah sok manis seorang Kim Hanbin. Hatinya sudah karam semenjak beberapa hari lalu. Semenjak dirinya memutuskan untuk tidak lagi ingin tersiksa.

Irene kembali pada posisinya yang menggeletakkan kepala dengan satu sisi sebagai alasnya. Kelopak matanya kembali terpejam dan Hanbin dapat mendengar dengan jelas helaan napas kecil yang lolos dari celah bibir gadis itu.

Sekuat tenaga Hanbin menahan dirinya untuk tidak merengkuh gadis di sampingnya. Ia tidak ingin membuat gadis itu terkejut. Lama setelah Irene mendaratkan kepalanya di atas meja, Hanbin hanya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia memuaskan dirinya menatap gadis Bae yang kelihatan sangat damai ketika memejamkan matanya seperti itu.

Hanbin tak dapat memungkiri hatinya yang berdesir ketika memandang Irene. Sesuatu dalam hatinya ingin membenarkan situasi di antara mereka. Namun entah setan apa yang menahan dirinya, Hanbin sendiri tidak paham. Ia tahu gadis yang menyandang status sebagai kekasihnya itu telah mendapat banyak kesulitan dan ia ingin gadis yang dicintainya itu tak lagi tersakiti. Jalan satu-satunya memang putus hubungan, tidak ada jalan pintas atau jalan-jalan yang lain. Sesungguhnya ia ingin tetap hari-harinya diwarnai oleh gadis Bae yang kini tengah terlelap di hadapannya. Ia ingin sekali.

Sementara Hanbin tenggelam dalam pikirannya sendiri, Irene yang tengah memejamkan mata tidaklah benar-benar pergi ke dunia mimpi. Sebenarnya gadis itu menahan sesuatu di dalam rongga dadanya yang serasa dicabik-cabik. Ia hampir terisak, sungguh.

Tak tahan, Hanbin mengelus pelan kepala Irene. Ia menyibak helaian rambut yang menghalangi wajah gadis itu. Selagi Irene merasakan sentuhan Hanbin pada dirinya, setengah mati ia menahan diri untuk tidak meretaskan air mata.

“Menyentuhmu seperti ini saja sejujurnya tidak dapat membayar rinduku yang tertahan,” celoteh Hanbin

“Aku tahu kau banyak tersiksa karena aku. Aku ingin kita tetap seperti ini tanpa kau tersakiti sedikitpun. Tapi aku bodoh. Aku tidak bisa melindungimu.”

Kalimat lanjutan yang ingin ia lontarkan seketika tertahan di kerongkongan. Ia melihat beberapa luka di pelipis gadisnya. Ia menyibaknya lebih dan mendapati lebih banyak goresan di dahi gadis itu. Tuhan, tolong cabut nyawaku sekarang juga, batinnya.

“Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau tersakiti seperti ini?”

Irene berusaha tenang dalam posisinya yang sedang berpura-pura. Ia tidak ingin menangis lagi, tidak.

Hanbin mendaratkan kepalanya tepat di hadapan Irene dan memandanginya lamat-lamat. Mata gadis itu indah sekali, bahkan dalam kondisi tertutup sekalipun. Mata kecil yang memiliki double eyelids itu, mata yang bentuknya seperti kacang almond itu, mata yang memiliki sorot tajam yang membuat Hanbin jatuh hati, mungkin tak akan kelihatan sama lagi.

Hanbin rasa ia akan meledak jika menahannya terlalu lama. Ia mendekat, kemudian mengecup singkat kening gadisnya yang banyak memiliki goresan luka.

Urineun jigeum Heeojigo issneunga?” Hanbin berujar. (arti: sekarang kita putus?)

“Hmm.. Heeojija.” (arti: putus)

Bersamaan dengan lolosnya kalimat itu, sebulir cairan bening menerobos keluar dari pelupuk mata kanan Irene yang kemudian terbuka, lalu tertutup lagi.

“Heeojija, Hanbin-ah.”



-Fin

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "헤어지자 | Break Up"

Post a Comment