RV’s
Wendy, Irene and NCT’s Taeil, Taeyong, Doyoung
PG | Romance, friendship, entertainer life, etc | Chapter (3/unknow)
Ayame Yumi @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
PG | Romance, friendship, entertainer life, etc | Chapter (3/unknow)
Ayame Yumi @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
Aku membanting seabrek
berkas-berkas di atas meja. Seharusnya aku telah lepas pekerjaan setelah
meliput acara konferensi pers kala itu, tetapi karena mbak Maya yang tiba-tiba
harus meninggalkan pekerjaan karena ada urusan pribadi jadi Pak Cahyo
melimpahkan segalanya padaku. Aku tak bisa dengan mudah menolaknya jadi dengan berat hati aku akan
mengerjakan semua pekerjaan mbak Maya.
Aku membenarkan letak kacamata sekilas sambil
membiarkan jemari lainnya menari di atas keyboard komputer lipat. Sesekali aku
menggerutu sebal, mendesah kesal, serta merutuki diri sendiri yang mau-maunya
mengerjakan pekerjaan ini.
“Ini kopi—“
“Oh iya, Mbak,” sahutku cepat sambil menyesap kopi itu,
tetapi kemudian aku tersadar, “Aku kan belum pesan.. —Taeyong?” Pemuda itu
tersenyum.
“Apa kabar?”
“Ba—ik,” jawabku terbata. Mengingat jikalau Taeyong
adalah seorang artis, aku bergegas membereskan berkas-berkas serta melipat
laptop, “Kamu di sini juga?” tanyaku kemudian langsung menariknya sehingga dia
duduk di kursi di sampingku seraya menutupi wajahnya dengan berkas-berkasku. Taeyong
hanya tersenyum melihat tingkah berlebihan yang keluar begitu saja dari diriku.
“Hmm, aku haus dan ada kedai kopi, jadi aku mampir.
Kamu sendiri sedang apa di sini?” dengan santai ia menjawab. Padahal aku sudah
bingung begini, karana dia muncul di tempat ramai tanpa kostum yang tepat.
“Oh.. aku cuma.. bersantai. Akhir-akhir ini aku penat
dengan lingkungan kerjaku jadi aku mampir ke sini,” jawabku cari-cari alasan.
“Ternyata kita sama, ya? Aku juga merasa seperti itu.
Akhir-akhir ini banyak sasaeng fans
yang mengikutiku kemanapun aku pergi. Dan sepertinya aku baru saja bertemu
dengan salah satu dari mereka di tempat syuting. Aku sungguh lelah menanggapi
mereka yang tak henti-hentinya berperilaku gila.”
Aku mengangguk-anggukkan kepala. “Kenapa tidak mengajak
bicara baik-baik saja? Siapa tahu mereka mengerti dan menurutku kamu lebih gila
karena muncul di tempat umum tanpa menggunakan pakaian tertutup.”
Sekilas senyum manis mampir di antara kulit putihnya
kemudian wajah serius menggantikan ekspresi pemuda itu dilengkapi dengan
gelengan kepala tegas. “Kamu tidak tahu bagaimana gilanya seorang sasaeng fans?” Kemudian menghela napas
berat, “Mereka tidak akan pernah berhenti mencari informasi tentang idola yang
mereka sukai. Bahkan ada dari mereka yang sudah kelewat gila ingin menjadi kekasih
dari idola mereka sendiri.”
“Sebegitu gilanya, ya, mereka?”
“Yap! Dan aku pernah beberapa kali mengalami kejadian
tak mengenakkan karena mereka. Dulu ada dari mereka yang berhasil menemukan dormku dan sering mengganggu jam
istirahatku dengan mengetuk pintu dan meninggalkan kartu ucapan yang kelewat
batas. Ada juga yang gila, dia mencuri pakaian dalamku dan—aku yakin dia sudah
kehilangan kewarasannya, dia menjual pakaian dalamku!”
Aku tertawa kecil mendengarnya. Hendak aku bertanya,
tetapi Taeyong sudah melajutkan kisahnya.
“Bahkan baru-baru ini aku bertemu seorang sasaeng fans. Dia seorang gadis berusia
enam belas tahun dari Jepang. Wajahnya sangat imut menggemaskan, sayangnya, dia
kehilangan kewarasannya.”
“Dia kenapa?” tanyaku antusias.
Taeyong menggeleng, “Tidak-tidak.. aku tak akan
menceritakan hal ini pada siapapun.”
“Aku tipe orang yang selalu menyimpan rahasia dengan
baik. Katakan saja padaku, hm?”
Taeyong mengusap tengkuknya, nampaknya ia sedang
menimbang-nimbang akan memberitahuku atau tidak.
“Janji tidak
akan membeberkan pada siapapun?”
Aku mengacungkan jari kelingking. “Janjiku selalu
kujaga.”
Taeyong tersenyum menanggapiku, kemudian menautkan jari
kelingkingnya, “Setahuku dia bernama Yuki. Dan dia.. dia mengatakan hal tak
senonoh padaku saat di bandara.”
Aku terhenyak, “Me.. ngatakan.. apa?”
Taeyong berdeham, “Taeyong
Oppa, ayo lakukan hal ini denganku,” katanya sambil menunjukkan tanda kutip
menggunakan kedua jemari tangan. “Begitu katanya. Nggak sopan banget kan?”
Aku melihat jam tangan berwarna emas dengan rantai yang
terbuat dari batu-batu kecil melingkar, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Seperti biasa, waktu selalu berjalan cepat tanpa menghiraukan kita yang tengah
lelet mengerjakan ini-itu. Tapi perbincangan kali ini benar-benar mengasyikkan,
membuatku enggan beranjak dari situ. Taeyong melihatku dan berhenti bicara.
“Ah ya, ini sudah malam, pukul berapa sekarang? Kamu harus
segera kembali benarkan?”
Aku hanya mengangguk. “Maafkan aku, tapi aku tak bisa
lebih lama lagi di sini.”
“Aku akan mengantarmu,” ujar Taeyong sambil
bersiap-siap.
“Tidak-tidak, aku bisa menelepon Taeil untuk
menjemputku. Kau pulang saja, pasti orang-orang sedang bingung mencarimu,”
tolakku halus sambil mengedipkan sebelah mata.
Taeyong tersenyum. “Taeil?”
“Oh, Taeil itu tetangga flatku, aku berada di lantai dua dan dia berada di lantai satu, dia
sering aku mintai bantuan, jadi..”
“Wendy!” Suara Taeil memanggilku.
“Dan itu adalah Taeil jadi aku pulang dulu, bye.“ Tanpa menunggu jawaban Taeyong aku
segera menghampiri Taeil.
“Bagaimana mungkin kamu selalu tahu di mana aku
berada?”
“Jangan ge-er, aku cuma kebetulan di situ dan
melihatmu,” jawab Taeil sambil menjitak kepalaku. Aku tersenyum dan mengelus
kepala kemudian menaiki motor Taeil dan juga mengenakan helm.
“Halo, Wendy...
Tidak-tidak aku tidak membutuhkan apa-apa, aku baik-baik saja, aku hanya ingin
mengatakan kalau hari ini syuting video klip Taeyong akan dimulai. Doakan aku
agar berjalan lancar.”
“Tentu
saja, aku selalu mendoakanmu. Kamu harus all out ya, aku pengen liat kamu bagus
di MV-nya nanti. “
“Oke, baiklah aku pergi dulu. Sampai jumpa.”
Joohyun memasuki studio yang akan digunakan untuk take syuting. Banyak dekorasi yang
terpasang, semua orang sedang sibuk mengatur ini-itu.
“Oh, Joohyun, sebaiknya kau segera ke ruang make up dan bersiap-siap, satu jam lagi
kita take.”
“Baik.”
Taeyong juga ada di ruang make up. Dia sedang bercanda dengan salah satu penata rambutnya. Taeyong
yang Joohyun lihat sangat berbeda hari ini, tawanya lebih lepas dan lebih
bahagia daripada pertama kali ia datang ke Indonesia. Sepertinya ia sedang
dalam mood yang baik. Joohyun mengenal
Taeyong sejak mereka bekerja sama di acara drama dua tahun yang lalu. Taeyong
bukan tipe orang yang mudah untuk merasa gembira setelah mengalami masa sulit
seperti kebosanan yang melandanya beberapa hari kemarin, dan hanya hal-hal yang
dianggapnya menarik saja yang bisa membuat moodnya
membaik.
“Halo semua, apa kabar? Saya Joohyun yang akan menjadi partner Taeyong dalam pembuatan video
klip kali ini.”
“Oh, ini Bae Joohyun? Cantiknya, sini saya make up. Kemudian ganti kostumnya.
Sutradara Lee akan marah kalau sampai terlambat,” ujar penata rias itu ramah.
Awan mendung menggantung
di kotaku, angin berembus kencang, membawa beberapa sampah kertas berterbangan.
Sebentar lagi hujan, batinku. Aku
menengok ke arah jendela, mencari kesegaran, aku merasa bosan seharian di dalam
kamar flat. Ya, hari ini adalah hari
Minggu, aku absen pergi bekerja. Beberapa tetes air mulai menempel di jendela.
Hujan sudah turun. Aku bangkit dari kursi dan menutup jendela. Beberapa hari
yang lalu, ruangan ini ramai oleh gelak tawaku dan Joohyun, sedang apa dia
sekarang?
Tiba-tiba dering ponsel menggema dalam runguku, segera
kuraih benda persegi panjang yang tergeletak manis di atas meja. Lengkung di
bibirku seketika mengembang, “Joohyun-ah!”
seruku gembira mengalahkan audio derai hujan.
“Hei,
kau ini! Suaramu membuat gendang telingaku berdenyut.”
Tawa renyahku langsung membaur dengan udara, “Hahaha.. mianhae[1],”
“Kau
merindukanku? Benar kan? Hehehe..” Joohyun terkekeh dari
seberang sana.
“Eiyy.. tidak, aku tidak merindukanmu. Oh iya, ada apa
menelponku?” elakku, segera mencari jalur pembicaraan lain.
“Sepertinya aku
meninggalkan salah satu busana syuting di flatmu. Bisakah kau membawakannya
padaku? Masalahnya baju itu akan dipakai hari ini.”
Mendengar pernyataan itu, bergegas aku menelusur
lemari.
“Pakaian
berwarna merah jambu.. emm.. dress! Ya, dress warna merah jambu. Sepertinya aku
meletakkan di—“
“Ketemu!”
“Benarkah?
Syukurlah. Maka.. kau bisa kan mengantarnya ke tempat syutingku? Alamatnya akan
aku kirim lewat SMS, bagaimana?”
“Hm, aku tipe orang yang setia kawan, jadi aku akan
membawakannya untukmu, Cantik.”
“Tapi,
ini hujan. Bagaimana? Hey, Wendy..”
Aku sudah menutup sambungan tanpa tahu Joohyun
meneriakan namaku. Aku tahu hujan sedang lebat di luar sana, tapi Joohyun
membutuhkan dress itu dan itu
menunjang karirnya.
Aku berlari dengan
bertameng di bawah jaket menuju studio tempat Joohyun melakukan syuting. Tentu
saja aku tidak berlari dari flatku
sampai ke sini, tapi aku menggunakan bus. Sehubung baru pertama kali aku
kemari, perlu bertanya pada beberapa staff
supaya aku bisa menemui Joohyun.
Ayunan kaki menuntunku sampai ruang make up, tapi tak bisa kulihat
keberadaan Joohyun. Iris gelap mataku melirik ke sana-ke mari, namun hanya
kesibukan para staff yang mampu
ditangkap oleh retina mata. Aku melenguh, di mana sebenarnya anak itu?
Sebuah sentuhan mendarat di pundakku, memberi efek
kaget ringan. Sontak aku menoleh dan mendapati rupa orang yang ku kenal tengah
tersenyum ramah.
“Sedang apa di sini?”
“Oh, ini..”
“Wendy?” Aku menoleh, Joohyun tengah berdiri menyapaku
ramah.
“Maaf, ya. Pasti kamu kebingungan mencariku kan? Tadi
aku harus pergi ke.. toilet sebentar,” kata Joohyun sedikit canggung, sekilas
melirikku dan sekilas melirik Taeyong. “Kalian sudah saling kenal?”
“Hm? Oh.. sudah, tentu saja.”
“Baguslah kalau begitu. Aku senang partner kerjaku dan teman dekatku bisa saling mengenal.”
“Baiklah, kalau begitu aku bisa meninggalkan kalian
berdua. Aku harus segera mengganti pakaian sebelum sutradara itu memarahiku
lagi,” ujar Joohyun seraya berlalu.
Kepergian gadis cantik itu menyisakan keberadaanku dan Taeyong.
Hanya kami berdua di tengah riuh ramai kesibukan orang-orang. Sekilas aku
melirik Taeyong canggung. Ada perasaan ingin membuka percakapan, tetapi entah
mengapa rasanya sulit sekali memilah kata yang cocok.
“Bagaimana kalau kita duduk di sana dulu?”
Kepalaku langsung terangkat cepat, “Ah, tidak, tidak
usah. Aku akan langsung pulang saja.”
“Di luar masih hujan, Wendy. Jika kamu tetap bersikukuh
untuk pulang, mungkin esok hari kau akan sakit. Sudahlah, tak ada salahnya juga
kan duduk di sana?” ujarnya seraya menunjuk salah satu tempat yang tak terlalu
ramai, “Lagipula kau juga bisa melihat betapa menariknya konsep video klip
ini,” katanya sambil menatapku dengan rinai wajah yang lucu. Membuatku
mengeluarkan sedikit tawa kecil.
“Baiklah, jika kau memaksa, Taeyong-ssi,” jawabku akhirnya, dihiasi senyum
tipis.
—TBC
0 Response to "All of Sudden #3"
Post a Comment