EXO’s
Chanyeol
and RV’s Seulgi | G
| Ficlet
Deev©2016
Deev©2016
Aku sudah berdiri di
samping pagar rumahnya sejak tadi. Menunggu memang sesuatu yang tidak
menyenangkan, tapi aku juga tak tahu kenapa aku masih di sini. Masih
menunggunya keluar dari rumah.
Ujung sepatu hitamku menendangi pasir sedangkan
kepalaku menunduk memperhatikan butiran-butiran pasir yang beterbangan. Ini sudah terlalu lama, tahu. Ujung
bibirku mengerucut bersamaan dengan suara pintu pagar yang terbuka, sontak aku
langsung mengangkat kepala dan menengok.
Dengan otomatis bibirku membentuk kurva dan napasku
berembus lega. Akhirnya dia keluar melewati pintu pagar. Tubuh jangkungnya
terlihat pas dengan seragam sekolah putih itu. Kakinya yang panjang terlihat
lebih panjang saat mengenakan celana kotak-kotak berwarna biru gelap. Juga,
kakinya terlihat menawan dengan sepatu tali berwarna putih dengan dua
garis warna biru di tiap satu sisinya.
Bahu lebarnya sama sekali tak bisa disembunyikan oleh tas ransel hitam yang
menggantung di sana. Sungguh, dia adalah keajaiban dunia.
Menyadari langkahnya semakin menjauh, aku segera
menggerakkan tungkai-tungkai malasku ini. Meski enggan terlalu jauh dengannya,
aku pun tak boleh terlalu dekat dengannya. Aku tetap harus jaga jarak
dengannya. Juga, aku tak boleh terlalu gegabah dalam melangkah. Aku tak boleh
membuatnya merasakan kehadiranku.
Mungkin aku memanglah tak tahu diri. Bagaimana mungkin
aku bisa menyukainya? Tidak, aku tak menyukainya. Mungkin ungkapan yang tepat
adalah mengaguminya, tapi keduanya memiliki makna yang sama. Poniku yang
berawarna cokelat menari-nari ketika kutiup, aku terus memikirkan ini. Ah,
lama-lama aku bisa gila, tapi apa mungkin aku bisa seperti itu?
Aku ingin mengatakannya, tapi hal itu tidaklah bagus.
“Chanyeol-ah,
aku ingin memberitahumu bahwa aku menyimpan perasaan ini selama hidupku, sudah
sejak dulu aku ingin mengatakannya.”
Langkah pemuda jangkung itu semakin mendahuluiku, jarak
kami cukup jauh. Jadi, mana mungkin dia bisa mendengar ucapanku tadi? Akan
tetapi, aku tetap memilih diam mematung di jalan ini. Menatap punggungnya saja
sudah membuatku sebahagia ini, bagaimana jika ia mau menerima perasaanku nanti?
“Aku tahu, itu sudah sangat terlambat.”
Bibirku kembali mengukir senyuman ketika melihat pemuda
itu masuk ke dalam bus sambil tersenyum pada seseorang. Sejujurnya, saat ini perasaanku
terluka. Aku tak suka dia tersenyum pada orang lain ketika bahkan ia tak pernah
tersenyum padaku. Katakan kenapa hal itu terjadi? Kenapa?
Aku menunduk kecewa. Lalu kembali menatap bus yang
telah melaju itu.
“Ya, kau harus sadar, Kang Seulgi—”
.
.
.
.
.
“—kau
sudah lama mati.”
—FIN
0 Response to "It's been a Long Time"
Post a Comment