ROOFTOP
ROMANCE
01 | First Meet
ZARA baru saja keluar dari kawasan kantin ketika berpapasan dengan
seorang kakak kelas cogan yang ditaksirnya. Segera ia palingkan muka, enggan
menatap lama cowok itu. Zara takut jatuh terlalu dalam pada perasaan sukanya.
Sepanjang jalan melewati kakelnya itu, Zara menundukkan kepala sembari berdoa
kepada Tuhan supaya Kak Aldi tak mendengar degup jantung sialan ini.
Aldi Bramasta. Siapa yang nggak mengenalnya?
Dia salah satu dari sekian banyak siswa populer di SMA ini. Dia seorang
Youtubers konyol, anggota ekskul taekwondo, anggota dewan pramuka, pokoknya
banyak banget kegiatan yang diikutinya di sekolah ini. Siapa yang nggak tahu
dia? Mungkin ada beberapa orang yang sangat
kudet sampai tak mengenal cowok hitz semacam Aldi. Dan asal kalian tahu,
Zara ingin sekali menjadi salah satu dari mereka. Baginya, adalah kesialan
ketika ia tak sengaja bertemu Aldi kala itu.
Kesialan yang membuat petaka bagi Zara, berurusan
dengan kakak kelas rempong.
.
.
BEGITU bel pulang
berdering, Zara langsung mencangklong tas pinknya.
Ia sudah sangat tak sabar untuk pergi ke rooftop
sekolah. Kemarin, ia baru saja ke sana bersama ketiga temannya. Dan asal kalian
tahu, pemandangan dari atas sana sungguh memanjakan mata dan menyejukkan
jiwa—khususnya bagi orang-orang yang suka ketenangan seperti Zara. Ia berlari
kecil menuju rooftop yang harus naik
tangga dua kali dan melewati koridor kelas sebelas dan dua belas.
Untuk saat ini kesibukan Zara adalah berlari,
hanya berlari. Karena terlalu terburu-buru, ia hampir menabrak seorang
laki-laki di dekat tangga, untung nggak jatuh berguling. Karena terbawa
suasana, ia tak acuh pada sekitarnya. Karena itulah, ia membuat seorang cewek
berteriak padanya.
“Heh! Elo kalo mo lari jangan di sini dong!
Lo pikir ini lapangan sepak bola apa?” teriak cewek itu, sadis, tepat di
telinga Zara yang barusan melewatinya. Tapi Zara nggak peduli, lagipula dia
nggak kenal sama cewek itu.
“HEH ELO! BERHENTI! Siapa yang nyuruh lo
pergi? Emangnya gue ngizinin lo lewat sini?” Cewek bersurai hitam sepunggung
yang ujungnya dicat pirang itu menarik rambut Zara yang digerai. Membuat Zara
mengaduh dan terpaksa langkahnya mundur mensejajari cewek itu.
“A-ampun Kak, sakit,” ujar Zara refleks.
Padahal biasanya kalo di rumah, sampe digebukin ibunya juga nggak ngefek
apa-apa. Ya maklum ajalah, Zara itu anak bandel, tapi bandelnya cuma di rumah.
Kalo di sekolah dia kalem, jaga image.
Cewek itu melirik badge Zara. “Ooh, anak kelas sepuluh. Lo belum tahu siapa gue?”
“Emang Kakak siapa, ya?”
“Elo kalo nggak ada urusan apa-apa, jangan
berani-beraninya ngelewatin wilayah kelas dua belas. Gue nggak suka. Nah,
sekarang gue mo tanya sama lo, ada urusan apa lo lewat sini?” Bukannya ngejawab
pertanyaan Zara, cewek itu malah ngancem.
“Saya mau ke—“
“Hei, Zar! Lo udah di sini? Gue tungguin
juga, nggak kerasa ya lo?” Sebuah suara bass
terdengar menengahi pembicaraan kedua gadis itu. Seorang cowok muncul entah
dari mana dan tahu-tahu menegur Zara.
Cewek itu melepas cekalan tangannya di rambut
Zara dan beralih menatap cowok itu dengan ekspresi bingung. “Lo kenal dia, Di?”
Cowok itu mengangguk. “Gue udah janjian mau ketemu
dia, ada sesuatu yang mau gue omongin. Kalo gitu, gue bawa dia dulu ya, Am?”
“Ya udah bawa aja, tapi bilangin tuh ke dia.
Jangan suka lari-lari di sini, ntar kalo jatoh, kita juga yang repot. Soalnya
ini daerah kelas 12, ntar kalo kita dituduh yang enggak-enggak kan bahaya.”
“Sip,” katanya seraya menarik lengan Zara
menjauhi cewek itu.
Sebenarnya Zara nggak mengenal cowok itu.
Tapi kayaknya cowok ini nggak ada maksud yang jahat dan malah menjadi
penyelamatnya dari kakel cewek songong tadi. Eh, tapi dia mo bawa Zara ke mana?
Sudah sadar, Zara langsung melepaskan cekalan
cowok itu dan memberikan tatapan waspada.
Kontan, cowok itu membalikkan tubuh untuk berhadapan
dengan Zara. Dia tahu tatapan cewek itu wajar, pasalnya bahkan dia sendiri juga
nggak mengenal cewek di depannya ini.
“Sori, gue cuman mo bantuin lo aja kok.
Soalnya, Amandhea itu anaknya kasar, tapi asal lo tahu aja, dia nggak jahat
kayak kakel di TV-TV kok.”
Zara mengerutkan keningnya bingung. Dia nggak
ngerti sama arah pembicaraan ini.
“Amandhea, cewek tadi. Sebenernya gue nggak
ada niat mo ikut campur, tapi ya mau gimana lagi, udah sifat gue suka ikut
campur urusan orang lain haha.”
Kini Zara merasa sedikit rileks berkat
lelucon garing yang baru saja dilontarkan cowok itu. Sudut matanya tak sengaja
menangkap badge yang dipakai cowok
itu.
“Kakak kelas sebelas?”
“Ha?” Kemudian dia menyadari kalau Zara
sedang mengamati badgenya. “Oh ini?
Enggak, cuman belum gue ganti aja, nggak ada waktu.”
“Berarti kelas dua belas?”
“Lo pikir gue kelas sepuluh?” Niatnya ingin
melucu, tapi Zara malah melukiskan ekspresi apaan-sih-garing-banget.
“Kakak kenal saya?”
“Lo anak tenar?”
“Enggak.”
“Berarti gue nggak harus kenal sama lo kan?”
“Iya emang, tapi tadi Kakak manggil nama
saya.”
Entah sebab apa, cowok itu langsung terbahak.
Untungnya mereka sedang berada di ujung lorong, jadi nggak banyak yang akan
mendengar tawa itu.
Kening Zara berkerut, “Ada yang lucu, Kak?”
Ia menyudahi tawanya sembari mengusap ujung
matanya yang basah karena terlalu puas ketawa. “Lo pake name tag nggak?”
Zara refleks sedikit menundukkan kepala untuk
mengecek, “Pake, Kak. Kenapa?”
Cowok itu menatap Zara datar, tapi pandangannya
menerawang. Cewek ini polos banget, saking polosnya malah cenderung goblok.
“Nih buat lo,” ujarnya sembari mengeluarkan
sebuah korek api dari saku celana. Zara menatapnya curiga.
“Kakak ngerokok ya?”
“Kalo iya, kenapa? Lo mau ngelaporin gue ke
guru?”
Zara terdiam sebentar kemudian menggeleng.
“Gue kasih tau nih ya, nggak semua orang yang
bawa korek api itu ngerokok. Emangnya kalo mo bakar sampah, nggak boleh pake
korek api gitu?”
“Nggak nyambung,” komentar Zara nggak minat.
“Disambungin dong, siapa tau jodoh.”
“Kakak jomblo, ya?”
“Lo mau daftar jadi cewek gue, ya?”
Zara memutar bola mata malas. “Duh Kak, saya
sibuk nih. Permisi dulu ya, Kak.”
“Etetetet.. siapa bilang lo boleh pergi?”
“Kakak punya hak apa ngelarang saya pergi?”
“Siapa bilang gue nggak ngebolehin lo pergi?
Gue cuman mo ngasihin ini buat lo.” Cowok itu menyelipkan korek api ke
genggaman Zara. Belum sempat melontarkan penolakan, cowok itu udah melanjutkan
omongannya. “Ntar sampe rumah, lo ambil buku-buku pelajaran lo, trus lo bakar
pake korek ini, abis itu abunya lo campur air putih dan lo minum. Niscaya lo
nggak akan sebego ini, ok?” Setelah itu, dia pergi meninggalkan Zara.
Menatap langkah kepergian cowok itu, Zara
merasa ada sesuatu yang ganjil. Seperti merasa hidupnya tak akan semulus
kemarin. Tapi apa? Ah, nggak penting Zar!
Cewek itu pun mengantungi korek api dan bergegas ke rooftop. Kebetulan tadi cowok itu membawanya ke ujung lorong yang
dekat dengan rooftop. Zara tinggal
naik tangga yang ada di dekat sana dan sampailah ia di dunia tenangnya.
=======
0 Response to "Rooftop Romance | 01. First Meet"
Post a Comment