Bawa aku bersamamu, ke dunia imajinasiku.
Gadis itu masih setia
menatap makhluk kecil yang sedang menari-nari mengelilinginya. Dengan sayap
mungil yang menyisakan serbuk-serbuk keemasan, makhluk bersayap mungil itu tak
henti-hentinya melayang di udara, tak menyadari bahwa gadis yang memperhatikannya
merasa sangat iri. Ya, gadis itu memang sejak dulu sudah mempercayai adanya
makhluk-mahluk yang hanya ada di cerita dongeng, peri misalnya. Namun sejak dua
hari yang lalu ia bisa menyadari kebenarannya. Jika peri itu memang nyata.
Yoon Jihae meletakkan
lengannya di meja, sebagai penyanggah dagunya supaya tak jatuh membentur
permukaan meja kayu tersebut. Ia tersenyum amat lebar ketika melihat perinya
berjalan diatas meja hingga menimbulkan suara gemerincing.
“Mungkin aku bisa
menulis jurnal tentang peri di buku diary milikku,” gumamnya.
“Sepertinya percuma
saja jika kau menulisnya. Karna orang lain tak bisa melihatku layaknya dirimu.
Mungkin akan lebih baik jika kau hanya menikmati hari-hari denganku sampai
akhir.”
Jihae menggembungkan
kedua pipinya bergantian sambil memutar bola matanya sebagai tanda jika ia
sedang berfikir sekarang ini.
“Tapi aku lelah.
Selalu saja, ‘gadis gila’ yang akan melintas dalam fikiran mereka. Terlebih
lagi diumurku yang sudah menginjak duapuluh enam tahun. Aku harus bisa membuktikannya
kan?”
“Sudah berapa kali aku
mengatakannya, Jihae-ya. Aku hanya bisa dilihat olehmu, karna aku adalah
imajinasimu. Sesuatu yang mustahil tapi teramat kau yakini hingga detik ini.”
“Jihae-ya, kau bicara
dengan siapa?”
FROM IMAGINE—DEEV
Park Chanyeol (EXO)
Yoon Jihae (OC)
Fantasy | PG | Chapter 1/2 | Namminhyo’s Art
@Cover Fanfiction Art | Deev,2015
FROM IMAGINE—DEEV
Suara yang familiar
menerubus gendang telinga pemilik nama tersebut. Tentu saja suara ibunya, siapa
lagi yang tinggal bersamanya di rumah sempit yang hampir roboh ini? Dan juga
sering bocor ketika hujan tiba. Bisa dibilang jauh dari kata ‘mapan’ dan tidak
bisa dibilang berguna melindungi mereka dari udara dingin di luar sana.
“Anni, umma. Aku hanya
bingung dengan karya tulisku.” Dusta gadis manis itu. Ia sudah lelah untuk
disebut ‘gadis gila’ atau ‘gadis pengkhayal’ oleh orang disekitarnya. Dan
mungkin akan lebih baik jika ia tak bicara jujur pada ibunya, jika sekarang ini
ia tengah mengobrol dengan peri kecil yang hanya memiliki ukuran
sekelingkingnya.
“Dan berbohong lagi.”
Mendengar itu, Jihae
langsung menatap tajam peri mungil bewajah tampan yang tengah duduk di dekat
jendela. Ia harus menyipitkan matanya yang sudah sipit untuk memperjelas wajah
yang tengah dipasang makhluk kecil itu.
“Mungkin kau harus
berhenti meyakini keberadaaku supaya kata-kata dusta itu tak lagi keluar dari
bibirmu.” Ujarnya santai sembari memainkan jemari mungilnya.
“Dasar peri kecil tak
tahu diri,” desis Jihae kesal dan hampir tak terdengar.
“Aku bisa
mendengarnya, Jihae-ya.”
“Meskipun aku
membathin, kau tetap bisa tahu apa yang aku fikirkan!”
Samar dapat dilihat
oleh mata Jihae bila peri mungil itu tengah tersenyum penuh kemenangan. Gadis
itu mengeluh, menghela nafasnya berat, lagi. ia memang gembira bisa melihat
makhluk yang mustahil sekalipun bisa nampak di hadapannya, tapi ia juga tak
menduga bahwa perilaku peri yang satu ini sangat menjengkelkan, sempurna dengan
imajinasinya selama ini.
“Seperti imajinasimu
Jihae-ya, ada beberapa jenis peri di dunia ini, yang salah satunya memiliki
sifat yang keras kepala, dan suka membuat manusia jengkel.” Peri mungil itu
terkekeh.
“Aku menyesal sudah
meyakini adanya peri seperti dirimu, Chanyeol.”
Peri mungil itu hanya
menyeringai.
FROM IMAGINE—DEEV
Sinar kuning itu
menembus kaca jendela, memantul cermin, dan tepat mengenai kelopak mata seorang
gadis yang masih terlelap, menikmati setiap detik di dalam dunia imajinasinya
yang tenang. Namun tampaknya cahaya itu semakin mengusik kedamaiannya. Perlahan
kelopak mata itu bergerak, terbuka dengan gerakan lamban.
Ia mengerang, kemudian
mengucek matanya beberapa kali. Diam diatas tempat tidurnya. Kemudian mulai
meregangkan otot-otot lengannya. Ia menghirup udara pagi sedalam mungkin. Hari
ini tubuhnya terasa sangat segar, tidak seperti biasanya.
“Jihae-ssi, apa kau
sudah bangun? Cepat turun dan makanlah.”
“Ne, umma.”
Kaki-kaki jenjangnya
mulai menuruni ranjang, lalu merapikan piyamanya dan menguncir rambutnya
sesederhana mungkin. Jemarinya memutar knop pintu perlahan, ia hendak keluar
dari kamarnya, tapi tertahan.
Iris gelapnya
berkeliaran menelusuri tiap jengkal lantai kayu yang ia pijaki, seingatnya ia
hanya memiliki rumah berlantai satu, tapi kini ia berdiri di bangunan kedua.
Jihae menggaruk tengkuknya, apa ia amnesia?
“Umma, sejak kapan
rumah kita bertingkat?” serunya sembari menuruni anak tangga kayu berpelitur
indah. Matanya masih sibuk mengamati tiap jengkal bangunan yang ia tinggali
ini, sangat berbeda dari yang ia ingat.
Jihae menghentikan
langkahnya ketika kakinya tepat memijak lantai dasar. Ia tertegun karena yang
ia dapati bukanlah wanita paruh baya yang ia kenali, tetapi sosok jangkung
berkaki jenjang yang tengah memunggunginya.
“Kau sudah bangun
Jieun-ya, apa kau bermimpi indah semalam?” Ujarnya datar sembari menuangkan
cairan putih susu ke dalam gelas.
Gadis itu masih
mematung. Siapa pemuda dihadapannya itu? Ia tak mengingat kalau di rumahnya
juga tinggal seorang pemuda. Apa dia adalah kakak laki-lakinya? Tapi seingat
Jihae, ia tak memiliki siapapun di dunia ini selain ibunya.
“Kau tak ingin
membicarakannya? Baiklah, kalau begitu, lekas duduk dan nikmati sarapan pagi
ini dengan tenang.” Katanya lagi.
“K-kau siapa?”
“Jangan bodoh,
Jihae-ya, sangat tidak mungkin kalau kau melupakanku dalam waktu semalam saja.”
Orang itu tertawa kecil, kemudian berbalik.
Jihae terhenyak,
“Chanyeol?”
Pemuda itu tersenyum
lebar, menampakkan deretan giginya yang rapi, “Aku sudah bilang kan, kau pasti
mengingatku.”
“Tapi.. tapi kau
adalah peri bertubuh mungil yang bisa terbang, kenapa sekarang kau menjadi
manusia? Sangat tinggi, dan juga... tampan. Bagaimana mungkin bisa?”
Pemuda itu malah
tertawa, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeansnya, “Ingat
kejadian semalam?”
Kening Jihae berkerut,
otaknya berputar keras demi mengingat kejadian yang dimaksud pemuda jangkung
itu. Tapi nihil. Ia tak bisa ingat apapun.
FROM IMAGINE—DEEV
“Chanyeol, bisakah kau
membawaku ke dalam duniamu? Dunia imajinasiku. Aku sangat ingin kesana, melihat
banyak hal mustahil yang tak seorangpun duga.”
Peri tampan itu
mengepakkan sayapnya, melayang di udara, mengelilingi tubuh Jihae yang berdiri
tegak di dekat jendela.
“Apa yang kau lakukan,
Chanyeol?”
Tak ada jawaban.
Bahkan Jihae dibuat makin bingung karena munculnya bulir-bulir yang jatuh
menghantam tiap jengkal tubuhnya, entah datang darimana. Bulir-bulir itu
seperti bubuk peri yang biasa Chanyeol keluarkan ketika terbang, hanya saja
berwarna perak. Lima detik kemudian bulir-bulir itu menyatu, mengumpulkan angin
dan membuat pusaran yang mengelilingi tubuh mungil Jihae.
FLASHBACK OFF
FROM IMAGINE—DEEV
Jihae ingat sekarang.
Ia memang meminta Chanyeol untuk membawanya ke dalam dunia imajinasinya
sendiri. Ia ingat betul ketika pusaran bubuk perak itu mengelilinginya, tapi
bagaimana caranya ia bisa sampai di tempat ini, kenapa ia tertidur pulas dan
terbangun layaknya kegiatan sehari-hari?
“Jangan terlalu
difikirkan, itu bisa membuatmu kembali dalam dunia nyata, dan akan sulit jika
kau ingin datang lagi kemari.” Chanyeol tersenyum, lagi.
Sepertinya Jihae
terhipnotis ketampanan Chanyeol kali ini, yang melebihi ketampanannya ketika
menjadi pixie. Ia balas tersenyum.
“Segera habiskan
sarapanmu, dan aku akan mengajakmu jalan-jalan melihat dunia mungil yang telah
lama kau yakini keberadaannya.”
FROM IMAGINE—DEEV
Gadis itu berjalan
menyusuri hamparan rumput yang tumubuh pendek, menginjaknya tanpa mengasihani
mereka. Sesekali ia memutar tubuhnya, menari menikmati hembusan angin yang menjadi
latar musik, dan cahaya mentari yang menyinarinya bak lampu sorot panggung.
Jihae tampak amat bahagia.
Pemuda jangkung itu
berjalan dibelakang, melihat tingkah konyol gadis berusia duapuluh enam tahun
yang seakan melihat anak perempuan berusia enam tahun. Ia terkekeh, lagi, dalam
jangka tiga jam ia sudah berhasil tertawa lebih banyak dari biasanya.
“Sangat indah.” Gumam
Jihae. Kakinya berhenti melangkah, karena manik hitamnya berhasil menangkap
pemandangan lembah yang teramat indah.
Chanyeol memasukkan
tangannya ke dalam saku celananya, menunduk menghadap lembah dibawahnya,
kemudian beralih melihat mimik wajah gadis disampingnya, “Persis seperti
imajinasimu kan?”
Dengan mantap Jihae
mengangguk mengiyakan.
“Aku akan mencari
buah, atau bahan makanan lain, sepertinya benda-benda di dalam tubuhku sudah
meminta jatah makanan. Jangan kemana-mana, Jihae-ya.”
Perlahan tubuh
jangkung itu melengang, menyisakan Jihae yang masih tampak kagum memandangi
kenampakan yang tersuguh dihadapannya. Persis seperti yang ia pikirkan selama
ini. Dunia sederhana yang memanjakan mata.
Kaki-kakinya bergerak
bergantian seiring kebosanan semakin melandanya. Sudah hampir sepuluh menit, ia
duduk dibawah pohon besar menunggu kehadiran Chanyeol lagi. Jihae menghela
nafasnya jengkel. Sampai berapa lama lagi harus menunggu?
Bola matanya bergerak
liar, mencari obyek yang menarik perhatiannya. Bingo! Satu obyek berhasil
menarik minatnya. Jihae bangkit menuju tempat itu, sepertinya wilayah hutan
yang gelap dan panjang. Seketika langkahnya terhenti, mengingat kalau Chanyeol
menyuruhnya menunggu bukannya berkeliaran seorang diri.
Masa bodoh. Siapa
suruh dia pergi begitu lama!
FROM IMAGINE—DEEV
0 Response to "From Imagine | Chapter 1"
Post a Comment