From Imagine | Chapter 1


Bawa aku bersamamu, ke dunia imajinasiku.

Gadis itu masih setia menatap makhluk kecil yang sedang menari-nari mengelilinginya. Dengan sayap mungil yang menyisakan serbuk-serbuk keemasan, makhluk bersayap mungil itu tak henti-hentinya melayang di udara, tak menyadari bahwa gadis yang memperhatikannya merasa sangat iri. Ya, gadis itu memang sejak dulu sudah mempercayai adanya makhluk-mahluk yang hanya ada di cerita dongeng, peri misalnya. Namun sejak dua hari yang lalu ia bisa menyadari kebenarannya. Jika peri itu memang nyata.

Yoon Jihae meletakkan lengannya di meja, sebagai penyanggah dagunya supaya tak jatuh membentur permukaan meja kayu tersebut. Ia tersenyum amat lebar ketika melihat perinya berjalan diatas meja hingga menimbulkan suara gemerincing.

“Mungkin aku bisa menulis jurnal tentang peri di buku diary milikku,” gumamnya.

“Sepertinya percuma saja jika kau menulisnya. Karna orang lain tak bisa melihatku layaknya dirimu. Mungkin akan lebih baik jika kau hanya menikmati hari-hari denganku sampai akhir.”

Jihae menggembungkan kedua pipinya bergantian sambil memutar bola matanya sebagai tanda jika ia sedang berfikir sekarang ini.

“Tapi aku lelah. Selalu saja, ‘gadis gila’ yang akan melintas dalam fikiran mereka. Terlebih lagi diumurku yang sudah menginjak duapuluh enam tahun. Aku harus bisa membuktikannya kan?”

“Sudah berapa kali aku mengatakannya, Jihae-ya. Aku hanya bisa dilihat olehmu, karna aku adalah imajinasimu. Sesuatu yang mustahil tapi teramat kau yakini hingga detik ini.”

“Jihae-ya, kau bicara dengan siapa?”

FROM IMAGINE—DEEV

Park Chanyeol (EXO)
Yoon Jihae (OC)
Fantasy | PG | Chapter 1/2 | Namminhyo’s Art @Cover Fanfiction Art | Deev,2015

FROM IMAGINE—DEEV

Suara yang familiar menerubus gendang telinga pemilik nama tersebut. Tentu saja suara ibunya, siapa lagi yang tinggal bersamanya di rumah sempit yang hampir roboh ini? Dan juga sering bocor ketika hujan tiba. Bisa dibilang jauh dari kata ‘mapan’ dan tidak bisa dibilang berguna melindungi mereka dari udara dingin di luar sana.

“Anni, umma. Aku hanya bingung dengan karya tulisku.” Dusta gadis manis itu. Ia sudah lelah untuk disebut ‘gadis gila’ atau ‘gadis pengkhayal’ oleh orang disekitarnya. Dan mungkin akan lebih baik jika ia tak bicara jujur pada ibunya, jika sekarang ini ia tengah mengobrol dengan peri kecil yang hanya memiliki ukuran sekelingkingnya.

“Dan berbohong lagi.”

Mendengar itu, Jihae langsung menatap tajam peri mungil bewajah tampan yang tengah duduk di dekat jendela. Ia harus menyipitkan matanya yang sudah sipit untuk memperjelas wajah yang tengah dipasang makhluk kecil itu.

“Mungkin kau harus berhenti meyakini keberadaaku supaya kata-kata dusta itu tak lagi keluar dari bibirmu.” Ujarnya santai sembari memainkan jemari mungilnya.

“Dasar peri kecil tak tahu diri,” desis Jihae kesal dan hampir tak terdengar.

“Aku bisa mendengarnya, Jihae-ya.”

“Meskipun aku membathin, kau tetap bisa tahu apa yang aku fikirkan!”

Samar dapat dilihat oleh mata Jihae bila peri mungil itu tengah tersenyum penuh kemenangan. Gadis itu mengeluh, menghela nafasnya berat, lagi. ia memang gembira bisa melihat makhluk yang mustahil sekalipun bisa nampak di hadapannya, tapi ia juga tak menduga bahwa perilaku peri yang satu ini sangat menjengkelkan, sempurna dengan imajinasinya selama ini.

“Seperti imajinasimu Jihae-ya, ada beberapa jenis peri di dunia ini, yang salah satunya memiliki sifat yang keras kepala, dan suka membuat manusia jengkel.” Peri mungil itu terkekeh.

“Aku menyesal sudah meyakini adanya peri seperti dirimu, Chanyeol.”

Peri mungil itu hanya menyeringai.

FROM IMAGINE—DEEV

Sinar kuning itu menembus kaca jendela, memantul cermin, dan tepat mengenai kelopak mata seorang gadis yang masih terlelap, menikmati setiap detik di dalam dunia imajinasinya yang tenang. Namun tampaknya cahaya itu semakin mengusik kedamaiannya. Perlahan kelopak mata itu bergerak, terbuka dengan gerakan lamban.

Ia mengerang, kemudian mengucek matanya beberapa kali. Diam diatas tempat tidurnya. Kemudian mulai meregangkan otot-otot lengannya. Ia menghirup udara pagi sedalam mungkin. Hari ini tubuhnya terasa sangat segar, tidak seperti biasanya.

“Jihae-ssi, apa kau sudah bangun? Cepat turun dan makanlah.”

“Ne, umma.”

Kaki-kaki jenjangnya mulai menuruni ranjang, lalu merapikan piyamanya dan menguncir rambutnya sesederhana mungkin. Jemarinya memutar knop pintu perlahan, ia hendak keluar dari kamarnya, tapi tertahan.

Iris gelapnya berkeliaran menelusuri tiap jengkal lantai kayu yang ia pijaki, seingatnya ia hanya memiliki rumah berlantai satu, tapi kini ia berdiri di bangunan kedua. Jihae menggaruk tengkuknya, apa ia amnesia?

“Umma, sejak kapan rumah kita bertingkat?” serunya sembari menuruni anak tangga kayu berpelitur indah. Matanya masih sibuk mengamati tiap jengkal bangunan yang ia tinggali ini, sangat berbeda dari yang ia ingat.

Jihae menghentikan langkahnya ketika kakinya tepat memijak lantai dasar. Ia tertegun karena yang ia dapati bukanlah wanita paruh baya yang ia kenali, tetapi sosok jangkung berkaki jenjang yang tengah memunggunginya.

“Kau sudah bangun Jieun-ya, apa kau bermimpi indah semalam?” Ujarnya datar sembari menuangkan cairan putih susu ke dalam gelas.

Gadis itu masih mematung. Siapa pemuda dihadapannya itu? Ia tak mengingat kalau di rumahnya juga tinggal seorang pemuda. Apa dia adalah kakak laki-lakinya? Tapi seingat Jihae, ia tak memiliki siapapun di dunia ini selain ibunya.

“Kau tak ingin membicarakannya? Baiklah, kalau begitu, lekas duduk dan nikmati sarapan pagi ini dengan tenang.” Katanya lagi.

“K-kau siapa?”

“Jangan bodoh, Jihae-ya, sangat tidak mungkin kalau kau melupakanku dalam waktu semalam saja.” Orang itu tertawa kecil, kemudian berbalik.

Jihae terhenyak, “Chanyeol?”

Pemuda itu tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang rapi, “Aku sudah bilang kan, kau pasti mengingatku.”

“Tapi.. tapi kau adalah peri bertubuh mungil yang bisa terbang, kenapa sekarang kau menjadi manusia? Sangat tinggi, dan juga... tampan. Bagaimana mungkin bisa?”

Pemuda itu malah tertawa, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya, “Ingat kejadian semalam?”

Kening Jihae berkerut, otaknya berputar keras demi mengingat kejadian yang dimaksud pemuda jangkung itu. Tapi nihil. Ia tak bisa ingat apapun.


FROM IMAGINE—DEEV


“Chanyeol, bisakah kau membawaku ke dalam duniamu? Dunia imajinasiku. Aku sangat ingin kesana, melihat banyak hal mustahil yang tak seorangpun duga.”

Peri tampan itu mengepakkan sayapnya, melayang di udara, mengelilingi tubuh Jihae yang berdiri tegak di dekat jendela.

“Apa yang kau lakukan, Chanyeol?”

Tak ada jawaban. Bahkan Jihae dibuat makin bingung karena munculnya bulir-bulir yang jatuh menghantam tiap jengkal tubuhnya, entah datang darimana. Bulir-bulir itu seperti bubuk peri yang biasa Chanyeol keluarkan ketika terbang, hanya saja berwarna perak. Lima detik kemudian bulir-bulir itu menyatu, mengumpulkan angin dan membuat pusaran yang mengelilingi tubuh mungil Jihae.

FLASHBACK OFF

FROM IMAGINE—DEEV

Jihae ingat sekarang. Ia memang meminta Chanyeol untuk membawanya ke dalam dunia imajinasinya sendiri. Ia ingat betul ketika pusaran bubuk perak itu mengelilinginya, tapi bagaimana caranya ia bisa sampai di tempat ini, kenapa ia tertidur pulas dan terbangun layaknya kegiatan sehari-hari?

“Jangan terlalu difikirkan, itu bisa membuatmu kembali dalam dunia nyata, dan akan sulit jika kau ingin datang lagi kemari.” Chanyeol tersenyum, lagi.

Sepertinya Jihae terhipnotis ketampanan Chanyeol kali ini, yang melebihi ketampanannya ketika menjadi pixie. Ia balas tersenyum.

“Segera habiskan sarapanmu, dan aku akan mengajakmu jalan-jalan melihat dunia mungil yang telah lama kau yakini keberadaannya.”

FROM IMAGINE—DEEV

Gadis itu berjalan menyusuri hamparan rumput yang tumubuh pendek, menginjaknya tanpa mengasihani mereka. Sesekali ia memutar tubuhnya, menari menikmati hembusan angin yang menjadi latar musik, dan cahaya mentari yang menyinarinya bak lampu sorot panggung. Jihae tampak amat bahagia.

Pemuda jangkung itu berjalan dibelakang, melihat tingkah konyol gadis berusia duapuluh enam tahun yang seakan melihat anak perempuan berusia enam tahun. Ia terkekeh, lagi, dalam jangka tiga jam ia sudah berhasil tertawa lebih banyak dari biasanya.

“Sangat indah.” Gumam Jihae. Kakinya berhenti melangkah, karena manik hitamnya berhasil menangkap pemandangan lembah yang teramat indah.

Chanyeol memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, menunduk menghadap lembah dibawahnya, kemudian beralih melihat mimik wajah gadis disampingnya, “Persis seperti imajinasimu kan?”

Dengan mantap Jihae mengangguk mengiyakan.

“Aku akan mencari buah, atau bahan makanan lain, sepertinya benda-benda di dalam tubuhku sudah meminta jatah makanan. Jangan kemana-mana, Jihae-ya.”

Perlahan tubuh jangkung itu melengang, menyisakan Jihae yang masih tampak kagum memandangi kenampakan yang tersuguh dihadapannya. Persis seperti yang ia pikirkan selama ini. Dunia sederhana yang memanjakan mata.

Kaki-kakinya bergerak bergantian seiring kebosanan semakin melandanya. Sudah hampir sepuluh menit, ia duduk dibawah pohon besar menunggu kehadiran Chanyeol lagi. Jihae menghela nafasnya jengkel. Sampai berapa lama lagi harus menunggu?

Bola matanya bergerak liar, mencari obyek yang menarik perhatiannya. Bingo! Satu obyek berhasil menarik minatnya. Jihae bangkit menuju tempat itu, sepertinya wilayah hutan yang gelap dan panjang. Seketika langkahnya terhenti, mengingat kalau Chanyeol menyuruhnya menunggu bukannya berkeliaran seorang diri.

Masa bodoh. Siapa suruh dia pergi begitu lama!


FROM IMAGINE—DEEV

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "From Imagine | Chapter 1"

Post a Comment