Luhan, OC’s Kiara
| PG
| Chapter
(1/unknow) | Romance, friendship
Irish @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
Irish @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
Prolog
Kiara, gadis berusia 21
tahun ini sudah menikah dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua
darinya. Menikah dengan seseorang yang lebih tua memang hal yang biasa tapi ada
sesuatu yang berbeda dari itu, yaitu
suaminya. Ya, ia adalah bintang internasional, seseorang yang digandrungi
banyak perempuan di dunia. Bagaimana ia kenal dengan cintanya benar-benar hal
yang tidak terduga. Dulu ketika usianya baru menginjak 17 tahun, Kiara tidak
sengaja melihat saudaranya sedang menonton acara variety show. Acara itu
menampilkan boy band asal Korea Selatan, yaitu EXO. Kiara awalnya hanya sekadar
ikut-ikut menonton dan beberapa kali mengomentari member dari boy band itu.
“Menurutku ini yang ganteng, Mbak,” ucap Kiara pada Tatyana—sepupunya—
dengan jari menunjuk orang berjaket hijau.
“Itu Luhan namanya, tapi sekarang dia udah keluar dari EXO,”
jelas Tatyana. Kiara hanya mengangguk-angguk dan terus mengamati.
Suatu saat Kiara dan sepupunya kembali menonton acara
boy band EXO dari video yang baru di download oleh Tatyana. Mereka menyaksikan
dan menyimak dengan baik, bahkan Kiara dan Tatyana tertawa lepas ketika salah
satu member mengatakan sesuatu yang lucu. Kiara bersama Tatyana saling mengomentari acara itu. Di akhir acara, Kiara
menyadari bahwa grup ini memberinya semangat positif pada fans lewat lagu-lagu
yang dinyanyikan. Mereka benar-benar menghargai dan membutuhkan fansnya. Ada sesuatu
yang mengusik hati Kiara, ia merasa tertarik dengan boy band ini. Lewat
berbagai macam music video mereka yang lama, Kiara mulai mengenal satu persatu
dari mereka, tentu saja dengan bantuan Tatyana.
Kiara merasa sesuatu hal yang menunjukkan rasa kehilangan
ketika melihat mereka tak berjumlah sama seperti dulu. Kegembiraan,
kebersamaan, dan kekompakan mereka seperti telah melekat padanya. Ketika
melihat mereka tidak lengkap ada sesuatu yang mengiris batin Kiara.
Hari-hari berlalu, Kiara mulai mengikuti Luhan di akun media
sosialnya karena Kiara menyukai Luhan dan berpikir karena Luhanlah ia mengenal EXO.
Pembicaraan Kiara dan sepupunya mengenai member EXO terus berlanjut. Hal itu
pun membuat keduanya kembali akrab, mengingat lebih dari dua tahun mereka
disibukkan dengan urusan masing-masing.
Ketika mereka tak bertemu akibat Kiara harus kembali ke
rumahnya yang jauh dari rumah Tatyana, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada pesan
masuk di media sosialnya. Kiara segera membuka pesan tersebut, dan betapa senangnya
karena pesan itu berasal dari Tatyana. Sepupunya itu mengirimkan foto Luhan.
Kiara tersenyum dan tertawa saat melihat foto Luhan.
Pesan itu berlanjut hingga merambat membicarakan member lain. Dari pesan itu Kiara
memiliki ide untuk mengirim pesan kepada Luhan. Ia sudah berpikir bahwa
pesannya akan dibaca Luhan memiliki peluang yang sangat kecil. Mengingat betapa
sibuknya aktivitas keartisan yang dilakoni Luhan dan mungkin banyak sekali
pesan yang masuk dari para penggemar yang berjumlah jutaan itu. Kiara hanya
sepertjutaan, ia nampak kecil, tapi apa salahnya mencoba?
Kiara mulai mengetik dengan kalimat sederhana, “Luhan-ssi, FIGHTING!” hingga beberapa hari berlalu, tentu saja pesan itu tak
ada jawaban. Kiara telah memasrahkannya kepada yang di atas.
Hingga berbulan-bulan berbagai macam pesan yang
ditulisnya tak pernah mendapat balasan. Kiara tak masalah dengan hal itu, ia
tetap mengirimkan pesan, mulai bertanya bagaimana kabar Luhan, menyemangati,
bertanya berbagai hal, hingga menulis kehidupannya. Ini menjadi tumpahan
perasaan Kiara di saat ia bingung harus bercerita pada siapa, ia akan selalu
menulisnya di situ.
Hingga pada sore hari, ketika Kiara kelelahan dengan
pelajaran di sekolah tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas-malasan Kiara
membuka sebuah pesan. Kiara sungguh tak percaya, Luhan membalas pesannya.
Tangan Kiara bergetar, keringat mengucur di dahinya, bahkan susah payah ia
menelan saliva.
Memang sebenarnya jawaban Luhan hanyalah singkat, “Thank for all,” tapi itu sudah
cukup untuk menjawab penantian Kiara. Ia
pun bergegas mengetikkan rangkaian kata.
“Luhan-ssi
benarkah itu kau? Yang membalas pesan ini?”
Kiara menunggu jawaban tapi tak jua ada pesan masuk.
Hingga tujuh hari terlewati, barulah pesan itu mendapat jawaban. Dari situ Kiara
mengenal Luhan dengan baik. Di padatnya kesibukan Luhan, Kiara datang membawa
suasana menyenangkan. Suatu hari Luhan mengeluh mengenai rasa lelah yang amat
dirasakannya atas segala kesibukan artis. Kiara mengkhawatirkan sesuatu dari Luhan,
hingga ia pun memutuskan untuk mengetikkan sesuatu.
“Luhan-ssi,
tolong jangan meminum alkohol di saat seperti ini. Itu tidak bagus untuk
kesehatanmu. Kamu harus tetap sehat.”
Dengan kebetulan sekali Luhan sedang online, “Terima
kasih Kiara, kau sudah mengkhawatirkanku. Aku tidak akan minum. Aku tahu itu,
lagipula besok jadwalku juga padat.”
“Luhan-ssi,
aku memiliki sesuatu yang mungkin dapat membuatmu merasa damai. Tapi ini tidak
seharusnya aku...” Pesan itu menggantung.
“Kiara, berikan itu. aku tahu kau tidak akan berbohong
padaku.”
Lama sekali Kiara tidak menjawab. Luhan merasa bersalah
atas apa yang dikatakannya lewat pesan itu. Luhan melirik jam pada ponselnya,
hari sudah malam. Luhan harus segera istirahat. Ia pun memutuskan hendak pergi
ke kamar mandi untuk menggosok gigi, namun baru beberapa langkah sebuah pesan
membuatnya berbalik.
Pesan berupa audio berdurasi tiga menit dari Kiara
dengan pesan di bawahnya, “Aku meminta temanku saat aku berusia 15 tahun. Saat
itu aku lelah sekali, perasaanku gusar, temanku merekamnya untukku. Saat aku mendengarkan
suara ini, perasaanku menjadi damai. Hatiku merasa sejuk Luhan-ssi. Aku harap kau merasakan hal yang
sama.”
Luhan tersenyum. Ia mengambil earphone lalu menekan tombol play
seraya berbaring di atas ranjang. Suara itu melantunkan kata-kata asing yang
sama sekali tak Luhan ketahui apa artinya.
Namun ia tak membutuhkan arti untuk mengerti. Suara itu
terdengar lembut, indah dan mendamaikan. Luhan memejamkan mata. Ia merasa
beban-beban yang sedari tadi menempel di tubuhnya seketika jatuh berguguran.
Tiga menit terasa singkat. Luhan jatuh cinta pada lantunan itu. Ia mengulangnya
dan jatuh tertidur hingga pagi.
“Kiara, ke marin itu apa? Lantunan itu benar-benar
mengobatiku. Terima kasih.”
“Itu lantunan ayat suci Al Quran.”
Sejak saat itu Luhan tertarik. Ia meminta Kiara untuk
mengirimkan lantunan yang lain. Di sela-sela kesibukan, Luhan mencari informasi
di internet tetang Al Quran. Enam bulan berlalu, Luhan memutuskan menjadi
mualaf. Kiara yang mendengar hal itu teramat senang. Luhan berkata bahwa ia
ingin menemui Kiara di negaranya. Kiara menolak, biarlah ia saja yang pergi ke China.
Penerbangan tidak disukai Luhan karena fobia dengan ketinggian. Namun Luhan
menolak dengan alasan sudah mengambil break
untuk beberapa minggu. Kiara tak punya pilihan lain sehingga dengan berat hati
ia mengiyakan.
Sabtu sore setelah pulang sekolah, Kiara pergi ke
bandara untuk menjemput Luhan. Luhan bilang ia tak membawa pengawalan karena
itu akan mencurigakan. Sebelumnya Kiara sudah pernah mengirimkan fotonya pada Luhan.
Tentu saja bukan foto yang diedit-edit, ia memberikan foto wajah aslinya tanpa
efek apapun. Namun untuk jaga-jaga ia membawa papan bertuliskan namanya, tidak
mungkin kan nama Luhan yang ditulis di papan itu? Nanti bisa-bisa banyak orang
yang langsung mengerubungi pemuda itu, terutama para LuhanStand.
Selama beberapa minggu itu Luhan menginap di rumah Kiara.
Luhan menggunakan kamar kakak Kiara yang sedang bersekolah di luar kota. Di sana
Luhan belajar lebih dalam tentang agama. Tak terasa waktu melesat cepat. Luhan pun
harus kembali.
Malam hari Luhan sudah mengepak kembali barang-barang
ke dalam koper berukuran sedang. Rasanya berat memang untuk meninggalkan rumah
yang telah mengajarkannya banyak hal baru. Tapi mau bagaimana lagi? Jadwal
cutinya harus berakhir di sini. Toh, lain kali mungkin ia bisa kembali
berkunjung.
Pagi harinya, Kiara mengantar Luhan ke bandara. Sambil
menunggu pesawat, mereka duduk di sebuah bangku. Luhan menggunakan masker dan
topi, namun ketika bicara suaranya masih terdengar dengan jelas.
“Kiara, terima kasih untuk tiga minggu ini. Aku akan
kembali lagi.”
“Luhan-ssi,
aku tak percaya bahwa aku bisa menjadi temanmu,” kata Kiara menahan haru, “Aku
akan selalu mendoakanmu di sini. Di sana kau harus baik-baik saja. Jangan sakit-sakit,
janji?” Kiara melanjutkan kata-kata perpisahan dan diakhiri dengan menggantung
jari kelingking di hadapan Luhan.
Luhan ingin sekali memeluk gadis ini, namun ia tahu itu
tidak bisa. Ia mengangkat tangannya dan menautkan kelingking. Di balik masker
wajahnya, bibir Luhan mengembang membentuk setengah lingkaran dengan sempurna.
Hari-hari berjalan seperti biasa. Luhan dengan
kesibukannya. Sedangkan Kiara sudah berusia sembilanbelas tahun. Ia kuliah di
luar kota, meninggalkan kota kecil yang selama ini menjadi tempat tinggal penuh
kenangan. Hubungannya dengan Luhan berjalan dengan baik. Keduanya masih saling
berhubungan meskipun tak begitu sering, karena Kiara memaklumi dunia keartisan Luhan.
Hal yang membahagiakan datang di umur Kiara yang ke
duapuluh tahun. Saat ulang tahunnya, Luhan datang membawa bahagia. Ia memberi
ucapan selamat tanpa diketahui Kiara. Tentu saja Luhan hapal rumah Kiara,
walaupun sesekali harus menciptakan banyak kerutan di kening karena memorinya
sedikit memburam. Meski hanya sekali ke sana tapi banyak kenangan yang
menyenangkan di rumah sederhana itu, yang membuat Luhan akan selalu mengingat
di mana letaknya.
Di hadapan orangtua Kiara, Luhan melamar gadis berhijab
itu. Kiara sungguh tak menyangka. Ia teramat senang. Pernikahan mereka pun
dilaksanakan tiga bulan berikutnya. Hingga satu tahun berlalu yaitu saat usia Kiara
21 tahun, jikalau sedang tak sibuk, ia akan menjadi asisten pribadi Luhan.
Contohnya saat ini, di ruang make up.
Kiara sedang merias Luhan. Dengan sedikit candaan, mereka berbicara hangat.
Satu jam lagi Luhan akan tampil dalam acara amal di Beijing.
“Sudah selesai, sekarang kau tampak cantik,” goda Kiara.
Ia tahu kalau Luhan disebut-sebut sebagai beautiful
man. Luhan mendelik ke arah Kiara, namun wanita itu tak menghiraukannya. Ia
sibuk merapikan alat make up.
Ketika giliran Luhan untuk tampil segera datang, Kiara
memberikan semangat penuh antusias untuknya, “Fighting!” seraya
mengepalkan tangan kanan di depan wajah.
Luhan tertawa kecil sambil mengepalkan tangan seperti
yang dilakukan Kiara, “Aku akan menampilkan yang terbaik!”
Kiara mengangguk mengerti. Ia mengibaskan kedua tangan beberapa
kali ketika nama Luhan sudah dipanggil oleh staf yang mengurusi acara siang
ini.
“Luhan, fighting!”
seru Kiara sekali lagi. Luhan yang sudah berjalan dua langkah menjauh kembali
menolehkan kepala memandang Kiara. Laki-laki itu tersenyum geli saat Kiara
menggerakkan bibir membentuk kalimat: aku mencintaimu.
Kiara pun sama gelinya saat mengatakan kalimat itu. Ia
bahkan tak tahu mengapa sampai tak bisa mengontrol diri sehingga kalimat itu
terucap begitu saja. Ia melambaikan tangan pada punggung Luhan yang mulai
menjauh. Kiara menghela napas, ia memilih duduk di salah satu kursi yang
disediakan.
Di ruang make up disajikan
televisi yang digunakan untuk memantau performa artis yang tengah naik panggung,
tapi Kiara tak mengindahkannya, justru mengeluarkan sebuah buku tebal dari tas.
Sebetulnya ia tak benar-benar free
dari kuliah karena masih ada tugas yang menumpuk. Orang-orang yang juga berada
di sana hanya melihat Kiara sambil menggeleng-gelengkan kepala, namun Kiara
menghiraukannya.
Luhan telah usai tampil, sekarang ia sedang
diwawancarai. Kiara tak mengerti apa yang mereka bicarakan karena ia tak bisa berbahasa
China. Lucu ya? Kiara menikah dengan pria China, tapi tidak paham dengan bahasa
mandarin. Selama ini pasangan suami-istri berbeda kebangsaan itu selalu
berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang sama-sama dikuasai keduanya. Ia
tersenyum melihat Luhan, bibirnya yang lucu melafalkan bahasa mandarin.
Pikirannya melamun sambil mengulum senyum dalam hati.
“Seseorang
yang aku idolakan saat umurku tujuhbelas tahun, kini berada di sampingku dan
selalu ada untukku. Bagaimana semua itu bisa terjadi?”
batinnya. Lamunan Kiara terpecah berkat Luhan yang baru selesai wawancara dan
masuk kembali ke ruang make up.
“Bagaimana penampilanku?” Kiara mengangkat dua jempol
dan mengatakan ‘daebak’ tanpa suara.
Untuk sementara waktu Kiara tinggal di apartemen Luhan
mengingat hari Minggu nanti ia sudah harus kembali ke tanah air. Beberapa hari
di China Kiara tak merasakan liburan sama sekali. Itu karena jadwal Luhan yang
padat, juga tugas kuliahnya yang sedikit demi sedikit berhasil berkurang.
—TBC
0 Response to "To Unite You Are #1"
Post a Comment