The Way that Makes The Death
iKON All Member, especially Yunhyeong | Horror | PG-13 | Ficlet (950+ words) | Poster art by ShadAquariuz | Vaehyunee©2016
Oke, semua ini adalah bentuk kesialanku yang paling
sial. Malam ini aku harus satu kelompok dengan laki-laki bertampang menyeramkan
yang kini duduk di seberang meja. Sesekali aku hanya meliriknya. Awalnya tanpa
minat sama sekali, lalu jadi penasaran. Akhirnya aku memberanikan diri untuk
membuka percakapan dengannya setelah dua jam kami sama sekali tak bersuara.
“Jun, kenapa kau selalu diam dan memberi tatapan
menyeramkan seperti itu pada orang-orang?”
“Kenapa kau bertanya,Yun? Jelas-jelas dia laki-laki
sinting yang terpaksa harus masuk ke sekolah kita,” sahut Bobby yang langsung
mendapat lirikan sadis dari Junhoe. Serius, lirikan itu seperti seorang
pembunuh—atau psikopat yang siap menerkam korban selanjutnya.
“Tentu kau tidak tuli kan saat guru Kim mengabarkan
kalau dia berkelahi dengan Chanwoo sampai Chanwoo masuk rumah sakit dan koma
sampai sekarang,” sinis Donghyuk.
“Aku juga pernah melihatnya membunuh kucing di dekat
sekolah. Serius, dia menusuki tubuh kucing itu beberapa kali sebelum membelah
badannya!” timpal Jinhwan yang baru saja tiba dengan segelas jus jeruk di tangannya.
“Sungguh? Wahh~ anak ini benar-benar gila! Aku salut
padamu, Jun.” Hanbin memberi tepukan tangan yang terasa menghina sekali saat setelah
mengucapkan kalimat itu.
Aku melirik Junhoe yang masih duduk berdiam diri tanpa
mengeluarkan sepatah katapun, bahkan desisan pun tidak. Laki-laki itu tetap
tenang, dwimaniknya pun tak menyiratkan rasa kesal. Sekarang aku jadi ragu
kalau ia memang manusia normal.
Bukankah, seharusnya ia menghajar anak-anak yang sudah kelewatan ini? Ah,
tidak, ini juga berlebihan.
“Hei, sudahlah, selesaikan saja tugas ini! Aku ingin
segera pulang dan tidur,” kataku sambil mengambil bolpoin dan mulai menggarap
tugas kelompok kami.
***
Jalanan benar-benar sepi saat aku pulang dari rumah
Jinhwan. Tak ada satupun kendaraan yang melintas, bahkan pejalan kakipun hanya
aku seorang. Oh, oke, wajar saja karena sekarang sudah pukul duabelas malam.
Ini semua gara-gara Hanbin yang mengajak kami main ps, tugas pun jadi nomor sekian dan kami harus segera
menyelesaikannya karena besok adalah batas akhir tugas itu.
Aku mendengus ketika mengingatnya, Hanbin sialan itu, semua ini gara-gara dia!
Tiba-tiba lampu di sepanjang jalan mati. Jantungku
berhenti berdegup. Oke, Yunhyeong,
tenanglah. Aku berusaha menenangkan diriku yang kelewat parno. Jalan setapak
yang kulewati kini benar-benar tampak menyeramkan, gelap gulita tanpa secuil
penerangan.
Ting! Ting! Ting! Ting! Ting!
Aku menelan ludah.
Suara apa barusan? Dan yang langsung terpikir olehku saat ini juga adalah
lari setelah mendengar bunyi itu. Aku berlari terbirit-birit saking takutnya
dan berhenti di salah satu toko yang kebetulan masih menghidupkan lampu meski
sudah tutup. Aku mengatur napas—yang demi apapun rasanya aku seperti orang yang
habis dicekik.
Kringgg! Kringgg!
Aku terkesiap, segera kurogoh saku celana jins untuk
mengambil ponselku yang bergetar. Lega sekali rasanya saat mengetahui Jinhwan
meneleponku, mungkin ia ingin mengantarkanku pulang karena tahu aku takut
kegelapan, terutama ketika sendirian.
“Halo, Jin..” sapaku setelah mengangkat telepon. Namun
aku tak mendengar suara balasan dari Jinhwan. Sungguh, aku tak mendengar
apapun. Lalu detik berikutnya, aku bisa mendengar suara napas yang terdengar
naik-turun. “Jin, kau di sana?” tanyaku ragu.
Tut.
Sambungan itu putus. Aku menelan saliva, oke, tenang Yun. Pasti anak kunyuk itu hanya
ingin mempermainkanmu. Tidak ada apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Aku menghela napas untuk merilekskan diri. Lalu aku
mengambil langkah pulang. Sekarang yang aku inginkan hanya segara sampai rumah
dan tidur lelap sampai besok pagi. Namun rasanya jalan ini tak berujung. Yang
kurasakan, aku sudah berjalan sangat lama dan sangat jauh, namun aku belum juga
tiba di rumah.
Ting! Ting! Ting! Ting! Ting!
Sialan,
suara itu muncul lagi!
Aku memperlebar langkah supaya bisa cepat sampai di
rumah. Tanpa kusadari langkahku berubah menjadi berlari yang sangat cepat
hingga ujung tumitku tak menyentuh aspal.
***
Paginya aku terbangun seperti biasa kemudian bersiap
pergi ke sekolah. Namun saat aku membuka pintu, ternyata seorang pria
berseragam polisi sudah berdiri di depan rumahku. Jelas, aku terheran. Untuk
apa polisi datang ke rumahku? Aku mengingat-ingat hal apa saja yang telah kulakukan
akhir-akhir ini, namun tak satupun yang sepertinya
melanggar hukum.
“Ada apa, ya, Pak?” tanyaku akhirnya.
“Apa betul Anda yang bernama Song Yunhyeong?” Polisi
itu balik bertanya.
“E-iya, Pak.”
“Saya punya beberapa pertanyaan untuk Anda.”
Karena aku takut akan ada tetangga yang berpikiran
macam-macam padaku, akhirnya aku mempersilahkan polisi ini masuk ke dalam dan
membiarkannya duduk.
“Langsung saja, apakah Anda mengenal orang ini?” tanya
polisi itu sambil menyerahkan beberapa lembar foto padaku. Aku pun mengambil
lembaran-lembaran itu. Tanpa harus lebih diamati, aku sudah tahu siapa orang
yang ada di dalam foto itu.
“Benar, saya mengenal mereka, Pak. Tapi ada apa, ya?”
“Apa semalam Anda bersama mereka?”
“Betul, Pak, tapi ada apa sebenarnya?”
“Apa terjadi hal-hal yang tidak inginkan? Atau semacam
pertengkaran, mungkin?”
Aku mengernyit lalu menjawab, “Tidak ada.”
“Keempat korban ditemukan tewas di TKP dengan keadaan
yang mengenaskan. Mereka tewas dibunuh oleh seseorang yang diduga berat
memiliki kelainan mental, tepatnya sakit jiwa. Kami menemukan sebuah ponsel di
dekat tubuh korban, saat diperiksa, kami menemukan beberapa pesan yang tertuju
pada anda. Jadi, apakah anda tidak tahu mengenai pesan itu?”
Aku terdiam sejenak mendengar penjelasan polisi itu
lalu berlari menaiki tangga untuk mengambil ponsel di kamar. Setelah kubuka lock screen, aku bisa melihat 23 pesan
masuk dan dua panggilan tak terjawab. Semua itu berasal dari nomor yang sama,
nomor Jinhwan.
Tolong!
Si
sinting ini ingin membunuh kita!
Ada 20 pesan berisi kata ‘tolong’ dan tiga pesan berisi
sebaris kalimat yang sama: Si sinting ini
ingin membunuh kita!
Seketika tubuhku melemas. Jadi, suara ting kemarin adalah bunyi dari ponselku?
Sekarang aku benar-benar menyesal karena salah menduga. Ini semua salah film
horor yang selalu membuatku takut! Seandainya aku membaca pesan itu, mungkin
aku bisa melaporkannya ke polisi. Jadi, keempat temanku tak akan tewas sia-sia.
Film
sialan!
Ting!
Aku membuka sebuah pesan tanpa nama di ponsel lalu
membacanya.
Seharusnya
kau menjawab panggilan semalam, brengsek! Dan seharusnya kau kembali ke tempat
itu supaya aku bisa membunuhmu juga, keparat sialan!
—fin
absurd? sorry.
and actually i find one article about it, and i made it
with iKON's member.
So, i just develop it.
0 Response to "The Way that makes The Death"
Post a Comment