—malaikat hitam
Ujung sebelah kaki menapak
pijakan dan seketika itu sekitarnya menjadi sedikit bergoyang. Bereaksi seolah
ada benda amat berat yang terjatuh di tanah bumi, barangkali meteor, namun
bukan. Hanya tubuh menyerupai manusia. Tubuh proporsional dengan kaki jenjang.
Ya, semuanya tampak normal dari segi fisik yang terlihat mata. Namun tentu ada
sesuatu misalnya kekuatan supranatural yang menginap dalam dirinya.
Telapak kaki tak beralas
itu pun telah menginjak tanah dan dalam waktu itu juga bumi berhenti bergetar namun
sekitar tempat ia berpijak terjadi sebuah retakan yang terus menjalar. Kedua
sayap hitam yang membentang lebar dari punggungnya mengatup perlahan. Bersamaan
dengan itu wajah tirus sosok bersayap pun turut terangkat perlahan. Menampakkan
wajah manis yang bertolak belakang dengan aura yang dipancarkan tubuhnya.
Secievea adalah nama sosok
itu. Bibirnya yang tak terlalu lebar menyunggingkan senyum miring menyapa alam
sekitar. Pandangannya mengitari sekelilingnya dengan seksama. Lalu kembali
mengulum senyum yang terbilang sarkastik.
“Salam, Orbis[1].
Semoga kali ini kau tampak baik,” desisnya seraya membentangkan sayap hitam
pekatnya lagi. Sayap itulah yang membuat tubuh Secievea terangkat hingga jauh
di atas awan. Namun tatapannya tak lepas memandang daratan tempat ia mendarat,
dalam sekejap mata dataran itu telah luluh lantah tanpa disentuh.
OC’s Yoo Mi — Monsta X’s Ki Hyun — OC’s Yerin — EXO’s Sehun | PG | Fantasy | Length: Chapter | Ravenclaw's Art | Vaeylxyz©2016
Shin Yoo Mi merapikan
berkas-berkas di atas meja kerja. Kedua matanya tampak lelah, namun tetap enggan
untuk beristirahat. Sesekali ia menelengkan kepala seraya memijit-mijit tengkuk
yang demi apapun terasa kaku hampir menyerupai besi, baja maupun tembaga.
Setelah berkas penting sudah terkumpul, Yoo Mi membawanya keluar ruang kerja
sambil menenteng tas selempengan. Buru-buru ia mengucir rambut yang menjuntai
hingga punggung.
Yoo Mi menepuk jidat,
“Bodoh, kenapa aku membawa tas?” rutuknya pada diri sendiri kemudian kembali ke
ruang kerja untuk meletakkan tas merahnya. Yoo Mi kembali tergesa melangkah
keluar. Sesekali ia akan melepas high
heels dan memijit pergelangan kaki akibat terlalu pegal.
Yoo Mi membuka pintu ruang
meeting dengan sekali sentakan.
Melihat sudah banyak orang penting yang hadir, Yoo Mi pun segera membungkukkan
tubuh meminta maaf. Kakinya melangkah lebar ke tengah ruangan lalu menyerahkan
setumpuk berkas pada bosnya. Sekilas bos bergender
pria tersebut menatap Yoo Mi seolah memberi isyarat; mati kau nanti. Yah, namun
hal itu tak dipusingkan oleh Yoo Mi lantaran seorang komisaris yang hadir dalam
rapat tersebut mulai mengajukan pertanyaan pada Oh Sehun, sang direktur Bubble
Group. Lantas Sehun pun menyuruh wanita itu pergi dari ruangannya.
Yoo Mi mengangguk
mengiyakan, ia membungkukkan badan di hadapan semua orang yang hadir di ruang meeting kemudian keluar dari sana. Ia
menutup pintu dari luar dengan sangat hati-hati. Fyuh, akhirnya urusannya
selesai juga setelah hampir dua hari begadang ditemani kopi. Dengan langkah
lunglai Yoo Mi menelusuri koridor perusahaan untuk kembali ke ruangannya.
Di sana Yoo Mi langsung membaringkan tubuh di kursi empuk yang setidaknya bsia
sedikit membuat nyaman.
Yoo Mi melirik jam tangan
perak yang melingkar manis di pergelangan tangan, pukul tiga sore. Masih ada
waktu untuk mendatangi kedai favoritnya. Setidaknya sekitar tiga menitan ia
sudah bisa menapak lantai kedai yang berada dekat dengan kantornya. Ia amat
bersyukur karena ini.
**
Ki Hyun melongokkan kepala
ke beberapa arah. Kedua matanya menyelidik tiap sisi dalam kedai bernuansa
manis itu. Sebelah tangannya memainkan ponsel, siapa tahu akan ada orang yang
meneleponnya namun nyatanya tidak. Barangkali pacarnya, pun juga tak memberinya
kabar. Sama sekali tidak dalam tiga hari ini. Mungkin dia sibuk, mungkin juga
sedang bosan dengan dirinya. Masa bodoh, gadis itu memang selalu bersikap tak
acuh pada Ki Hyun namun tetap ada perhatian setidaknya lima persen untuk pacar
tampannya itu. Tampan? Ah tidak juga, masih banyak pemuda tampan yang
berkeliaran di atas bumi ini. Kau tahu, tampan itu relatif.
“OH!” Ki Hyun berseru
tatkala menemukan sosok yang ia cari. Gadis itu ada disana. Gadis yang dikuncir
tekuk asal-asalan, yang bahkan beberapa helai masih berkeliaran di kulit
wajahnya. Oh okay, gadis itu tak lagi nampak sempurna di mata Ki Hyun setelah
lelah dalam urusan pribadinya. Apa lagi kalau bukan pekerjaan yang membuatnya
tertekan? Tanpa sadar Ki Hyun pun menghela napas, entah untuk apa ia pun tak
mengetahuinya. Hanya ingin saja. Ya, hanya ingin.
Ki Hyun menghampiri
gadisnya yang duduk di bangku paling sudut. Tanpa permisi, ia langsung duduk di
depan gadis itu, menatapnya intens.
Bola gelap yang dibingkai
oleh kelopak mata gadis itu baru menyadari suatu kehadiran yang membuatnya
terperanjat dan berakhir dengan terbatuk-batuk karena tersedak oleh minumannya
sendiri. Gadis itu memukul-mukul dada supaya batuknya perlahan menghilang.
“Sejak kapan kau disini?”
tanya gadis itu setengah berseru.
Ki Hyun memicingkan mata
akibat erupsi dari mulut gadisnya yang menimbulkan dengungan pada gendang
telinga, “Tak perlu terkejut seperti itu. Terlihat sekali kalau kau sedang
menungguku.”
Yoo Mi membesarkan bola
matanya, “Siapa juga yang menunggumu?” kemudian memilih bersandar pada punggung
kursi, “Minumanku panas dan tiba-tiba kau ada disitu, kan aku terkejut.”
“Ya benar. Kau tersedak
karena saking tak percayanya aku sudah berada disini lebih lama dari yang kau
kira. Padahal sudah sedari tadi kau ingin menemuiku.”
Yoo Mi memberengut,
“Sesukamu saja, Hyun,” balasnya malas berdebat.
Ki Hyun terkekeh pelan,
“Kenapa lagi? Bosmu memperkerjakanmu seperti budak untuk kesekian kalinya? Kau
terlambat mengumpulkan berkas-berkasnya? Atau kau salah membawa berkas? Makanya
kau langsung dipelototi oleh bosmu itu kan?” oke, Ki Hyun termasuk pacar yang
baik yang mampu menganalisis apa yang dialami Yoo Mi. Tapi tidak benar juga sih,
karena Yoo Mi memang terlampau sering mengeluhkan hal-hal itu pada Ki Hyun.
“Hmm, dia menyebalkan
sekali. Padahal kalau memberi tugas selalu tak kira-kira apakah aku bisa
mengerjakannya atau tidak, dia tak peduli dengan hal itu. Apalagi dalam waktu
singkat semuanya harus beres. Rasanya aku mau mati saja. Dan kau tahu, aku
tidak tidur selama dua hari. Ahh, sepertinya aku harus pergi ke spa supaya
merasa lebih baik.”
“Pergilah ke apartemenku,
dan istirahat disana sebentar. Sayang kan kalau hasil jerih payahmu hanya
digunakan ke spa. Biar nanti aku suruh Yerin datang dan membantumu untuk
menyiapkan makanan atau apapun itu.”
Alis Yoo Mi saling
bertaut, “Yerin? Siapa dia?”
“Tetangga baru. Sekitar lima
hari lalu dia menempati kamar kosong di sebelahku. Hm.. aku belum banyak tahu
tentang dirinya sih tapi aku jamin kau akan langsung akrab dengannya. Dia itu..
enjoyable dan mudah bergaul. Dia
baik. Beberapa kali kami bercakap-cakap, ya seperti itulah..” Ki Hyun
menghentikan ocehannya. Melihat mimik muka Yoo Mi yang berubah, Ki Hyun merasa
tak enak pada pacarnya itu, “Kalau memang tidak mau, ya sudah. Aku tidak akan
memaksamu.”
“Kau tidak sering
berkunjung ke apartemennya kan?” selidik Yoo Mi.
“Tentu saja tidak. Seperti
yang ku katakan padamu tadi, kami tak terlalu dekat. Tak perlu khawatir seperti
itu, Yoo. Lagipula sejak kapan kau berubah menjadi posesif seperti ini? Biasanya
cuek pada semua hal yang kulakukan, kemana aku pergi, dan dengan siapa.”
“Itu karena selama ini kau
hanya berteman dengan pria. Tapi sekarang ada tetangga baru, seorang wanita..”
Yoo Mi menggantungkan kalimat lantas sedikit mencondongkan wajahnya, “apa dia
lebih cantik dan seksi dariku?”
Ki Hyun menatap Yoo Mi
datar. Sepersekian detik kemudian tawanya membuncah kesunyian kafe. Ki Hyun
terbahak sampai terpingkal-pingkal sedangkan Yoo Mi kembali pada posisi semula,
duduk manis di kursinya. Kendati kesal melihat respon pacarnya, apalah daya Yoo
Mi yang memilih menjaga imejnya ketimbang memukul kekasihnya.
Ki Hyun berdeham, yah
meskipun tawanya sesekali terumbar tak terkendali, “Hei hei, ada apa denganmu
hah? Kenapa bertanya seperti itu? Hahaha.”
Yoo Mi ingin sekali
memukul kepala Ki Hyun sekarang juga namun urung ketika smartphone miliknya
berdering hingga membuat meja bergetar. Segera Yoo Mi mengangkatnya setelah
melihat layar dan nama bosnyalah yang tertera angkuh di sana. Yoo Mi berdeham
gugup saat menjawab telefon itu.
“Dimana saja kau? Keluar
saat jam kerja? Kau mau dipecat? Kembali ke kantor sekarang!”—PIP.
Yoo Mi terkesima mendengar
ocehan bosnya. Baru juga diangkat tapi sudah keluar cerocosan kasar yang
membuat telinganya panas, yang membuat tubuhnya menegang. Ia memngambil
istirahat baru lima belas menit yang lalu tapi sudah harus kembali ke kantor?
Satu menit tak sampai,
mati kau!
Yoo Mi susah payah menelan
saliva tatkala membaca pesan singkat yang dikirim oleh bosnya. Bahkan ia mampu
merasakan aura kematian dari sini. Tunggu dulu, memangnya bos itu malaikat
kematian? Tidak, tapi lebih buruk dari itu. Bergegas Yoo Mi meraih tas
selempangnya, jaket dan gelas kertas dengan sisa cokelat panas yang tak
seberapa.
“Ki Hyun, kuhubungi kau
nanti, oke?” pamit Yoo Mi buru-buru. Bahkan sebelum Ki Hyun membalas, gadis itu
telah melewati pintu kafe. Pemuda itu hanya bsia menggeleng-gelengkan kepala.
**
Langkah Yoo Mi tergesa
melewati pintu, “HEY! TUNGGU SEBENTAR!” teriaknya tatkala pintu lift hampir saja
tertutup. Untungnya yang berdiri di dalam kotak dingin itu mendengar suara Yoo
Mi dan memilih untuk menunggu gadis itu sampai tiba di dalam lift.
Pemuda yang berdiri dengan
berkas-berkas di tangannya itu hendak menekan tombol lift menuju lantai tiga.
Yoo Mi yang masih ngos-ngosan akibat berlari langsung menekan tombol nomor
empat, membuat pemuda itu meliriknya kurang senang.
“Apa yang kau lakukan? Aku
harus segera ke lantai tiga.”
“Oh Tuan, tolonglah aku.”
Pemuda itu mengeryit.
Bukan karena merasa penasaran dengan apa yang terjadi dengan gadis itu sampai
bermandikan keringat dan memohon supaya ia tak menekan tombol tiga. Namun
tentang sesuatu yang familiar dari wajah gadis itu, “Yoo.. Mi? Shin Yoo Mi?”
sapanya ragu, mungkin lebih tepat disebut pertanyaan.
Gadis pemakai rok merah
marun selutut itu menegakkan tubuhnya. Sedikit mengamati wajah pemuda di
sebelahnya. Keningnya berkerut mencoba mengingat-ingat wajah yang tersaji di
depan matanya.
“AH!” sentak Yoo Mi
membuat laki-laki itu terkejut setengah mati, “Nuguseyo[2]?”
dan kata itulah yang terlontar dari bibir Yoo Mi. Merasa agak canggung dan malu
karena tak merasa mengenal lelaki itu, Yoo Mi mengulum senyum agak dalam.
TO BE CONTINUE
0 Response to "Kuroi Tenshi | Chapter 1"
Post a Comment