Lost Heart in 12 Man | Chapter 1



Starring: OC's Kiara - EXO OT12 | Genre: Love story, entertainment life | Rate: PG | Length: Chapter | Written by Good Girl | Editor [abal-abal] by beehyuncchan | Poster art by Varasity Art©2016

Warning!!
Cerita ini adalah sebuah fanfiction. Fanfiction atau yang sering disebut Fanfic, FF, atau Fic, merupakan sebuah cerita fiksi yang dibuat oleh penggemar/fan berdasarka kisah, karakter, atau seting yang sudah ada. Fanfiction bisa berlaku untuk film, komik, novel, selebritis, dan karakter terkenal lainnya. Terkadang sejumlah fanfiction menyertakan penulisnya sebagai karakter cerita, dan ada pula yang tidak

Disclaimer:
Penggunaan karakter tokoh dalam cerita ini bukan dimaksudkan untuk merusak karakter asli tokoh yang digunakan, tetapi semata-mata karena kecintaan penulis dengan sang idola.

Prolog


Kiara, gadis berusia 21 tahun yang sudah menikah dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya. Menikah dengan seseorang yang lebih tua memang hal yang biasa, tapi ada sesuatu yang  berbeda dari itu, yaitu suaminya. Ya, ia adalah bintang internasional, seseorang yang digandrungi banyak perempuan di dunia. Bagaimana ia kenal dengan cintanya benar-benar hal yang tidak terduga. Dulu ketika usianya baru menginjak 17 tahun, Kiara tidak sengaja melihat saudaranya sedang menonton acara variety show. Acara itu menampilkan boy band asal Korea Selatan, yaitu EXO. Kiara awalnya hanya sekadar ikut-ikut menonton dan beberapa kali mengomentari member dari boy band itu.

“Menurutku ini yang ganteng, Mbak,” ucap Kiara pada Tatyana sepupunya dengan jari menunjuk orang berjaket hijau.

“Itu Luhan namanya, tapi sekarang dia udah keluar dari EXO,” jelas Tatyana. Kiara hanya mengangguk-angguk dan terus mengamati.

Suatu saat Kiara dan sepupunya kembali menonton acara boy band EXO dari video yang baru di download oleh Tatyana. Mereka menyaksikan dan menyimak dengan baik, bahkan Kiara dan Tatyana tertawa lepas ketika salah satu member mengatakan sesuatu yang lucu dan Kiara bersama Tatyana saling  mengomentari acara itu. Di akhir acara, Kiara menyadari bahwa grup ini memberinya semangat positif pada fans lewat lagu-lagu yang dinyanyikan. Mereka benar-benar menghargai dan membutuhkan fansnya. Ada sesuatu yang mengusik hati Kiara, ia merasa tertarik dengan boy band ini. Lewat berbagai macam music video mereka yang lama, Kiara mulai mengenal satu persatu dari mereka, tentu saja dengan bantuan Tatyana, sepupunya.
Kiara merasa sesuatu hal yang menunjukkan rasa kehilangan ketika melihat mereka tak berjumlah sama seperti dulu. Kegembiraan, kebersamaan, dan kekompakan mereka seperti telah melekat padanya. Ketika melihat mereka tidak lengkap ada sesuatu yang mengiris batin Kiara.

Hari-hari berlalu, Kiara mulai mengikuti Luhan di akun media sosialnya karena Kiara menyukai Luhan dan berpikir karena Luhanlah ia mengenal EXO. Pembicaraan Kiara dan sepupunya mengenai member EXO terus berlanjut. Hal itu pun membuat keduanya kembali akrab, mengingat lebih dari dua tahun mereka disibukkan dengan urusan masing-masing.

Ketika mereka tak bertemu akibat Kiara harus kembali ke rumahnya yang jauh dari rumah Tatyana, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk di media sosialnya. Kiara segera membuka pesan tersebut, dan betapa senangnya karena pesan itu berasal dari Tatyana. Sepupunya itu mengirimkan foto Luhan.

Kiara tersenyum dan tertawa saat melihat foto Luhan. Pesan itu berlanjut hingga merambat membicarakan member lain. Dari pesan itu Kiara memiliki ide untuk mengirim pesan kepada Luhan. Ia sudah berpikir bahwa pesannya akan dibaca Luhan memiliki peluang yang sangat kecil. Mengingat betapa sibuknya aktivitas keartisan yang dilakoni Luhan dan mungkin banyak sekali pesan yang masuk dari para penggemar yang berjumlah jutaan itu. Kiara hanya sepertjutaan, ia nampak kecil, tapi apa salahnya mencoba, pikirnya kala itu.

Kiara mulai mengetik dengan kalimat sederhana, “Luhan-ssi, FIGHTING!” hingga beberapa hari berlalu, tentu saja pesan itu tak ada jawaban. Kiara telah memasrahkannya kepada yang Tuhan.

Hingga berbulan-bulan berbagai macam pesan yang ditulisnya tak pernah mendapat balasan. Kiara tak masalah dengan hal itu, ia tetap mengirimkan pesan, mulai bertanya bagaimana kabar Luhan, menyemangati, bertanya berbagai hal, hingga menulis kehidupannya. Ini menjadi tumpahan perasaan Kiara di saat ia bingung harus bercerita pada siapa, ia akan selalu menulisnya di situ.

Hingga pada sore hari, ketika Kiara kelelahan dengan pelajaran di sekolah tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas-malasan Kiara membuka sebuah pesan. Ketika itu juga Kiara sungguh tak percaya, Luhan membalas pesannya. Tangan Kiara bergetar, keringat mengucur di dahinya, bahkan susah payah ia menelan saliva.

Memang sebenarnya jawaban Luhan hanyalah singkat, “Thank for all,” tapi itu sudah cukup  untuk menjawab penantian Kiara. Ia pun bergegas mengetikkan rangkaian kata.

“Luhan-ssi, benarkah itu kau? Yang membalas pesan ini?”

Kiara menunggu jawaban, tapi tak jua ada pesan masuk. Hingga tujuh hari terlewati, barulah pesan itu mendapat jawaban. Dari situ Kiara mengenal Luhan dengan baik. Di padatnya kesibukan Luhan, Kiara datang membawa suasana menyenangkan. Suatu hari Luhan mengeluh mengenai rasa lelah yang amat dirasakannya atas segala kesibukan artis. Kiara mengkhawatirkan sesuatu dari Luhan, hingga ia pun memutuskan untuk mengetikkan sesuatu.

“Luhan-ssi, tolong jangan meminum alkohol di saat seperti ini. Itu tidak bagus untuk kesehatanmu. Kamu harus tetap sehat.”

Dengan kebetulan sekali Luhan sedang online, “Terima kasih Kiara, kau sudah mengkhawatirkanku. Aku tidak akan minum. Aku tahu itu, lagipula besok aku juga masih ada jadwal yang padat.”

“Luhan-ssi, aku memiliki sesuatu yang mungkin dapat membuatmu merasa damai. Tapi ini tidak seharusnya aku...” pesan itu menggantung.

“Kiara, berikan itu. Aku tahu kau tidak akan berbohong padaku.”

Lama sekali Kiara tidak menjawab. Luhan merasa bersalah atas apa yang dikatakannya lewat pesan itu. Luhan melirik jam pada ponselnya, hari sudah malam. Luhan harus segera istirahat. Ia pun memutuskan hendak pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi namun baru beberapa langkah sebuah pesan membuatnya berbalik.

Pesan berupa audio berdurasi tiga menit dari Kiara dengan pesan di bawahnya, “Aku meminta temanku saat aku berusia 15 tahun. Saat itu aku lelah sekali, perasaanku gusar, temanku merekamnya untukku. Saat aku mendengarkan suara ini, perasaanku menjadi damai. Hatiku terasa sejuk Luhan-ssi. Aku harap kau merasakan hal yang sama.”

Luhan tersenyum. Ia mengambil earphone lalu menekan tombol play seraya berbaring di atas ranjang. Suara itu melantunkan kata-kata asing yang sama sekali tak Luhan ketahui apa artinya. Namun ia tak membutuhkan arti untuk mengerti. Suara itu terdengar lembut, indah dan mendamaikan. Luhan memejamkan mata. Ia merasa beban-beban yang sedari tadi menempel di tubuhnya seketika jatuh berguguran. Tiga menit terasa singkat. Luhan jatuh cinta pada lantunan itu. Ia mengulangnya dan jatuh tertidur hingga pagi.

“Kiara, kemarin itu apa? Lantunan itu benar-benar mengobatiku. Terima kasih.”

“Itu lantunan ayat suci Al Quran.”

Sejak saat itu Luhan tertarik. Ia meminta Kiara untuk mengirimkan lantunan yang lain. Disela-sela kesibukan, Luhan mencari informasi di internet tetang Al Quran. Enam bulan berlalu, Luhan memutuskan menjadi mualaf. Kiara yang mendengar hal itu teramat senang. Luhan berkata bahwa ia ingin menemui Kiara di negara gadis itu. Kiara menolak, biarlah ia saja yang pergi ke China. Penerbangan tidak disukai Luhan karena fobia dengan ketinggian. Namun Luhan menolak dengan alasan sudah mengambil break untuk beberapa minggu. Kiara tak punya pilihan lain sehingga dengan berat hati ia mengiyakan.

Sabtu sore setelah pulang sekolah, Kiara pergi ke bandara untuk menjemput Luhan. Luhan bilang ia tak membawa pengawalan karena itu akan mencurigakan. Sebelumnya Kiara sudah pernah mengirimkan fotonya pada Luhan. Tentu saja bukan foto yang diedit-edit, tapi wajah aslinya. Namun untuk jaga-jaga ia membawa papan bertuliskan namanya, tidak mungkin kan nama Luhan yang ditulis di papan itu? Nanti bisa-bisa banyak orang yang langsung mengerubungi pemuda itu, terutama para LuhanStand yang kerap disebut Telekinetics.
Selama beberapa minggu itu Luhan menginap di rumah Kiara. Luhan menggunakan kamar kakak Kiara yang sedang bersekolah di luar kota. Disana Luhan belajar lebih dalam tentang agama. Tak terasa waktu melesat cepat. Luhan harus kembali.

Malam hari Luhan sudah mengepak kembali barang-barang ke dalam koper berukuran sedang. Rasanya berat memang untuk meninggalkan rumah yang telah mengajarkannya banyak hal baru. Tapi mau bagaimana lagi? jadwal cutinya harus berakhir disini. Toh, lain kali mungkin ia bisa kembali berkunjung.

Pagi harinya, Kiara mengantar Luhan ke bandara. Sambil menunggu pesawat, mereka duduk di sebuah bangku. Luhan menggunakan masker dan topi namun ketika bicara suaranya masih terdengar dengan jelas.
“Kiara, terima kasih untuk tiga minggu ini. Aku akan kembali lagi.”

“Luhan-ssi, aku tak percaya bahwa aku bisa menjadi temanmu,” kata Kiara menahan haru, “Aku akan selalu mendoakanmu disini. Di sana kau harus baik-baik saja. Jangan sakit-sakit, janji?” Kiara melanjutkan kata-kata perpisahan dan diakhiri dengan menggantung jari kelingking di hadapan Luhan.

Luhan ingin sekali memeluk gadis ini namun ia tahu itu tidak bisa. Ia mengangkat tangannya dan menautkan kelingking. Di balik masker wajahnya, bibir Luhan mengembang membentuk setengah lingkaran dengan sempurna.

Hari-hari berjalan seperti biasa. Luhan dengan kesibukannya. Sedangkan Kiara sudah berusia sembilanbelas tahun. Ia kuliah di luar kota, meninggalkan kota kecil yang selama ini menjadi tempat tinggal penuh kenangan. Hubungannya dengan Luhan berjalan dengan baik. Keduanya masih saling berhubungan meskipun tak begitu sering, karena Kiara memaklumi dunia keartisan Luhan.

Hal yang membahagiakan datang diumur Kiara yang ke duapuluh tahun. Saat ulang tahunnya, Luhan datang membawa bahagia. Ia memberi ucapan selamat tanpa diketahui Kiara. Tentu saja Luhan hapal rumah Kiara, walaupun sesekali harus menciptakan banyak kerutan di kening karena memorinya sedikit memburam. Meski hanya sekali ke sana, tapi banyak kenangan yang menyenangkan di rumah sederhana itu, yang membuat Luhan akan selalu mengingat dimana letaknya.

Di hadapan orangtua Kiara, Luhan melamar gadis berhijab itu. Kiara sungguh tak menyangka. Ia teramat senang. Pernikahan mereka pun dilaksanakan tiga bulan berikutnya. Hingga satu tahun berlalu yaitu saat usia Kiara 21 tahun, jikalau sedang tak sibuk, ia akan menjadi asisten pribadi Luhan. Contohnya saat ini, di ruang make up Kiara sedang merias Luhan. Dengan sedikit candaan, mereka berbicara hangat. Satu jam lagi Luhan akan tampil dalam acara amal di Beijing.

“Sudah selesai, sekarang kau tampak cantik,” goda Kiara. Ia tahu kalau Luhan disebut-sebut sebagai beautiful man. Luhan mendelik ke arah Kiara, namun wanita itu tak menghiraukannya. Ia sibuk merapikan alat make up.

Ketika giliran Luhan untuk tampil segera datang, Kiara memberikan semangat penuh antusias untuknya, “Fighting!” seraya mengepalkan tangan kanan di depan wajah.

Luhan tertawa kecil sambil mengepalkan tangan seperti yang dilakukan Kiara, “Aku akan menampilkan yang terbaik!”

Kiara mengangguk mengerti. Ia mengibaskan kedua tangan beberapa kali ketika nama Luhan sudah dipanggil oleh staf yang mengurusi acara siang ini.

“Luhan, fighting!” seru Kiara sekali lagi. Luhan yang sudah berjalan dua langkah menjauh kembali menolehkan kepala memandang Kiara. Laki-laki itu tersenyum geli saat Kiara menggerakkan bibir membentuk kalimat: aku mencintaimu.

Kiara pun sama gelinya saat mengatakan kalimat itu. Ia bahkan tak tahu mengapa sampai tak bisa mengontrol diri sehingga kalimat itu terucap begitu saja. Ia melambaikan tangan pada punggung Luhan yang mulai menjauh. Kiara menghela napas, ia memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan.

Di ruang make up disajikan televisi yang digunakan untuk memantau performa artis yang tengah naik panggung namun Kiara tak mengindahkannya, justru mengeluarkan sebuah buku tebal dari tas. Sebetulnya ia tak benar-benar free dari kuliah karena masih ada tugas yang menumpuk. Orang-orang yang juga berada disana hanya melihat Kiara sambil menggeleng-gelengkan kepala, tapi Kiara tak menghiraukannya.

Luhan telah usai tampil, sekarang ia sedang diwawancarai. Kiara tak mengerti apa yang mereka bicarakan karena ia tak bisa berbahasa China. Lucu ya? Kiara menikah dengan pria China, tapi tidak paham dengan bahasa mandarin. Selama ini pasangan suami-istri berbeda kebangsaan itu selalu berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang sama-sama dikuasai keduanya. Ia tersenyum melihat Luhan, bibirnya yang lucu melafalkan bahasa mandarin. Pikirannya melamun sambil mengulum senyum dalam hati.

“Seseorang yang aku idolakan saat umurku tujuhbelas tahun, kini berada di sampingku dan selalu ada untukku. Bagaimana semua itu bisa terjadi?” batinnya. Lamunan Kiara terpecah berkat Luhan yang baru selesai wawancara dan masuk kembali ke ruang make up.

“Bagaimana penampilanku?” Kiara mengangkat dua jempol dan mengatakan ‘daebak’ tanpa suara.
Untuk sementara waktu Kiara tinggal di apartemen Luhan mengingat hari Minggu nanti ia sudah harus kembali ke tanah air. Beberapa hari di China Kiara tak merasakan liburan sama sekali. Itu karena jadwal Luhan yang padat, juga tugas kuliahnya yang sedikit demi sedikit berhasil berkurang.


to be continue


Note:
1. -ssi: surfiks (formal)
2. Daebak: keren, hebat

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Lost Heart in 12 Man | Chapter 1"

Post a Comment