Still Loving


OC’s Nam Yeon Mi and EXO’s Park Chanyeol | Family-ship | G | Oneshot | CHW Art Design | Deev,2015

Apakah kau masih mencintaiku?

Gulungan lebar yang memanjang itu sudah tak menampilkan warna kebiruan lagi. Tahtanya telah direbut dengan mudah oleh semburat jingga keemasan. Jalan raya dipadati oleh berbagai jenis kendaraan, membuatnya agak risih dengan keegoisan pengendara yang menyerobot hak pejalan kaki.

Seorang gadis segera menghindar saat pengendara sepeda motor hampir melukai tubuhnya, “Ya! Bisa bawa motor tidak sih? Sudah tahu ini trotoar, jalurmu bukan yang di sini Ahjussi!”

Emosi gadis itu meluap seketika, namun juga mereda dengan cepat. Ia sedikit membungkukkan tubuh. Dengan lihai jari-jemarinya memainkan dua tali putih di sepatu kanannya.

Teneng!

Talinya sudah terikat sempurna. Membentuk menyerupai kupu-kupu yang tengah membentangkan sayapnya. Kemudian tangannya beralih merogoh saku kemeja yang ia kenakan.

Temui aku di café biasa. Setengah jam lagi, jangan terlambat! —Chan

Kening gadis itu berkerut, lalu beralih menatap jam berwarna gold yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

***

Suasana di dalam salah satu café di kawasan kota Seoul benar-benar ramai. Ada beberapa waiters yang sIbuk lalu lalang untuk mengurus pesanan para pelanggan, juga ada yang repot membawa pesanan pelanggan yang terlalu banyak. Namun di antara kesibukan mereka ada seorang gadis yang duduk di meja nomor lima dengan bibir yang tertekuk ke bawah.

Akan ku bunuh anak itu, batin Yeon Mi yang terus merutuk atas keterlambatan temannya.

Gadis itu mendengus kesal, bahkan bola mata beningnya menampilkan kobaran api yang teramat besar.

Apanya yang setengah jam? Apanya yang jangan terlambat? Bahkan aku sudah menunggunya selama lebih dari satu jam, disini, seorang diri, di antara kesibukan orang-orang.

Yeon Mi meraih tas ranselnya, “Dia hanya mempermainkanku,” desisnya.

Tunggu sebentar lagi. Ada kejutan yang akan aku berikan. —Chan

Alis Yeon Mi saling bertaut. Entah kenapa justru ia memilih duduk lagi.

Untuk menghilangkan rasa bosannya, gadis berambut sebahu itu mengetuk-ketukkan ujung jemarinya diatas meja. Menunggu untuk lebih lama lagi. Di antara kebosanan itu otak Yeon Mi berputar, mempertanyakan beberapa hal. Bukan tentang kejutan yang Chanyeol katakan padanya lewat sms tapi sesuatu yang lain.

Kenapa aku harus rela menunggunya lebih lama lagi?

Apakah aku dan Chanyeol hanya sebatas teman?

Atau mungkin…

Kepala Yeon Mi menggeleng, “Tidak mungkin aku menyukai lelaki childish seperti Chanyeol dan.. mana mungkin… ah sudahlah Yeon Mi, jangan berpikiran yang tidak-tidak,” gumam Yeon Mi yang tanpa disadari olehnya jika bibirnya sedang melengkungkan sebuah senyum saat ini.

Sesuatu menghalangi cahaya Yeon Mi. Gadis itu menoleh ke samping kirinya. Sebuah boneka beruang berwarna putih tersaji dalam pandangan Yeon Mi.

Gadis itu tersenyum, “Chanyeol~a..” ia menoleh ke belakang. Betapa terkejut ketika yang didapati bukanlah sosok childish yang ia bayangkan, tetapi seorang wanita berumur yang sudah menampilkan wajah keriputnya.

Yeon Mi menelan salivanya susah payah.

Sosok yang selama ini ia benci,

tetapi juga sosok yang selama ini ia rindukan,

sosok itu berdiri di depan matanya.

Secepat kilat Yeon Mi memutar kepalanya untuk mengalihkan pandangan dari sosok wanita itu. Bukan karena ia tak mau melihat keberadaan wanita itu, hanya saja ia tak bisa membiarkan air matanya menetes dihadapan wanita yang selama ini selalu mengusik hatinya.

“Kenapa Anda disini?” tanya Yeon Mi—berusaha—dingin seraya menyeka ujung matanya yang basah.

Di balik punggung Yeon Mi, wanita itu tersenyum putus asa, “Mama tahu Yeon, kamu pasti membenci Mama kan? Tapi tolong lihatlah Mama sekali ini saja.”

“Aku tidak mau.”

Iya Ma, aku tidak mau hanya melihat Mama untuk sekali ini saja.

Aku tidak mau Mama hanya datang padaku hari ini saja.

Aku tidak mau Ma, aku tak menginginkannya.

Aku ingin Mama di sini, bersamaku untuk seterusnya.

“Maafkan Mama, Yeonie.”

Yeon Mi menutup matanya sejenak. Dadanya sesak mendadak. Teramat menyesakkan. Bahkan jantungnya berdetak kencang seakan-akan mencoba mendobrak tulang rusuk dan melompat keluar.

Yeonie?

Aku tahu Mama masih mengingatnya.

“Bolehkah Mama duduk?”

Yeon Mi tak menyahut, namun tanpa mendengar jawaban anaknya pun Han Hae Jin sudah menginstruksikan tubuhnya untuk duduk di kursi berhadapan dengan putri semata wayangnya.

Hening.

Dua detik.

Lima detik.

Duapuluh detik.

Han Hae Jin sudah tak tahan lagi, ia rindu mengobrol dengan putrinya. Ia rindu bercanda dengan putrinya. Ia rindu tertawa bersama dengan putrinya.

“Kamu baru pulang sekolah Yeon?”

“Huh?” Yeon Mi mengangkat kepalanya. Menatap wajah keIbuan milik Han Hae Jin yang tak lain adalah Ibunya sendiri, “Eung, ie.”

“Ini untukmu,” tutur Han Hae Jin sembari menyodorkan sebuah boneka beruang pada Yeon Mi.

Gadis itu hanya diam tanpa pergerakan sedikit pun.

Saengil chukhahaeyo, Yeonie.” (selamat ulang tahun)

Rasanya sangat panas dalam dada Yeon Mi. lalu rasa panas itu menjalar ke seluruh tubuhnya hingga mencapai mata beningnya. Yeon Mi membuang muka. Ia tak mungkin menangis di hadapan orang yang ia benci—dan ia rindukan.

“Ah, kamu sudah delapan belas tahun kan? Maafkan Mama.”

“Sudah lama sekali ya, Yeonie? Padahal terakhir kali kita bertemu, kamu masih berumur enam tahun dan sekarang…” Han Hae Jin menghentikan kalimatnya ketika Yeon Mi beralih menatap wajahnya, “Yeoni~ya, kenapa kamu menangis?”

Yeon Mi menghapus air matanya kasar, “Benar. Mama pergi meninggalkanku selama dua belas tahun! Tidakkah Mama mengerti bagaimana perasaanku, huh? Aku melewati masa-masa pubertas tanpa seorang Ibu disampingku, tidak ada yang bisa memahamiku Ma! Bahkan aku harus hidup dengan seorang Ayah pemabuk serta penjudi. Aku harus bekerja paruh waktu untuk memenuhi keinginan Ayah! Aku benci Mama! Aku benci kalian semua!”

Nyonya Hae Jin tertegun, “Maafkan Mama, Yeonie. Mama tidak bermaksud seperti itu.”

“Lalu seperti apa?!” pekik Yeon Mi, “Seharusnya seorang Ibu datang untuk melindungi anak perempuannya yang akan disakiti oleh Ayahnya, bukannya pergi melarikan diri hanya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bersama pria lain! Tidak bisakah Mama mengerti hal itu? Huh? Bahkan Mama hanya mengincar harta pria kaya itu kan? Iya kan? Mama sama sekali tak mempedulikanku.”

Napas Yeon Mi tersengal. Bulir liquid itu mengucur dari kedua bagian matanya, mengalir sangat deras hingga membasahi kedua sisi wajahnya dan meninggalkan sensasi lengket saat tangan Yeon Mi mencoba menghapus jejaknya.

“Yeonie, dengarkan Mama sayang. Mama bisa menjelaskannya.”

“Menjelaskan apa lagi Ma? Apa yang perlu dan harus dijelaskan oleh sosok Ibu yang tak bisa bersikap sebagai seorang Ibu? Apa?!”

Air mata Han Hae Jin pun ikut merembes, “Maafkan Mama Yeonie. Mama hanya terlalu takut ketika itu. Mama sangat shock saat Kris melempar botol soju ke lantai. Mama ingin melindungi kamu, tapi Mama terlalu takut dan berakhir menjadi pengecut. Maafkan Mama karena sudah meninggalkanmu dengan lelaki brengsek itu.”

Yeon Mi menangis histeris dalam tangkupan kedua tangannya.

Mianhae.. mianhae Yeonie.”

Seorang pemuda yang mengenakan jaket abu-abu di meja nomor delapan mengukir garis senyum di bibirnya. Ia melepas topi yang sedari tadi ia kenakan sebagai penyamaran, serta kacamata hitam dan masker wajah berwarna hitam.

Ya, sedari tadi Chanyeol memang sudah tiba di café itu, bahkan sebelum Yeon Mi duduk di kursinya sekarang. Hanya saja, Chanyeol menunggu Nyonya Hae Jin datang untuk menjalankan misi rahasia mereka berdua. dan hari ini, sepertinya bisa dikatakan kalau misi itu sudah berhasil. Ketika Nyonya Hae Jin menenggelamkan kepala Yeon Mi dalam pelukannya. Pelukan seorang Ibu.

***

“Ma, apakah Mama masih menyayangiku?”

“Tentu saja Yeonie karena kamu adalah anak Mama.”

“Apakah Mama membenciku?”

“Alasan apa yang membuat seorang Ibu membenci anaknya?”

“Apakah Mama masih mencintaiku?”

“Bagaimana menurutmu?”

Yeon Mi tertawa, “Apakah Mama masih memikirkanku?”

Nyonya Hae Jin melepas tangan Yeon Mi yang melingkar di pinggangnya, “Mama masih memikirkanmu Yeonie, dan akan selalu begitu. Karena sampai kapanpun kamu adalah anak Mama.”

“Mama, berjanjilah padaku. Berjanjilah untuk tidak lagi meninggalkanku.”

Han Hae Jin tersenyum mantap, “Ya, Mama berjanji.”

“Eum.. Mama.. saranghaeyo.” Kata Yeon Mi yang langsung menyambar tubuh Han Hae Jin, memeluknya manja.

“Yeonie, lepaskan pelukanmu. Kita sedang berada di jalan, mengerti?”

“Eum.. Mama..” rengek Yeon Mi yang malah semakin mempererat memeluk pinggang Ibunya.

“Ya, apa kamu tidak malu dengan Chanyeol?”

Yeon Mi melepas pelukannya sejenak untuk melirik pemuda disamping kanannya, “Si Tiang Listrik ini bahkan sering memeluk Ibunya di depan umum dan merengek-rengek ingin makan bersamanya, juga melakukan kelakuan seperti anak kecil,” cibir Yeon Mi.

“Ya! Aku tidak melakukan itu!” sanggah Chanyeol seraya menjitak kepala Yeon Mi.

“Ya! Sakit tahu!”

Han Hae Jin mengambil posisi di tengah-tengah Yeon Mi dan Chanyeol, “Sudah sudah, hentikan. Kalian berdua sudah delapan belas tahun, bersikaplah dewasa.”

Yeon Mi tersenyum lebar, namun langkahnya seketika terhenti membuat Chanyeol dan Han Hae Jin juga menghentikan langkah mereka.

“Ada apa?”

“Mama, bolehkan aku memelukmu lagi?”

“Huh? Lakukan di rumah saja ya.”

“Aniyo, aku ingin melakukannya disini. Supaya semua orang tahu kalau Mama sudah kembali padaku. Bolehkan Ma? Ma…”

Han Hae Jinn mengangguk. Yeon Mi langsung memeluk Ibunya erat.

Neomu neomu johayo, Mama.”

“Lihat siapa yang childish huh?!”

Ya! Neo!” (Hei! Kamu!)

“Sudah hentikan.” Lerai Han Hae Jin yang langsung melingkarkan lengannya di bahu Yeon Mi dan Chanyeol—meski tak sampai.

“Chanyeol~ya, kenapa kau tumbuh sangat tinggi? Bisakah kau merendahkan tubuhmu sedikit supaya Mama bisa menjangkaumu?”

Chanyeol tertawa masam dan melakukan apa yang diperintahkan Ibu Yeon Mi.

“Dasar Tiang Listrik!” ledek Yeon Mi penuh semangat, “Eh tapi.. kenapa Mama mengatakan… Ah ani ani.”

Malam di hari ulang tahunnya, Yeon Mi mendapatkan kado terindah dan terbaik sepanjang hidupnya, yaitu mendapatkan kasih sayang Ibunya yang sudah sangat lama ia rindukan.

Mereka bertiga melalui jalanan malam yang lumayan ramai dengan saling merangkul satu sama lain. Semuanya bahagia kecuali…

Apa aku harus merendahkan tubuhku seperti ini terus? Ah! Kenapa aku harus setinggi ini? Huh? Katakan padaku! Ah baiklah, tidak ada yang mau menjawab pertanyaanku. Sepertinya besok aku harus datang ke rumah sakit, semoga tulang punggungku baik-baik saja.


THE END

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Still Loving"

Post a Comment