Surprise

Surprise




Writer : Good Girl | Editor : Deev
 2015



Sesuatu yang berbeda, aku gak nyangka aku bisa punya pemikiran kayak gitu. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, dan itu dapat mengubah segalanya. Aku merasa senang, bahagia—entah sejak kapan itu muncul ketika melihatnya melakukan sesuatu yang biasa aku sebut kejutan. Beberapa minggu ini, entah secara kebetulan atau memang begitu jalanku aku bisa dekat sama dia—bukan, bukan dekat yang seperti seorang wanita dan lelaki, bukan seperti itu, tapi layaknya teman. Karna aku merasa duniaku dengan dia bagaikan langit dan bumi, BERBEDA.

Semuanya berawal dari sekolompokan tugas, tugas yang berbentuk persentasi.  Jadi sewaktu mau maju biasanya kita semua latihan dan kebetulan gurunya killer, jadi kita harus siap-siap dengan baik. Ketika itu aku bersama teman cewekku sedang latihan ngomong persentasi, tiba-tiba dia duduk di sebelah kananku yang memang kosong, nah akhirnya di sana kita belajar bareng, ketika dia bertanya—aku menjawab, aku merasa ada yang aneh dengannyaa saat mata kita bersirobok waktu membahas persentasinya. Semuanya biasa saja ketika itu. Dan akhirnya kita bisa menyelesaikan persentasi itu dengan baik.

Di tugas berikutnya aku juga sekelompok sama dia, karna sering ketemuan aku merasa ada yang beda. Teman-temanku pun suka menggodaku dengan cara ‘menjodoh-jodohkan’ aku dengannya, tapi aku cuek bengek aja. Karena aku punya seseorang lain di hati. Sampai suatu saat karna dicomblangin mulu sama teman-teman aku jadi merhatiin dia. Dan selama tiga tahun aku jadi teman sekelasnya , baru sekarang aku memperhatikan gerak tingkahnya. Aku merasa dia berdeda dari segi sikap, dan berakhir memiliki banyak harapan dengannya.

Saat ini aku kelas 3 jadi ya mau ujian, dan yang membuat galau adalah milih jurusan buat melanjutkan kuliah. Aku iri sama dia karena dia udah tahu tujuan dia mau kemana—padahal yang aku tahu dulu dia gak merhatiin sekolah, pelajaran ya pelajaran aja. Tapi sekarang enggak. Pernah suatu ketika aku cerita pada temanku, “Dia punya tujuan, tapi dia gak tahu gimana cara mendapatkannya, yang dia tau ya degan cara itu—dengan belajar latihan soal-soal. Makanya dia ngejalanin itu.”

Aku seneng banget pas dia bisa berjuang untuk mimpi-mimpinya, dan dari situ aku selalu yakin bahwa dia mampu. Sempat terlintas dipikiranku untuk bilang sama dia, “Kamu tu bisa, aku yakin, kamu itu punya potensi.” 

Tapi aku gak punya keberanian buat bilang kayak gitu. Gak,  gak lucu kan kalau aku bilang kaya gitu padahal aku baru dekat sama dia dan aku sendiri bukan motivator di depan dia. Ada kejutan lagi dari dia—aku gak nyangka orang kayak dia bisa mikirin gimana caranya ngepasin gerakan dengan senam, bahkan dia juga mengganti lagu biar gerakan itu lebih enak, dan itu kreatif banget. Dan lagi aku selalu percaya dia bisa.

Harapan itu tumbuh begitu suburnya. Setiap dia membuat kejutan aku selalu senang melihatnya. Pada akhirnya aku menyadari bahwa aku udah suka sama dia. Sebagai seorang teman; aku senang dan bangga bisa liat teman aku berubah ke hal yang lebih baik. Tapi kalau untuk cinta; aku gak tahu ini beneran cinta apa hanya sekedar suka sebagai teman. Pas aku cerita sama teman aku teman aku bilang, “Keduanya, kamu suka sama dia sebagai teman dan kamu cinta sama dia.”

Hari-hari berikutnya, ketika aku cerita sama temanku, aku selalu meyakini kalau aku udah cinta sama dia, aku selalu bilang, “Kalau dia suka sama seseorang lain ya biarin aja, itu hak dia, aku gakpapa.”

Dan dia jawab, “Kalau kamu gakpapa itu gak mungkin. Pasti kamu ada apa-apa.”

Tapi aku gak tanggepin itu. Hingga aku liat dia sama mantannya lagi—mereka kayaknya balikan lagi. Dan saat itu juga aku merasa bad mood, cemburu udah pasti, temen aku bener aku ada apa-apa.

Dia juga bilang,  “Ya memang kita sebagai teman, tapi kita pasti juga punya harapan lebih dari seorang teman. Itu wajar.”

 Selanjutnya aku merasa marah sama dia, dan itu membuat aku menjauhinya, judes sama dia. Dan entah kenapa aku ngerasa perilaku dia juga jadi menjauh dari aku. Dari situ aku mikir-mikir di rumah, di sekolah. Hingga aku berniat, aku gak akan menoleh padanya. Tapi aku pengen dia jadi temenku, aku gak mau hubungan aku sama dia merenggang, karna dia tipikal orang yang asik.

Aku cuman bisa berharap, “Kamu gakpapa pacaran tapi kamu juga harus menunjukkan kejutan-kejutan kamu ke aku. Aku bakal nunggu kejutan kamu berikutnya.”


Udah lama aku tahu hubungan dia sama mantanya, setiap aku liat mereka berdua, rasa sakit itu datang lagi. Dan aku hanya bisa berdoa supaya aku di beri ketabahan. Tapi lama-lama aku gak berani lagi berharap sama dia, ketika aku mulai untuk berharap rasa sakit itu ada. Sekarang aku merasa ada yang kosong, aku gak tahu gimana caranya nyembuhin itu, secara tiba-tiba pasti kekosongan itu muncul bebarengan dengan rasa sakit itu. 



-oo-

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Surprise"

Post a Comment