Broke Up - 02



Broke Up



Semua lara yang kau rasakan, berasal dari kecerobohanku. Apa pantas untuk ku dapatkan pelukan hangatmu ‘tuk menenangkanku lagi?


Bagian 02

Fokus #DoyoungJoy



DOYOUNG yang tadinya sedang asyik menikmati acara kartun di televisi, terpaksa harus menunda kesenangan di hari Minggunya yang singkat.

Barusan Joy membuka pintu rumah dengan kekuatan ekstra sampai menghasilkan suara berdebam yang memekakkan gendang telinga. Dan menutup pintu lagi dengan emosi tak kalah besar.

Untungnya, Doyoung tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Kalau punya, bisa bahaya.

“Kenapa? Kok pulang-pulang langsung banting pintu begitu?” tegur Doyoung sambil menelengkan kepala supaya bisa melihat kondisi sepupu perempuannya itu.

Rambut Joy bergoyang-goyang ketika ia menggeleng. Tangan kanannya membekap mulut kuat dan bahunya sedikit berguncang.

“Joy? Nangis?” Bukan Doyoung namanya kalau tidak peka. Ia pun memutuskan untuk menghampiri sepupunya itu.

“Kenapa?” tanya pemuda Kim itu sembari mengusap-usap punggung Joy lembut, berniat menenangkan. Tapi tangis gadis itu malah makin menjadi hingga terisak-isak.

“Cupcupcup, sini gue peluk biar adem,” ujar Doyoung seraya menarik tubuh Joy ke pelukannya lalu mengelus rambutnya.

“Kenapa sih? Coba cerita sama gue biar gue ngerti dan bisa ngasih solusi.”

“Hiks.. lo gabakal bisa ngasih solusi ke gue.. hiks, justru lo yang harusnya nyari solusi itu.”

“Udah, jangan cengeng. Kayak bayi aja lo. Bayi gede yang gendut,” ledek Doyoung, tapi nggak ngefek apapun untuk Joy yang sedang nggak mood bercanda.

“Gue minta maaf yaa. Gue juga gatau bakal gini..”

“Lo ngomongin apa sih? Gue gangerti.”

Joy memeluk punggung Doyoung erat, tangisnya kian membuncah. “Soriii.. hiks.”

***

RANJANG bersprei ungu itu mengeper ketika Doyoung duduk di tepinya sembari menyerahkan mug berisi susu cokelat pada Joy.

“Minum dulu, biar baikan.”

Begitulah kata Doyoung yang disambut hangat oleh sepupu perempuannya. Joy menyentuh permukaan mug yang hangat seolah sedang mencari kedamaian dari sisi hangat itu. Lalu ia menyesapnya sedikit demi sedikit diselingi dengan pembicaraan ringan dengan Doyoung.

“Jadi, lo marah karena Irene berniat ngeduain gue?”

Joy mengangguk sambil bergumam ‘hm’.

“Padahal belum tentu Irene bakal mendua?”

Joy menggeleng lalu meletakkan mugnya di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. “Gue tahu itu. Dia pasti bakal mendua atau..”

“Atau apa?” tanya Doyoung santai seraya memeluk guling bersarung Winnie the pooh.

“Atau bakal ninggalin lo.” Joy menundukkan kepala penuh sesal. Berat juga untuk mengatakan kalimat itu.

Tapi tak ada respon apapun dari Doyoung, membuat Joy mengangkat kepala untuk melihat reaksi mukanya.

Doyoung menaikkan satu alisnya.

Joy menatapnya lamat penuh tanda tanya.

“Bukan karena lo juga suka Taeyong?”

Sebelum pipi Joy bersemu pink, ia langsung membuang muka salah tingah. “Ya enggaklah.”

Doyoung tertawa ringan. “Udah, jujur aja sama gue.”

“Gue bilang, engga.” Joy bersikukuh. Ia nggak akan kalah dalam menyembunyikan perasaannya.

Cowok Kim itu mengusek-usek rambut Joy gemas. “Lo pikir gue nggak bisa baca gerak-gerik lo ke TY ya selama ini?”

“Gue tahu, Joy. Udah sekitar dua tahunan kan?”

Cewek itu terhenyak. Kok Doyoung tahu?

Ya, memang benar selama dua tahun ini Joy menyukai Taeyong diam-diam dan tak memberi tahu siapapun, termasuk Irene yang notabene sahabatnya.

Joy menghela napas berat. “Tapi gue murni marah karena Irene nyakitin lo.”

“Oh ya? Gue nggak percaya.”

Joy mendesah. “Ok, gue akuin. Emang ada campur tangan perasaan gue buat Taeyong juga.”

Doyoung mengangguk-angguk. “Terus mau lo gimana?”

“Gue nggapapa sih kalau Irene jadian sama Taeyong, asalkan lo nggak bakal tersakiti. Lagipula, selama ini emang gitu kan. Dia selalu bisa dapetin cowok manapun, sekalipun yang gue incer.”

“Joy mah apa atuh,” ledek Doyoung.

“Rese!” Joy memukul kepala sepupunya dengan bantal beberapa kali.

“Kalo Irene udah nggak ada rasa buat gue, yaudah. Gue nggak punya hak untuk memaksa dia tetep tinggal sama gue dan terjebak dalam sebuah hubungan tanpa cinta.”

“Tapi gara-gara gue, lo jadi pacaran sama Irene. Andai aja dulu gue nggak nurutin kemauannya buat ngedeketin kalian, pasti nggak akan gini jadinya. Gue ngerasa jahat.”

Mata Joy berkaca-kaca, membuat Doyoung iba.

“Jangan nangis, dasar cengeng.”

Dan air mata cewek itu malah lolos begitu saja setelah susah payah ditahan.

“Aduh, gue nggapapa kok serius deh.”

Jemari Doyoung menghapus air mata Joy yang mengalir di pipi lalu menarik cewek itu ke dalam rengkuhannya. Memeluknya hangat. Memeluknya penuh kasih sayang.

“Sori hiks. Gue cuma pembawa sial buat lo, ya? Sori ya.”

“Siapa bilang? Lo itu sepupu kesayangan gue kok.”

Joy tertawa di sela tangisnya. “Iyalah, kan gue satu-satunya sepupu lo, dasar gembel.”

“Hehe. Udah, nggak usah mewek gini. Macem bocah aja lo.”

“Biarin.”

“Terus lo sama TY jadinya gimana?”

“Gue pasrah aja. Kalo jodoh, pasti disatuin sama Tuhan. Yang gue sesali, kenapa Irene harus suka sama Taeyong, temen deket lo sendiri?”

Doyoung termangu sejenak. Ada perasaan lara yang mencubit hatinya. Tapi ia tetap tersenyum pada Joy untuk menyembunyikan sakitnya.

“Namanya juga cinta. Datang tanpa dipanggil, pergi tanpa diusir. Kita nggak akan pernah tahu siapa yang akan disinggahinya.”

“Cinta itu ibarat lebah. Hinggap di bunga yang menarik dan banyak nektarnya. Kalau nektarnya udah habis, yaudah, cari bunga yang lain,” sambung Joy puitis.

“Itu lo tahu.”

Joy cuma nyengir. Ia sudah lepas dari dekapan Doyoung. Tangisnya pun sudah memudar.

“Tapi, apa gue berhak dapet kasih sayang dari lo gini? Padahal gue udah ngejerumusin lo ke cinta yang salah, yaitu Irene.”

“Kita kan sepupu, Joy. Nggak masalah kok, kasih sayang gue buat lo tetep mengalir seperti arus air sungai yang nggak akan pernah habis karena air selalu bersiklus.”

“Kalau sungainya kekeringan gimana? Kasih sayang lo juga bakal kering buat gue nggak?”

Beuh, jangankan air sungai, air samudra aja kalau kering, gue bakal tetep sayang sama lo. Sebagai sepupu ya, nggak lebih. Jangan-jangan nanti lo malah baper sama gue lagi,” canda Doyoung.

“Ya enggaklah. Kayak nggada cowok selain lo aja deh.”

“Bagus deh kalo gitu. Jadi, mulai sekarang lo jangan sedih-sedihan mulu ya. Kan ortu lo ngewasiat supaya lo jangan terhanyut dalam kesedihan.”

“Iya iya, bawel banget sih lo. Udah kayak emak-emak rempong aja.”

“Namanya juga peduli.”

“Iya deh, wahai sepupu yang baik hati dan perhatian.”


-tbc.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Broke Up - 02"

Post a Comment