Suddenly Affair of Love(s)
—Dia membuatku marah sekaligus kecewa.
Chapter 1 : First Time I Meet You Like Something Wrong
Starring: OC's Bella visualization Naomi of JKT48 - iKON's Hanbin + Bobby - OC's Jung Eun visualization Korean artist - OC's Dany visualization Imanuel Caesar Hito | Genre: Love story, entertainment life | Rate: PG | Length:Chapter | Written by Beehyuncchan ft. Good Girl | Poster art by DL Project | ©2016
Aku membenarkan letak kacamata sekilas sambil membiarkan jemari lainnya menari diatas keyboard komputer lipat. Sesekali aku menggerutu sebal, mendesah kesal, serta merutuki diri sendiri yang mau-maunya mengerjakan pekerjaan ini.
“Ini kopi—“
“Oh, iya, Mbak,” sahutku cepat sambil menyesap kopi itu, tetapi kemudian aku tersadar, “Aku kan belum pesan.. —Han Bin?”
Pemuda itu tersenyum. “Apa kabar?”
“Ba—ik,” jawabku terbata. Mengingat jikalau Han Bin adalah seorang artis, aku bergegas membereskan berkas-berkas serta melipat laptop, “Kamu disini juga?” tanyaku kemudian langsung menariknya sehingga dia duduk di kursi di sampingku seraya menutupi wajahnya dengan berkas-berkasku. Han Bin hanya tersenyum melihat tingkah berlebihan yang keluar begitu saja dari diriku.
“Hmm, aku haus dan ada kedai kopi, jadi aku mampir. Kamu sendiri sedang apa disini?” dengan santai ia menjawab. Padahal aku sudah bingung begini, karanea dia muncul di tempat ramai tanpa kostum yang tepat.
“Oh.. aku cuma.. bersantai. Akhir-akhir ini aku penat dengan lingkungan kerjaku, jadi aku mampir kesini,” jawabku cari-cari alasan.
“Ternyata kita sama, ya? Aku juga merasa seperti itu. Akhir-akhir ini banyak sasaeng fans yang mengikutiku kemanapun aku pergi. Dan sepertinya aku baru saja bertemu dengan salah satu dari mereka di tempat syuting. Aku sungguh lelah menanggapi mereka yang tak henti-hentinya berperilaku gila.”
Aku mengangguk-anggukkan kepala, “Kenapa tidak mengajak bicara baik-baik saja? Siapa tahu mereka mengerti, dan menurutku kamu lebih gila karena muncul di tempat umum tanpa menggunakan pakaian tertutup.”
Sekilas senyum manis mampir di antara kulit putihnya kemudian wajah serius menggantikan ekspresi pemuda itu dilengkapi dengan gelengan kepala tegas, “Kamu tidak tahu bagaimana gilanya seorang sasaeng fans?” kemudian menghela napas berat, “Mereka tidak akan pernah berhenti mencari informasi tentang idola yang mereka sukai. Bahkan ada dari mereka yang sudah kelewat gila ingin menjadi kekasih dari idola mereka sendiri.”
“Sebegitu gilanya, ya, mereka?”
“Yap! Dan aku pernah beberapa kali mengalami kejadian tak mengenakkan karena mereka. Dulu ada dari mereka yang berhasil menemukan dormku dan sering mengganggu jam istirahatku dengan mengetuk pintu dan meninggalkan kartu ucapan yang kelewat batas. Ada juga yang gila, dia mencuri pakaian dalamku dan —aku yakin dia sudah kehilangan kewarasannya, dia menjual pakaian dalamku!”
Aku tertawa kecil mendengarnya. Hendak aku bertanya, tetapi Han Bin sudah melajutkan kisahnya.
“Bahkan baru-baru ini aku bertemu seorang sasaeng fans. Dia seorang gadis berusia enam belas tahun dari Jepang. Wajahnya sangat imut menggemaskan, sayangnya, dia kehilangan kewarasannya.”
“Dia kenapa?” tanyaku antusias.
Han Bin menggeleng, “Tidak-tidak.. aku tak akan menceritakan hal ini pada siapapun.”
“Aku tipe orang yang selalu menyimpan rahasia dengan baik. Katakan saja padaku, hm?”
Han Bin mengusap tengkuknya, nampaknya ia sedang menimbang-nimbang akan memberitahuku atau tidak, “Janji tidak akan membeberkan pada siapapun?”
Aku mengacungkan jari kelingking, “Janjiku selalu kujaga,”
Han Bin tersenyum menanggapiku, kemudian menautkan jari kelingkingnya, “Setahuku dia bernama Yuki. Dan dia.. dia mengatakan hal tak senonoh padaku saat di bandara.”
Aku terhenyak, “Me.. ngatakan.. apa?”
Han Bin berdeham, “Han Bin Oppa, ayo lakukan hal ini denganku,” katanya sambil menunjukkan tanda kutip menggunakan kedua jemari tangan, “Begitu katanya. Nggak sopan banget kan?”
Aku melihat jam tangan berwarna emas dengan rantai yang terbuat dari batu-batu kecil melingkar, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Seperti biasa, waktu selalu berjalan cepat tanpa menghiraukan kita yang tengah lelet mengerjakan ini-itu. Tapi perbincangan kali ini benar-benar mengasyikkan, membuatku enggan beranjak dari situ. Han Bin melihatku dan berhenti bicara.
“Ah ya, ini sudah malam, pukul berapa sekarang? Kamu harus segera kembali benarkan?”
Aku hanya mengangguk, “Maafkan aku, tapi aku tak bisa lebih lama lagi di sini.”
“Aku akan mengantarmu,” ujar Han Bin sambil bersiap-siap.
“Tidak-tidak, aku bisa menelepon Dany untuk menjemputku. Kau pulang saja, pasti orang-orang sedang bingung mencarimu,” tolakku halus sambil mengedipkan sebelah mata.
Han Bin tersenyum, “Dany?”
“Oh, Dany itu tetangga flatku, aku berada di lantai dua dan dia berada di lantai satu, dia sering aku mintai bantuan, jadi..”
“Bella!” suara Dany memanggilku.
“Dan itu adalah Dany, jadi aku pulang dulu, bye,“ tanpa menunggu jawaban Han Bin aku segera menghampiri Dany.
“Bagaimana mungkin kamu selalu tahu dimana aku berada?”
“Jangan ge-er, aku cuma kebetulan di situ dan melihatmu,” jawab Dany sambil menjitak kepalaku. Aku tersenyum dan mengelus kepala, kemudian menaiki motor Dany dan juga mengenakan helm.
***
“Halo, Bella... Tidak-tidak aku tidak membutuhkan apa-apa, aku baik-baik saja, aku hanya ingin mengatakan kalau hari ini syuting video klip Han Bin akan dimulai. Doakan aku agar berjalan lancar.”
“Tentu saja, aku selalu mendoakanmu. Kamu harus all out ya, aku pengen liat kamu bagus di MV-nya nanti.”
“Oke, baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa.”
Jung Eun memasuki studio yang akan digunakan untuk take syuting. Banyak dekorasi yang terpasang, semua orang sedang sibuk mengatur ini-itu.
“Oh, Jung Eun, sebaiknya kau segera ke ruang make up dan bersiap-siap, satu jam lagi kita take.”
“Baik.”
Han Bin juga ada di ruang make up. Dia sedang bercanda dengan salah satu penata rambutnya. Han Bin yang Jung Eun lihat sangat berbeda hari ini, tawanya lebih lepas dan lebih bahagia daripada pertama kali ia datang ke Indonesia. Sepertinya ia sedang dalam mood yang baik. Jung Eun mengenal Han Bin sejak mereka bekerjasama di acara drama dua tahun yang lalu. Han Bin bukan tipe orang yang mudah untuk merasa gembira setelah mengalami masa sulit seperti kebosanan yang melandanya beberapa hari kemarin, dan hanya hal-hal yang dianggapnya menarik saja yang bisa membuat moodnya membaik.
“Halo semua, apa kabar? Saya Jung Eun yang akan menjadi partner Han Bin dalam pembuatan video klip kali ini.”
“Oh, ini Kim Jung Eun? Cantiknya, sini saya make up. Kemudian ganti kostumnya. Sutradara Lee akan marah kalau sampai terlambat,” ujar penata rias itu ramah.
***
Awan mendung menggantung di kotaku, angin berembus kencang, membawa beberapa sampah kertas berterbangan. Sebentar lagi hujan, batinku. Aku menengok ke arah jendela, mencari kesegaran, aku merasa bosan seharian di dalam kamar flat. Ya, hari ini adalah hari Minggu, aku absen pergi bekerja. Beberapa tetes air mulai menempel di jendela. Hujan sudah turun. Aku bangkit dari kursi dan menutup jendela. Beberapa hari yang lalu, ruangan ini ramai oleh gelak tawaku dan Jung Eun, sedang apa dia sekarang?
Tiba-tiba dering ponsel menggema dalam runguku, segera kuraih benda persegi panjang yang tergeletak manis di atas meja. Lengkung di bibirku seketika mengembang, “Jung Eun-ah!” seruku gembira mengalahkan audio derai hujan.
“Hei, kau ini! Suaramu membuat gendang telingaku berdenyut.”
Tawa renyahku langsung membaur dengan udara, “Hahaha.. mianhae ,”
“Kau merindukanku? Benar kan? Hehehe..” Jung Eun terkekeh dari seberang sana.
“Eiyy.. tidak, aku tidak merindukanmu. Oh iya, ada apa menelponku?” elakku, segera mencari jalur pembicaraan lain.
“Sepertinya aku meninggalkan salah satu busana syuting di flatmu. Bisakah kau membawakannya padaku? Masalahnya baju itu akan dipakai hari ini.”
Mendengar pernyataan itu, bergegas aku menelusur lemari.
“Pakaian berwarna merah jambu.. emm.. dress! Ya, dress warna merah jambu. Sepertinya aku meletakkan di—“
“Ketemu!”
“Benarkah? Syukurlah. Maka.. kau bisa kan mengantarnya ke tempat syutingku? Alamatnya akan aku kirim lewat SMS, bagaimana?”
“Hm, aku tipe orang yang setia kawan, jadi aku akan membawakannya untukmu, Cantik.”
“Tapi, ini hujan. Bagaimana? Hey, Bella..”
Aku sudah menutup sambungan tanpa tahu Jung Eun meneriakan namaku. Aku tahu hujan sedang lebat di luar sana, tapi Jung Eun membutuhkan dress itu dan itu menunjang karirnya.
***
Aku berlari dengan bertameng di bawah jaket menuju studio tempat Jung Eun melakukan syuting. Tentu saja aku tidak berlari dari flatku sampai ke sini, tapi aku menggunakan bus. Sehubung baru pertama kali aku kemari, perlu bertanya pada beberapa staf supaya aku bisa menemui Jung Eun.
Ayunan kaki menuntunku sampai ruang make up, tapi tak bisa kulihat keberadaan Jung Eun. Iris gelap mataku melirik kesana-kemari, namun hanya kesibukan para staff yang mampu ditangkap oleh retina mata. Aku melenguh, dimana sebenarnya anak itu?
Sebuah sentuhan mendarat di pundakku, memberi efek kaget ringan. Sontak aku menoleh dan mendapati rupa orang yang ku kenal tengah tersenyum ramah.
“Sedang apa disini?”
“Oh, ini..”
“Bella?” aku menoleh, Jung Eun tengah berdiri menyapaku ramah.
“Maaf, ya. Pasti kamu kebingungan mencariku kan? Tadi aku harus pergi ke.. toilet sebentar,” kata Jung Eun sedikit canggung, sekilas melirikku dan sekilas melirik Han Bin, “kalian sudah saling kenal?”
“Hm? Oh.. sudah.. tentu saja.”
“Baguslah kalau begitu. Aku senang partner kerjaku dan teman dekatku bisa saling mengenal.”
“Baiklah, kalau begitu aku bisa meninggalkan kalian berdua. Aku harus segera mengganti pakaian sebelum sutradara itu memarahiku lagi,” ujar Jung Eun seraya berlalu.
Kepergian gadis cantik itu menyisakan keberadaanku dan Han Bin. Hanya kami berdua di tengah riuh ramai kesibukan orang-orang. Sekilas aku melirik Han Bin canggung. Ada perasaan ingin membuka percakapan, tetapi entah mengapa rasanya sulit sekali memilah kata yang cocok.
“Bagaimana kalau kita duduk di sana dulu?”
Kepalaku langsung terangkat cepat, “Ah, tidak, tidak usah. Aku akan langsung pulang saja.”
“Di luar masih hujan, Bella. Jika kamu tetap bersikeukeuh untuk pulang, mungkin esok hari kau akan sakit. Sudahlah, tak ada salahnya juga kan duduk di sana?” ujarnya seraya menunjuk salah satu tempat yang tak terlalu ramai, “Lagipula kau juga bisa melihat betapa menariknya konsep video klip ini,” katanya sambil menatapku dengan rinai wajah yang lucu. Membuatku mengeluarkan sedikit tawa kecil.
“Baiklah, jika kau memaksa, Han Bin-ssi,” jawabku akhirnya dihiasi senyum tipis.
***
Entah mengapa akhir-akhir ini aku sering datang ke lokasi syuting video klip Han Bin. Sekadar untuk membawa beberapa keperluan Jung Eun yang tak sempat ia siapkan, atau yang ketinggalan di hotel. Meski begitu aku tak merasa repot atau marah, lagipula hitung-hitung mengisi waktu senggang. Pekerjaanku telah diambil alih lagi oleh mbak Maya, so, aku bisa menikmati cuti yang kuambil.
Semakin kesini, aku dan Han Bin menjalin pertemanan yang baik, mungkin juga dikarenakan Jung Eun yang sering mengajak kami bertiga mengobrol bersama saat break syuting. Hah, ternyata penantianku di sana tidak sia-sia; biasanya aku harus duduk tanpa ada kerjaan, melihat lalu-lalang kru, atau membantu Jung Eun menghapus make up—satu-satunya yang berguna tatkala aku berada disana.
“Bell,” Han Bin melempar sekaleng cola padaku, lantas mengambil tempat duduk di sebelahku. Aku hanya tersenyum menanggapinya sambil menggenggam kaleng dingin itu, “Pasti kamu bosan kan? Kenapa tak ikut membantu saja?”
“Memangnya boleh?” tanyaku tanpa selera.
Han Bin mengukir senyum di bibir saat jemarinya tengah membuka kaleng cola, “Tentu saja boleh, kenapa tidak? Kalau kau ikut membantu, kan pekerjaan ini bisa segera berakhir,” jelasnya sambil mengganti cola yang kugenggam dengan cola yang telah Han Bin buka, “Minum ini, aku memberimu cola bukan hanya untuk digenggam.”
Bibirku mengembangkan senyum, kemudian meneguk cola di tanganku setelah melihat Han Bin meminum cola miliknya—atau milikku.
***
“Ok! Bagus untuk hari ini, kalian sudah bekerja keras,” seru seorang pria yang merupakan sutradara yang bertanggung jawab akan video klip Han Bin kali ini, “Hari ini kau bekerja keras Jung Eun-ssi. Aku mengandalkanmu.”
Jung Eun tersipu mendengarnya, “Ah, tidak kok Sutradara Lee, Han Bin juga bekerja keras untuk ini, dan juga kalian semua. Terima kasih atas bantuannya,” katanya sambil sedikit membungkukkan badan.
Sutradara itu tertawa kecil, “Sebenarnya Han Bin hanya terlalu banyak bermain-main, dia membuatku kesal,” katanya seraya menggeleng-gelengkan kepala, “Memangnya siapa gadis itu?”
Jung Eun mengerutkan kening, “Maksud Anda?”
“Dia disana, sedang bersama Han Bin,” jelasnya sambil menunjuk keberadaan gadis berpakaian kasual, “Apa dia yeojachingu Han Bin? Mereka terlihat sangat akrab.”
Raut wajah yang semula bersinar kini berubah, Jung Eun menatap gadis yang dimaksud oleh Sutradara Lee dengan pandangan kurang suka, “Ah, dia hanya seorang teman.”
“Benarkah? Bukankah kau cemburu? Aku bisa melihat dari matamu.”
“Ah aniyo ! Ani.. aku tak suka padanya. Apa sih yang Anda bicarakan? Cemburu apanya,” elak Jung Eun yang justru menampakkan rona merah di kedua sisi wajahnya yang manis. Sutradara Lee hanya tersenyum menananggapi hal itu kemudian berlalu.
Gadis bermarga Kim itu memandang Han Bin yang tengah tertawa lepas. Mengapa hatinya terasa tercabik? Bahkan pemuda itu tak mampu mengumbar tawa lebar dengannya.
“Hei, Jung Eun-ah! Mengapa kau diam disana? Kemarilah, gabung bersama kami!”
Jung Eun tersenyum sumringah menghampiri mereka, “Kalian berdua semakin akrab saja, sampai membuat gadis yang cantik ini terlupakan,” candanya, “Bella, bagaimana dengan pekerjaanmu?”
“Tidak ada masalah, lagipula aku sedang cuti, Mbak Maya sudah mengurus semuanya.”
“Ohh, baguslah kalau begitu, maka kau bisa kemari tiap waktu kau mau,” ujarnya sambil menyunggingkan senyum simpul, “Han Bin-ah, berhubung hari ini kita selesai cepat, bagaimana kalau kita makan di luar bersama?”
Sebelah alis Han Bin terangkat, “Makan di luar? Kita ini artis Jung Eun-ah, bagaimana mungkin kita makan di luar sembarangan?” Jung Eun menampilkan raut kecewa mendengarnya.
“Bagaimana kalau makan di flatku? Aku bisa memasak untuk kalian,” cetus Bella bersemangat.
Han Bin mengangguk-anggukkan kepala, “Boleh juga.”
“Ok! Let’s Go!”
Melihat Bella yang terlalu bersemangat membuat Jung Eun tersenyum kecut. Ditambah lagi Han Bin juga terlihat amat senang sampai binar di matanya terlihat. Lagi-lagi ada rasa yang berkecamuk hebat di dada Jung Eun. Perasaan cemburu, mungkin. Seketika perbincangannya dengan Sutradara Lee terngiang di kepalanya.
Apa dia yeojachingu Han Bin? Mereka terlihat sangat akrab.
Susah payah Jung Eun membuang ingatan itu, tetapi memang sulit. Lantas jika Han Bin dan Bella saling menyukai, apa haknya untuk cemburu? Semakin memikirkannya hanya membuat hati serta kepala Jung Eun memanas. Bahkan sempat terlintas untuk membuat hubungan mereka retak, jika perlu sampai hancur sekalian. Tapi hal itu terlalu jahat. Apalagi hanya karena masalah sepele.
Bagaimana mungkin aku bisa berpikiran sejahat itu terhadap Bella? Jung Eun sadarlah! Bella adalah sahabatmu sendiri, batin Jung Eun dalam hati sambil memukul-mukulkan tangan ke kepalanya.
***
Sebelum kami sampai di flatku, kami berbelanja di supermarket terdekat. Kalau mau mengakui, sebenarnya aku tidak pandai memasak, tapi tidak ada pilihan lain selain makan di flatku. Mobil yang membawa kami telah sampai di supermarket terdekat. Aku membuka pintu untuk turun membeli bahan makanan. Pintu tertutup setelah aku keluar. Saat itu aku sedang berpikir makanan apa yang akan aku masak. Karena menurut daftar makanan yang dapat aku masak hampir nihil—asal kau tahu hal ini.
Pintu mobil di belakangku terbuka, dan itu membuatku tersentak, “Omo, kau membuatku terkejut,” seruku sambil memegang dada.
“Haha, mengapa kau terkejut? Itu bukan hal yang bisa membuat terkejut, atau.. kau sedang melamun?” tebak Jung Eun sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arahku.
“Hm, sepertinya aku tahu apa yang kau pikirkan, Bella. Ayo, aku akan membantumu membeli bahan makanan apa yang akan kita masak,” Jung Eun menarik lenganku.
Di dalam supermarket aku dan Jung Eun berdebat tentang makanan yang akan kita masak, tentu saja aku akan memilih makanan yang mudah untuk dimasak, mengingat kemampuan masakku di bawah rata-rata. Saat sibuk menimang-nimang memilih mana bahan makanan yang lebih murah, seseorang memelukku dari belakang, tangannya melingkar di pundakku. Itu Jung Eun, kepalanya di dekatkan ke telingaku.
“Bella, mianhae..” bisik Jung Eun di dekat telingaku, bisikan itu lembut namun terdengar jernih di telinga.
“Apa yang kau katakan? Meminta maaf untuk apa?” jawabku tanpa bergerak sedikitpun.
“Aku hanya ingin mengatakan kata itu,” Jung Eun mengatakannya sambil melepas pelukannya dan mengambil troli belanjaan untuk di bawa ke kasir.
Apa yang dilakukan gadis itu? Permintaan maaf untuk apa? Aku bisa merasakan betapa Jung Eun benar-benar merasa menyesal.
—to be continue
Note:
1. Sasaeng fans : penggemar fanatik
2. Mianhae : maafkan aku
3. -ssi : surfiks (formal)
4. Yeojachingu : pacar (perempuan)
5. -ah : surfiks (informal)
6. Omo : astaga
0 Response to "Suddenly Affair of Love(s) | Chapter 2"
Post a Comment