When I’m Alone
Divaelta | 2015
Kesepian
seakan sudah menjadi hal yang wajar dalam keseharian selama aku hidup. Bukan
hal yang luar biasa menyedihkan hingga membuat murung dan berakhir dengan bunuh
diri. Meski pada awalnya sangat sulit dan terkesan membuat terkekekang. Tetapi
seiring berjalannya waktu, kurasa kesepian adalah hal yang wajar.
Setiap waktu
aku merasa dunia ini sangat sepi dan sunyi, meski beberapa orang hadir
disampingku. Tetapi kehadiran mereka hanya sebatas berdiri tanpa memberi salam.
Jadi semua itu sama saja, aku tetap sendiri.
Terkadang
aku juga merasa bahwa aku ini bukanlah apa-apa yang patut untuk diberi
perhatian. Mungkin cuma sesekali mereka datang menghampiri. Parahnya mereka
menyapaku hanya untuk meminta tolong. Setelah itu pergi lagi entah kemana.
Sering
sekali aku mengumpat dalam hati. Astaga mengapa harus seperti ini? Mengapa
mereka datang dan pergi silih berganti? Itu sangat menyakitkan. Apalagi setelah
rasa senang hinggap sejenak dalam batin.
“El, lagi
apa?” tegur seorang gadis yang langsung menempati sisi kosong di sebelah
kananku.
“Hm? Oh
Zifa, nggak ada yang bisa dibilang sibuk sih, kenapa?”
“Boleh minta
tolong nggak? Aku belum ngerjain tugas IPS padahal sore ini aku ada latihan vokal,
kamu tahu sendiri kan kalo tugas ini harus dikumpulin besok? Jadi tolong banget
ya.”
“Oke sip,
nanti aku kerjain deh.”
Zifa
tersenyum menampilkan binar mata yang imut, “Makasih cantik,” katanya seraya
meninggalkanku sendiri.
Nah kan, aku
sudah mengatakannya dari awal. Semua hal terjadi secara runtut dan urut seperti
ini. Dan asal kalian tau, aku menyanggupi ini semua bukan karena aku memang baik
hati. Tapi karena aku juga ingin memiliki teman. Aku lelah hidup sendirian tapi
nyatanya mereka hanya datang sedetik dan pergi seharian penuh. Aku kecewa.
—fin
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteReblogged this on divakai.blogspot.com
ReplyDelete