Luhan
and OC’s Seul Hee | Action-romance/?
| Oneshot | PG-15 | Deev,2015
Pemuda itu membuang kayu kering yang sudah terkumpul di
tangannya. Hanya gara-gara masalah sepele, amarahnya dibuat naik oleh Sehun.
Lelaki tinggi yang berkulit pucat itu—Sehun—memaki
Luhan karena membawa ranting pohon yang terlalu kecil.
“Kalau begitu, carilah sendiri!”
“Lu—” Sehun mengacak rambut frustasi ketika Luhan malah
berlari meninggalkannya. Jujur saja ia tak berniat untuk menyakiti Luhan, tapi
mungkin kata-katanya memang terlalu kasar.
“Sehun-ah!”
seru Chanyeol yang membuat Sehun langsung pergi ke kerumunan anak-anak lain
yang sedang mendirikan tenda susah payah. Mencoba mengabaikan Luhan sejenak. Pasti dia akan kembali sendiri, nanti.
***
Luhan menendang dedaunan kering yang hampir menyerupai
warna senja. Luhan melenguh, memandang langit yang hampir seluruhnya tertutup
dedaunan. Semburat kemerahan terlihat mencolok dari hijaunya dedaunan, membuat
Luhan kembali melenguh.
Hampir lima jam Luhan sudah mengelilingi hutan
perkemahan seorang diri hanya untuk meredakan amarahnya. Luhan memang begitu,
selalu sulit untuk kembali membaik setelah marah. Tetapi keberadaannya terlalu
jauh dari tempat di mana tenda perkemahan dari kampusnya didirikan. Terlampau
jauh sampai membuatnya lupa dengan jalur yang ia pilih.
Sebentar lagi hari mulai gelap, tetapi Luhan belum juga
bisa kembali. Beberapa kali ia mencoba mengambil jalan, namun tetap akan
berakhir di tempat yang sama—menurutnya.
Luhan mendesah keras, memilih bersandar ke salah satu pohon yang lumayan besar.
Crep..
crep.. crep..
Bunyi-bunyian khas daun yang diinjak membaur ke lubang
telinga Luhan, melewati saluran eustachius hingga mencapai saraf otaknya:
membuatnya bereaksi. Tubuh Luhan menegang. Biasanya, di film-film yang sudah ia
tonton, adegan seperti ini akan memunculkan seorang pembunuh atau psikopat, atau
sejenisnya.
Luhan mengintip dari balik batang pohon: seorang gadis
sedang berlarian asal, mimik wajahnya menyatakan ketakutan, beberapa kali gadis
itu melihat ke belakang kemudian kembali berlari.
Suara letupan pistol menggema di telinga Luhan, sontak
matanya jelalatan mencari asal suara. Tak terlalu jauh dari gadis itu terdapat
tiga pria berparas sangar yang juga berlarian.
Yang disimpulkan Luhan detik ini juga, gadis itu sedang
dalam bahaya. Dan ketika gadis itu akan melewatinya, dengan sigap Luhan menarik
tangan gadis itu untuk bersembunyi dengannya. Luhan tahu gadis itu terlihat
kebingungan serta ketakutan kalau kalau Luhan adalah komplotan dari pria-pria
di luar sana.
Gadis itu meronta, tetapi Luhan malah mendekap
tubuhnya; menenggelamkan kepalanya pada dada bidang serta merengkuh tubuhnya
untuk membisikkan kata-kata, “Percayalah padaku.”
Belum ada satu detik kemudian, Luhan langsung menarik
tangan gadis itu dan membawanya lari untuk menghindari pria-pria brangas yang
hampir dekat dengan keberadaan mereka. Meski belum tahu pasti tentang asal-usul
Luhan, gadis itu memilih menggerakkan otot-ototnya mengikuti arah gerak Luhan.
“Brengsek!” umpat seorang dari tiga pria itu.
Salah satunya mengeluarkan revolver dari balik jaket,
berhenti sejenak untuk memfokuskan pada sasaran. Jari telunjuknya perlahan
menarik pelatuknya dan terdengar suara tembakan hingga jauh beberapa meter dari
muasalnya.
“AKH!” seketika tubuh Luhan ambruk saat peluru itu
berhasil menembus betis dan bersarang diantara tulang. Ia meringis, betapa
sakitnya hingga membuat dadanya ikut berdebar kuat.
Gadis itu menoleh. Disela napas yang patah, bola mata
beningnya menatap miris pada lelaki dibawah. Meski lelaki itu tengah kesakitan
dan terduduk di tanah, genggamannya belum juga lepas dari tangan gadis
itu—justru malah semakin kuat.
Gadis itu diam mematung dalam beberapa detik.
Membiarkan dua bagian hatinya saling bercakap, mempermasalahkan beberapa hal.
Seul Hee, ayo bantu lelaki itu! Kau harus membantunya
Seul Hee, dia sudah berniat untuk membantumu melarikan diri. Cepat bantu dia
sebelum lelaki itu kehabisan darah!
Larilah Seul Hee! Abaikan laki-laki itu! bahkan kau
baru bertemu dengannya sekali ini, kau juga belum tahu apakah dia memang
berniat untuk menolongmu atau malah mempunyai niat lebih buruk daripada tiga
pria sangar itu. Larilah dan selamatkan dirimu sendiri Seul Hee! Ayo!
Lengan gadis itu dicengkeram oleh salah satu pria
sangar yang berkumis tebal. Akibat kedua kubu hatinya yang terlalu lama
berkonflik, membuatnya terlalu lama melupakan realita. Rambut panjangnya
berkibas ketika meronta hebat, tetapi sebuah tamparan melayang ke paras bagian
kirinya dan berhasil membuat gerakannya membeku.
Luhan menatap kedua netra pria yang berdiri
dihadapannya. Pria itu tersenyum sinis dan Luhan membalasnya tak kalah sinis.
“Memangnya kau bisa apa bocah?” remeh pria itu yang
langsung menempatkan kakinya diatas kaki Luhan yang terluka, lalu menginjaknya
kuat-kuat sampai mengalirkan darah amis yang begitu deras.
Gigi-gigi Luhan menggertak; mencoba menahan perih. Air
mata di pelupuknya siap menetes tetapi tertahan ketika dwinetra Luhan menangkap
gadis itu sedang memandangnya. Bukan pandangan dingin, melainkan pandangan
berupa; bertahanlah. Kedua kelopak mata Luhan terkatup sejenak sebelum
menampilkan bara api yang tersulut di bagian dalamnya.
Tangan Luhan mencengkeram betis pria itu kuat, “Kau
pikir akan dengan mudah membuatku menyerah?” gertaknya sinis.
“Sialan!” umpat pria itu seraya memukul kepala Luhan
dari belakang hingga membuat wajah Luhan hampir mencium sepatunya.
Tangan Luhan mengepal kuat sampai membuat buku-buku
tangannya memutih, kali ini emosinya tak lagi bisa ditahan. Api di kedua bola
matanya membesar, dengan satu hentakan Luhan mampu menumbangkan tubuh pria itu
dengan sebelah tangannya, padahal tubuhnya terbilang mungil dibandingkan ukuran
pria itu.
Kaki Luhan yang sehat menindih bagian perut pria itu,
meski pria itu sudah mencoba untuk bangkit dan menumbangkan Luhan; ia tak
berhasil. Luhan tersenyum miring, kemudian menekan kakinya kuat-kuat.
Seorang pria lain yang sedang bebas, mendekati Luhan,
akan melayangkan tinjunya, tetapi Luhan menunduk sehingga tinju itu mampu ia
halangi.
“Brengsek.” Desis pria itu geram. Ia melayangkan
tendangan tetapi dengan sigap Luhan melompat kemudian dengan kuat menghempas
kedua kakinya diatas perut pria yang hampir kehabisan napasnya kemudian
menghentak ke bagian dada, dengan cekatan Luhan mengambil pistol yang ada di
saku pria itu kemudian menembaknya beberapa kali.
Luhan menodong pistol pada pria yang ada dihadapannya,
“Ayo maju, babi.”
Tangan pria itu mengepal, meloncat hendak menggapai
tubuh Luhan, tetapi.. PYU! Peluru itu mampu bersarang di jantungnya tanpa belum
sempat menggores tubuh Luhan. Luhan tersenyum miring.
Tersisa satu pria yang masih sehat. Pria yang
mencengkeram lengan gadis itu terlalu kuat sampai meninggalkan bekas merah
ketika melepas salah satunya.
“Keparat kau!”
PYU!
Tubuh Luhan melemah diatas tanah dengan tangan yang
menyentuh dada bagian kiri. Merah. Luhan benci dengan baunya yang menyengat di
indra penciumannya. Api yang membara hebat di matanya sedikit mereda ketika
melihat wajah gadis itu yang terlihat pucat, seolah menatapnya dengan; tolong
jangan mati.
Kelopak Luhan menutup. Tubuhnya ambruk diatas tanah
dengan sebelah tangan yang masih menyentuh dada. Napasnya melemah.
Siku gadis itu bergerakmenyodok perut pria yang ia
ketahui bernama Kris hingga pistol yang berada di tangannya terhempas ke tanah.
Sebelah kaki Seul Hee menendang kaki Kris sampai mampu membuatnya melepas
lengan Seul Hee. Gadis itu lincah mengambil pistol yang berada manis diatas
tanah dan tanpa ba-bi-bu langsung mengarahkan pada tubuh pria yang sudah
berdiri tegak didepannya.
Pria itu tersenyum sinis, “Aku tahu kau tak bisa
melakukannya, Seul Hee. Jadi letakkanlah karena senjata itu sangat berbahaya,”
katanya seraya melangkah mendekati Seul Hee, gadis itu pun juga memilih
melangkah mundur tiap kali Kris berjalan maju.
Tangan Seul Hee bergetar meski tak kentara. Ini baru
pertama kalinya ia menyentuh benda bernama pistol, jadi tak ayal jika ia
terlalu gemetar ketika memegangnya, “Jangan mendekat, Kris!”
“Sudahlah Seul Hee. Berikan pistol itu padaku dan kau
akan ku kirim ke tempat yang lebih baik dari ini.”
“Aku tidak mau! Aku tahu kemana kau akan membawaku.
Kau.. kau akan mengirimku pada lelaki sepertimu kan? Pria berotak kotor
sepertimu! Aku tidak akan sudi! Aku membencimu Ayah!”
Tubuh Seul Hee melemah. Pistol ditangannya terhempas ke
atas tanah, membentur rerumputan tenang. Tulang-belulang Seul Hee melentur
hingga membuatnya langsung terduduk diatas tanah. Menitikkan air mata yang
terkena salah satu helai daun dan mengalir menyentuh tanah.
Kris tersenyum sinis. Ia sama sekali tak peduli dengan
Seul Hee yang notabene adalah anaknya. Yang ia pedulikan hanya uang. Jika ia
berhasil membawa Seul Hee ke kota, maka ia akan mendapatkan uang yang tak
terhitung jumlahnya, bahkan hanya memikirkannya saja mampu membuat Kris menelan
ludah saking nafsunya.
“Ayo Seul Hee, kita pergi.” Katanya seraya akan
menyentuh ujung kepala gadis itu.
Entah kekuatan dari mana yang menyambar tubuh Seul Hee,
gadis itu mengambil pistol yang tergeletak di tanah kemudian menarik pelatuknya
kilat hingga menembus paru-paru pria itu. Seul Hee membuka kelopak matanya,
pria itu sudah tak lagi berdiri tegap melainkan sudah terkapar diatas tanah
dengan darah yang bercecer.
Atensi Seul Hee beralih pada sosok kurus yang
tergeletak agak jauh dengannya. Sosok yang sudah mencoba untuk
menyelamatkannya—mungkin.
“Tolong bangunlah, bukalah matamu!” pekik Seul Hee
dengan suara serak.
Entah ada perasaan dari mana yang mendorong Seul Hee
untuk peduli pada pemuda yang belum pernah ia kenal sebelumnya. Pemuda itu
berambut cokelat madu, menutup matanya dengan wajah pucat. Sebulir likuid
mengalir diatas permukaan wajah Seul Hee dengan mata yang tertutup.
Sapuan lembut di bagian wajahnya membuat Seul Hee
membuka mata, “K-kau…?”
“Aku Luhan, matahariku.”
Kening Seul Hee berkerut tetapi air matanya tak
berhenti untuk bergerumbul di pelupuk, “Ma-taha-ri?” ulangnya ragu.
Kepala Luhan mengangguk lemah. Bibirnya semakin memutih
tetapi mampu mengukir senyum diatasnya. Perlahan kelopaknya menutup untuk
menjemput kegelapan.
“Luhannn…” pekiknya refleks ketika tak lagi melihat
obsidian milik Luhan. Seul Hee menangis meraung-raung, berkali-kali memekik
nama Luhan. Anehnya, ia tak tahu mengapa harus melakukannya. Seul Hee tidak
mengerti kenapa ia sangat merasa kehilangan.
—fin
Horeee sudah
selesai.. ^_^ !!!
Haloo apa kabar
kalian semuaaa??? (peluk satu-satu meski nggak nyampe :v + cipika cipiki
lewat angin 0_0”) Gimana gimana gimana
pendapat kalian mengenai ff satu ini??? Absurd bin amburadul, ya?
Padahal awalnya aku cuma mau bikin yang romance, tapi malah nyasar jadi kek
gini-,- ngeselinnya kayak gitu deh, rencana awal sama hasil akhir terlalu jauh
perbedaannya :” btw makasih ya kak Richan udah nambahin judulnya hihi :D
makasih juga kak Wulan yang udah ngirim filenya :D sewaktu ngelihat hasil
editannya (terutama judul :D) aku langsung nemuin ide dan inilah jadinya
heheh.. emang agak ngawur sih :D
Review yaaa ^_^
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteini... kenapa endingnya harus sad? 😭😭😭😭
ReplyDeleteLuhan, kamu bener2 mati? 😭😭😭
terus... kenapa kamu bilang kalau Seul adalah mataharimu? 😢
apa jangan2 kamu kenal sama Seul? 😢😢 aduuuh nyesek sekali ini... NYESEL BANGET! KRISNYA... HASTAGAH.. KELAKUANMU BANG! GAK INGET BINI LU NUNGGUIN DI RUMAH? 😭😭😂😂
oya, sekadar masukan, ada beberapa kata, merujuk kata tempat yang penulisannya masih disatukan sama kata "di". ya meski gak semuanya, sih 😂
dan untuk imbuhan ter dengan hempas, kalau digabungkan jadi terempas. ter dengan hembus pun jadi terembus. atau diimbuh dengan akhiran -an juga tetap, "h"nya dihilangkan jadi embusan. itu aja sih, selebihnya udah bagus 😂😂😂😂
keep writing ya! kapan2 mampir juga ya ke blog ku, tapi bukan yang aku pake buat komen, tp yang ini http://ikhsaniaty.wordpress.com/ *jatuhnya malah promosi 😂😂😂*
maaf ya, Tamara, aku gak bermaksud menggurui, kok. cuma sekadar sharing aja 😂
oke, once again, keep writing! 😘💪💪💪💪❤❤❤🙆
haha, sebelumnya makasih kak udah mau mampir. iya, aku tahu kesalahan itu. aku memang sering mengabaikan materi-materi itu hehe. promosi juga nggak apa-apa kak :v soalnya udah ngasih review juga wkwkwk. ne, soenbae, semangat juga ya buat kak Isan hihi :D sering-sering mampir ya, Kak ^_^
ReplyDelete