Luhan, OC’s Kiara
| PG
| Chapter
(4/unknow) | Romance, friendship
Irish @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
Irish @PosterChannel | Gdgirlsvh©2015-2016
Hari ketiga Kiara di China.
Alamat Aniez berada di
kota lain, saat ini Kiara sedang berjalan menuju stasiun bawah tanah untuk
pergi ke kota Aniez tinggal. Meski hawa dingin menyeruak hingga menusuk
jantung, Kiara tetap keukuh untuk pergi. Ia merapatkan mantel mengingat suhu
udara mencapai 4˚C. Kemarin Kiara sudah menghubungi Aniez dan mereka telah
sepakat untuk bertemu di rumah wanita itu.
Setelah berkeliling mencari alamat rumah Aniez dengan
bertanya pada penduduk setempat, akhirnya ia bisa menemukan rumah yang dicari.
Perjalanannya memang sulit, mengingat bahwa ia tak terlalu mahir berbahasa China
sedangkan penduduk asli setempat tak bisa berbahasa Inggris.
Kiara menekan bel dengan hati mantap. Tak lama pintu
pun terbuka, menampilkan sosok anak laki-laki berusia sekitar empat tahun. Kiara
tertawa tatkala melihat anak itu. Dia sangat menggemaskan dengan pipi
tembamnya.
“Selamat datang,” ujar anak itu yang berbicara dalam
bahasa China ala bayi. Kiara hanya menatap anak itu canggung karena bingung
hendak menjawab apa. Untunglah seorang wanita segera keluar, dia adalah Aniez.
“Halo, apa kabar? Masuklah, di luar sangat dingin
bukan?” tegur Aniez menggunakan bahasa Indonesia dengan fasih. Maklum, ia
pernah menetap di Indonesia selama bertahun-tahun. Sehingga tak ayal apabila
bahasa Indonesianya masih sangat lancar meski telah tinggal di China sejak lima
tahun silam.
Kiara beringsut masuk. Ia dipersilahkan duduk di ruang
tamu. Anak laki-laki itu mengikutinya hingga membuat bibir Kiara gatal ingin
menyapa, “Halo adik kecil,” seraya tersenyum ramah, pun menjawil pipi anak itu
gemas.
“Apakah dia bernama Hunhan Shipper atau Hunhan Wu?”
tanya Kiara diliputi rasa geli. Aniez yang baru tiba dengan sebuah nampan
bundar di tangannya seketika tertawa renyah. Membuat Kiara mau tak mau ikut
hanyut dalam tawa geli keduanya.
“Haha, tidak. Suamiku tak menyetujui kalau aku memberi nama itu. Dia
Xianjin,” tutur Aniez seraya mengusap kepala anaknya. Sedangkan Kiara hanya
mengangguk-anggukan kepala, “Minumlah.” Aniez memperlakukan tamu dengan baik,
ia memberikan segelas teh untuk wanita di hadapannya.
Kiara menerima gelas itu kemudian menyesapnya sedikit.
Ia menatap Aniez yang tengah meminum bagiannya. Kiara bingung bagaimana cara
mengatakan maksudnya ke mari. Setelah menimang-nimang kembali, Kiara pun
mengangguk mantap.
“Aku butuh bantuanmu, Aniez.” Kalimat pertama berhasil
meluncur dari mulut Kiara. Aniez yang baru saja selesai meneguk tehnya langsung
beralih menatap Kiara, “Aku ingin mempertemukan duabelas member EXO lagi,”
sambung Kiara.
“Hm? Hey, bagaimana caranya? Bahkan kita tak bisa berbicara
lama dengan salah satu member saja,” tanggap Aniez meremeh. Ia meletakkan gelas
bermotif bunga di meja lalu membenarkan posisi duduk supaya lebih nyaman.
“Aku bisa, percayalah padaku. Aku tahu apa yang harus
kulakukan. Aku hanya butuh bantuanmu untuk berkomunikasi dengan Tao.”
“Kiara, mereka sudah selesai. mereka sibuk dengan
kehidupan masing-masing. Buat apa kita melakukan hal itu?” Aniez mencoba
membangunkan Kiara pada kehidupan nyata, namun tampaknya wanita itu tak mau
tahu. Hendak Kiara menimpali tetapi Aniez telah mendahuluinya, “Berpikir
realistis sajalah. Mana bisa kita mempertemukan mereka? Bagaimana? Dan Tao..
bahkan aku tak tahu di mana dia sekarang.”
**
Tatyana terpaku di depan
laptop. Sudah dua hari ini ia berusaha mencari teman-teman di akun media sosialnya
yang bekerja sebagai panitia penyelenggara konser EXO di Jakarta besok. Namun
tampaknya nihil. Tanpa lepas dari layar laptop, Tatyana meraih mug putih yang sejak kemarin telah
menemaninya. Kali ini ia menyeduh kopi setelah sebelumnya air mineral yang
mengisi mug itu. Rasa kopi yang
sedikit pahit mengalir di tenggorokannya. Itu lebih baik bagi mulut Tatyana
yang kering. Niat awal, sih, Tatyana
hendak mengembalikan mug itu di meja
namun karena titik fokusnya tak bisa teralihkan meski hanya sedetik, jadilah mug itu terjatuh di ranjang. Semua
isinya menumpahi seprei. Buru-buru Tatyana meletakkan laptop, lantas beralih
hendak memindahkan mug itu. Akan
tetapi atensi Tatyana tertuju pada gambar yang menghias mug putihnya. Ya, mug itu
berlukiskan wajah Baekhyun yang manis, idol yang selama ini dipuja olehnya. Hampir
dua detik Tatyana hanya menatap mug
itu, kemudian atensinya beralih pada seprei yang membalut ranjangnya.
Tiba-tiba hati Tatyana berkaca-kaca menahan tangis.
Seprei itu bergambar duabelas member EXO yang dulu ia beli susah payah dari
hasil tabungan, bahkan mencari seprei itu sangat sulit. Tatyana harus membeli
di toko online. Saat hendak membeli seprei itu, Tatyana amat bimbang lantaran
pernah tertipu oleh salah satu online
shop abal-abal. Tetapi akhirnya Tatyana memberanikan diri mencoba hingga
sekarang ia dapat memilikinya.
Bibir Tatyana seketika mengulum senyum tatkala
mengingat kekonyolannya dulu, ketika amat sangat menggilai EXO. Setelah melihat
mug bergambar dan seprei, obsidian Tatyana
beralih menyapu sekitar. Banyak poster EXO yang tertempel di dinding, dari yang
berukuran sedang hingga besar, dari yang beranggotakan duabelas hingga sembilan,
juga ada big banner yang tertempel di
dinding. Koleksi topi, sepatu, kaos, jaket, dan tas bertema EXO tertata rapi di
lemari kaca sudut ruangan. Ada pula kumpulan CD bajakan dan dua album original EXO
yang tersusun di kotak kaca di atas meja panjang beserta setumpuk majalah Korea
yang dibelinya penuh perjuangan. Tatyana ingat betul jikalau di laci pun ada
barang-barang yang berkaitan dengan EXO, antaranya: gantungan kunci, stiker,
bolpoin yang sudah habis, pin, dll.
Seketika tawa Tatyana membuncah tatkala mengingat
kefanatikannya pada EXO. Bahkan ia tak peduli mengenai perut demi menabung
untuk membeli stuff EXO. Tatyana rela
tak berbelanja makanan di sekolah supaya bisa mengumpulkan uang demi grup
favoritnya itu. bahkan saking gilanya, Tatyana selalu membeli hal berbau EXO meski
ia telah memilikinya. Sebagai contoh: gantungan kunci. Padahal Tatyana telah
memiliki duabelas gantungan kunci member versi growl, tetapi masih juga beli versi love me right. Bolpoin EXO yang sudah habis saja tetap dikumpulkan
di dalam laci sebagai kenang-kenangan kalau ia pernah memakainya, sekalian
dijadikan koleksi.
Tatyana menghela napas setelah puas bernostalgia dalam
kecintaannya itu. Ia melirik laptop yang masih menyala. Kemarin malam ia telah
menerima pesan berupa video lewat email yang dikirim sepupunya, Kiara.
Rencana mereka sudah 40% jadi. Mereka membagi tugas
dalam rencana itu. Tatyana memiliki keterbatasn biaya dan bahasa, maka ia hanya
bisa menjalankan misi di dalam negeri, namun di sisi lain ia memiliki banyak
koneksi dengan EXO-L yang menjadi suatu kelebihan yang menguntungkan.
Tatyana kembali berkutat dengan laptop setelah
membereskan kekacauan tadi. Ia mengirim pesan ke beberapa orang, namun jelas bukan
sembarang orang. Apabila ia memilih acak maka banyak sekali orang yang akan ia
hubungi. Tatyana hanya mengirim pesan pada orang-orang yang bekerja di bidang
layar kaca. Sebelumnya ia telah mencari informasi orang-orang incarannya lewat
akun media sosial dan berita internet, sehingga pengetahuannya sudah cukup
kemudian dengan yakin akan mengajak bekerja sama.
Tak sengaja manik gelap Tatyana menangkap jam yang
tertera di layar laptop. Sudah hampir setengah satu dini hari namun rasa
kantuknya tak juga hinggap. Meski begitu, Tatyana memilih menyudahi aktivitasnya.
Ia berbaring di atas ranjang dengan selimut yang mencapai leher. Berkali-kali Tatyana
mencoba memejamkan mata namun dewi mimpi tak jua menariknya, justru wajah
keduabelas pemudalah yang menyapa. Bayang-bayang duabelas member EXO seolah
hadir untuk menghantuinya, barangkali memberi kode supaya lebih semangat
menjalankan misi yang tinggal dua bulan lagi.
Merasa terlalu semangat, Tatyana meninggalkan pulau
kapuk dan beralih ke meja belajar seraya membuka laptop lagi. Rasanya sulit dan
hampir putus asa, hingga ia menemukan postingan seorang perempuan yang
menyombongkan diri karena sepupunya akan jadi tim panitia penyelenggara konser EXO.
Ini sungguh suatu kebetulan yang menguntungkan. Tatyana teramat senang, ia
langsung mengirim pesan pada akun media sosial perempuan itu yang ternyata
masih online. Tatyana meminta akun sepupu cewek itu, dan karena saking
bangganya cewek itu terhadap sepupunya, dengan gampang ia memberikan akun yang
dibutuhkan Tatyana.
“Akhirnya,” kata Tatyana lega seraya tersenyum. Ia melirik
jam. “Tengah malam lewat, besok aku harus sekolah,” lanjutnya menyudahi.
Sebenarnya ia ingin berkomunikasi dengan panitia itu, namun Tatyana ragu apakah
orang itu masih online atau tidak. Terlebih lagi jam telah menunjukkan pukul
dua pagi, sehingga Tatyana memutuskan untuk menghubunginya besok.
—TBC
0 Response to "To Unite You Are #4"
Post a Comment