Tak bisakah kau tinggal? Sehari saja. Bawa pulang kopermu, kembali bersamaku.
Wonwoo hanya mengikuti kata hatinya. Neuron di otaknya
tak dapat menyampaikan informasi secara utuh setelah ponselnya berdering dan
menampilkan satu pesan baru. Rentetan kalimat yang disampaikan oleh pesan
tersebut terus berputar dalam benaknya selagi tungkainya masih terus berlari
membelah kesunyian malam.
“Won, pesawatku take
off 25 menit lagi. Maaf masih mengganggumu, aku hanya ingin mengucapkan
selamat tinggal. Kau dan aku akan baik-baik saja setelah ini, percayalah.”
Gumpalan rasa yang berkecamuk tersangkut di
kerongkongannya. Bagaimana bisa Claire mengatakan pesan terakhirnya dengan
segamblang itu? Waktu Wonwoo agar tepat sampai bandara tidaklah tersisa banyak.
Dalam hatinya ia hanya berdoa agar Claire belum meninggalkan bandara saat
dirinya sampai, berdoa semoga ia bisa melihat gadis sialan itu barang sedetik
saja.
Seventeen’s
Wonwoo & OC’s Claire | Romance | Oneshot
| PG | Siskarikapra©2015
Entah ia sedang beruntung atau memang Tuhan mendengar
doanya, Wonwoo sampai bandara tepat dua menit sebelum pesawat yang akan Claire
tumpangi lepas landas. Sesuatu dalam rongga dadanya berdentum keras kala
netranya meneliti seluruh penjuru.
Sejemang, Wonwoo merasa bahwa waktu terhenti begitu
saja ketika lensanya membidik tepat ke arah gadis dengan setelan biasa bersurai
coklat sedang mengantri untuk segera masuk ke pesawat. Tanpa diperintah
langkahnya maju begitu saja. Tak sadar, ia berlari. Beruntung Claire berada di
paling akhir antrian.
Wonwoo mendekap gadis di hadapannya begitu saja.
Genangan bening di pelupuk matanya ia tahan sekuat tenaga.
“Kau pikir, kau mau pergi ke mana? Bodoh,” katanya
ketus.
Bukannya jawaban yang Wonwoo dapat, rungunya justru
mendapati dehaman seseorang yang familiar dari balik punggungnya. Refleks, ia
menoleh, dan bola matanya membulat sempurna mengetahui sesuatu yang kini ia
lihat. Buru-buru ia membalik tubuh orang yang ia dekap barusan. Sumpah mati, kalau
boleh, Wonwoo ingin berubah jadi puing-puing saja detik itu juga.
“Dapat mangsa baru, ya?”
Setelah kata itu terlontar dari mulut si empu, telinga Wonwoo
serasa ingin meledak. Segera ia membungkuk dan meminta maaf berkali-kali pada
orang yang ia peluk barusan. Yang dipeluk Wonwoo rasanya tidak marah atau pun
menyesal. Justru terlihat bodoh dan malah tersenyum-senyum sendiri lantaran
orang yang memeluknya tanpa permisi ternyata lelaki yang lumayan tampan.
“Hati-hati, dia itu penj—“
Belum tuntas perkataan itu terucap, Wonwoo justru
membekap mulut yang sedang berbicara itu dan membawanya pergi. Sekali lagi, ia
membungkuk dan meminta maaf.
“Kau gila?” tanya Wonwoo. Nadanya serius, telinganya
memerah.
Sedang yang ditanya justru menggigit bibir sambil
menahan tawa dan tanpa menunggu lama tawa itu pecah seketika.
“Tidak lucu sama sekali, Claire.”
Merasa diremehkan, Wonwoo ingin sekali memukul kepala
gadis yang sedang terpingkal di hadapannya. Sayangnya, ia masih memikirkan
resiko yang akan terjadi jika ia melakukan hal itu. Entah kenapa sesuatu terasa
aneh dalam dadanya.
Melihat perubahan pada air muka Wonwoo, Claire berusaha
mengontrol dirinya untuk berhenti tertawa. Gadis itu yakin setelah ini pasti
pukulan keras menghantam kepalanya. Ia menunggu beberapa detik, namun tak ada
yang terjadi. Yang ada keduanya hanya bertukar pandang tanpa membuat suara
maupun pergerakan yang berarti.
“Won?”
Tak ada jawaban. Jujur Claire tidak suka akan kondisi
seperti ini. Ia lebih suka jika Wonwoo memukul kepalanya dan memakinya
habis-habisan daripada hanya saling tatap tanpa membicarakan apapun. Claire
maju selangkah, berusaha menatap manik lelaki di hadapannya lebih intens. Ia
melihat sesuatu yang lain pada sorot manik Wonwoo, pun ia merasa ada genangan
air di sana—kalau tidak salah lihat sih.
“Won? Kau kenapa?”
Beberapa sekon setelah itu, terdengar bunyi TAKK yang lumayan nyaring. Telunjuk Wonwoo
menggentik dahi Claire cukup keras, ia yakin akan ada perubahan warna pada
kulit dahi gadis itu setelahnya.
Herannya, Claire tidak protes. Ia hanya meringis
sembari mengusap dahinya yang terasa panas. Kemudian menatap Wonwoo
takut-takut. Sungguh, melihat pemandangan itu Wonwoo tidak yakin jika dirinya
akan baik-baik saja jika memang benar Claire harus meninggalkannya.
Tangan Wonwoo tengah melayang di udara ketika Claire
refleks menutup matanya rapat sambil menunduk. Mengantisipasi dirinya dari
teriakan yang mungkin akan terdengar memalukan setelah Wonwoo memukul
kepalanya. Alih-alih memukul kepala gadisnya, Wonwoo justru mendekapnya erat.
Ingin sekali ia membobol bendungan yang ia buat sendiri
di pelupuk matanya, tetapi ia tidak yakin. Tidak ingin terlihat lemah di
hadapan gadisnya sendiri. Wonwoo mendekap Claire semakin erat seraya menghirup
wangi tubuh yang kiranya sulit untuk ia rasakan lagi. Jujur, mungkin terdengar
konyol, tapi faktanya ia tidak ingin gadis itu pergi.
“Won? Bicara dong. Aku takut kalau kau diam begitu,”
kata Claire yang masih didekap erat oleh Wonwoo. Mungkin napasnya akan putus
jika berlama-lama dalam posisi itu.
Perlahan, Wonwoo melepaskan Claire. Melihat wajah gadis
itu ia merasa sesuatu dalam dadanya luntur begitu saja. Tak berapa lama
kemudian sebuah kurva melengkung di wajah Claire, membuat dirinya kembali
merasa tak dapat mengahadapi kenyataan.
“Apa rahasiamu agar bisa tersenyum seperti itu saat kau
akan pergi meninggalkanku?” tanya Wonwoo
Lagi, simpul sederhana terpatri di wajah Claire. Ia
menunduk sejemang, kemudian menatap Wonwoo lagi, "Kau akan baik-baik saja, Won.
Begitu juga aku.”
“Bagaimana aku bisa baik-baik saja saat pesawat yang
kau tumpangi membumbung tinggi dan membawamu pergi ke belahan dunia lain, Claire?
Bagaimana bisa?”
Tanpa diminta, gadis yang pucuk kepalanya hanya sebatas
dagu Wonwoo itu memeluk dirinya erat. Melingkarkan kedua lengannya pada
punggung besar Wonwoo. Menempelkan telinganya di dada Wonwoo agar bisa
mendengar dan membuktikan bahwa sesuatu di dalam sana masih berdetak tidak
normal hanya untuknya. Tak sadar, Claire tersenyum.
“Haruskah kau pergi hari ini? Tidak bisa besok saja?
Aku tak ingin membiarkanmu pergi. Kapan kau akan kembali? Tak bisakah kau
merasakan apa yang aku rasakan, Claire?”
Rungu Claire dipenuhi pertanyaan bertubi-tubi dari
lelaki idiot di hadapannya. Bukannya menjawab, ia justru mendongakkan
kepalanya, menatap lelaki itu dalam.
“Aku pasti kembali, Won. Aku hanya meneruskan
pendidikan, bukan pindah kewarganegaraan, ingat?”
“Aku tidak ingin berada jauh darimu. Bagaimana kalau
nanti kita benar-benar—”
Wonwoo tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
“Apa? Putus?” tanya Claire
“Jangan katakan itu! Ah, sudahlah!”
Wonwoo mengacak rambutnya kasar, sebenarnya kehabisan
kata-kata. Tak lama berselang, terdengar suara langit bergemuruh serta angin
bertiup kencang diiringi dengan rintikan air hujan yang semakin lama semakin
menderas.
“Lihat? Alam saja tak menginginkan kau pergi, Claire.”
“Eh— belajar gombal dari mana, Won?”
“Kau tahu? Sikapmu yang seperti itu yang membuatku
tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja, Claire.”
“Baiklah, aku lebih baik pergi sekarang juga.” Claire
berbalik, menarik kopernya meninggalkan Wonwoo.
“Kau terlambat, Nona. Pesawatmu lepas landas lima menit
yang lalu,” kata Wonwoo sambil tersenyum jahil
Refleks Claire melirik arloji yang melingkar di
pergelangan tangannya kemudian ia menggeleng singkat. Setelah itu, terdengar
instruksi dari pengeras suara bahwa pesawat tujuan Amerika akan segera lepas
landas dan diharapkan penumpang tujuan tersebut untuk segera memasuki pesawat. Claire
menjulurkan lidahnya ke Wonwoo lantas segera melangkahkan kakinya tergesa-gesa.
Wonwoo terkesiap. Segera ia menarik kembali Claire ke
dalam dekapannya.
“Tak bisakah kau tinggal? Sehari saja. Bawa pulang
kopermu, kembali bersamaku. Masih ada hari esok, kan? Kau tak bisa pergi begitu
saja, Claire. Pikirkan jika kau yang berada di posisiku sekarang, kumohon.”
Tak tahan lagi, bendungan yang sekuat tenaga ia buat
dan ia pertahankan akhirnya tak sanggup lagi menahan dorongan yang juga ia buat
sendiri. Ya, Wonwoo menangis. Claire merasakan tubuh lelaki itu bergetar,
hatinya mencelus, ingin menangis juga.
“Won, bersikaplah dewasa!”
Claire melepaskan diri. Ibu jarinya mengusap pipi Wonwoo,
menghapus bekas jalur air yang meretas dari matanya.
“Kau harus temukan dan wujudkan cita-citamu juga, kan?
Lagipula mungkin kau bisa dapat gadis yang lebih baik daripada aku. Yang tidak
keras kepala dan suka menjahilimu. I’m
totally fine with it.”
“Jadi, kau mengakhiri hubungan kita?” tanya Wonwoo
“Tidak, sungguh. Aku hanya memberi tahumu kalau saj—”
Belum tuntas, bibir Claire sudah bungkam terlebih
dahulu lantaran sepasang bibir Wonwoo mendarat pada sudut bibirnya.
“Jangan katakan apapun. Yang aku mau hanya kau,” Kata Wonwoo
Kali ini bibirnya berpindah tempat ke sudut bibir Claire
yang satunya lagi.
“Jadi jangan bicarakan gadis lain di hadapanku. Aku tak
ingin siapapun, kecuali dirimu.”
Sentuhan terakhir, Wonwoo mengecup singkat ujung hidung
Claire kemudain naik ke keningnya. Setelah itu, Wonwoo merasakan sekujur
tubuhnya bagai tak bernyawa, kebas. Ia serasa dihantam sesuatu yang begitu
keras dan diguyur oleh hujan disertai badai.
Setelah kelopak matanya terbuka lebar, Wonwoo mendapati
dirinya basah kuyup. Di sampingnya, Claire terlihat bagai beruang yang
dibangunkan saat sedang hibernasi. Bingung, ia bertanya, “Apa?”
“Kau mimpi apa, sih? Dasar mesum!” teriak Claire
Wonwoo terbelalak. Dia baru sadar bahwa mereka sedang
berada di perpustakaan sekolah dan masih berseragam. Ia menatap Claire bingung,
kemudian memutar otaknya mencoba merangkai potongan-potongan ingatannya yang
samar.
“Kenapa seragamku basah?” tanya Wonwoo.
“Aku yang menyirammu, kenapa? Tidak suka?” tanya Claire
balik.
“Aku kan bertanya, kau harusnya menjawab, bodoh!”
“Siapa yang kau sebut bodoh? Bodoh!”
Claire segera mengemasi barang-barangnya. Kemudian
mengembalikan buku ke tempatnya semula tanpa memedulikan Wonwoo yang masih
kebingungan. Ia ingin segera meninggalkan perpustakaan kalau saja kerah
seragamnya tidak ditarik dari belakang. Mau tidak mau, ia menoleh, “Apa lagi,
sih?!”
“Sejak kapan kita di sini?”
Claire geram bukan main. Jeon Wonwoo memang dasar,
lelaki idiot itu selalu saja membuat Claire naik pitam.
“Sejak kapan? Sejak jam pelajaran hari ini berakhir.
Sejak seseorang mengajakku berdiskusi bersama tentang materi fisika untuk ujian
akhir sekolah tetapi dia malah tertidur di bahuku. Sejak itulah kita di sini.
Sekarang, aku pulang. Okay?”
Wonwoo tergeming, masih belum memahami keadaan.
Selangkah Claire maju, kali ini lelaki itu menarik lengannya untuk tetap
tinggal.
“Aku ketiduran, ya?” tanyanya.
“MENURUTMU?!!” teriak Claire sewot.
“Jadi, kau tidak akan pergi ke Amerika, kan?”
“Bicara apa sih, Won?”
Alis Wonwoo bertautan seiring dengan dahinya yang
memperlihatkan lipatan-lipatan kecil. Air mukanya berubah drastis setelah itu.
Ia merengkuh Claire dalam pelukannya dan mendekap gadis itu erat-erat seakan
tak ada hari esok.
“Kau mulai lagi. Tadi hampir saja kau menciumku, tahu.”
Kata Claire kesal
“Yang benar?”
“Untuk apa aku berbohong? Lihat saja bajumu yang kuyup.
Kau mengerikan kalau seperti itu, tahu.”
“Memangnya aku bagaimana tadi saat ingin menciummu?”
“Kau menarik kepalaku seperti ini, dan bibirmu it—”
Claire menangkupkan tangannya pada masing-masing sisi
wajah Wonwoo dan menarik kepalanya kasar sehingga wajah mereka hampir
bersentuhan. Saat Claire hendak menirukan bibir Wonwoo, lelaki sialan itu
memajukan wajahnya dan mengecup singkat sepasang bibir mungil Claire. Ia
tersenyum jahil setelah itu.
Refleks Claire menarik diri. Jelas-jelas bingung dengan
perilaku Wonwoo yang konyol. Rasa panas menjalar di seluruh permukaan wajahnya.
Sejemang, ia menunduk kemudian menatap Wonwoo yang masih tersenyum seperti
orang idiot.
“Seperti ini, ya?”
Lagi, Wonwoo menggoda Claire. Keadaan berbalik, ia
menangkupkan tangannya di kedua pipi Claire, memiringkan wajahnya ke arah yang
berlawanan dan kembali mendaratkan bibirnya pada milik Claire. Tidak lama, tapi
sukses membuat gadis di hadapannya semerah tomat.
“Tidak lucu, Won!”
Claire lari setelah itu, meninggalkan Wonwoo yang
terkikik geli di belakang punggungnya.
“Hey! Tunggu! Jangan Pergi! Kau suka, kan?!”
FIN
0 Response to "Stay with Me"
Post a Comment