PG | Romance, friendship, entertainer life, etc | Chapter (11/unknow)
Wendy menutup pintu. Atensi
matanya beralih memandang sekitar. Sepi. Sunyi. Senyap. Kosong. Ke mana semua
orang? Sepatu kets yang dikenakan Wendy berangsur maju hingga ke tengah
ruangan. Tempat yang biasanya ramai penuh sesak staf mengapa mendadak sepi?
Rasa penasaran Wendy berujung pada ponsel yang telah menyambungkan dengan Taeyong.
Wendy menunggu cukup lama, namun tak juga diangkat. Justru suara operatorlah
yang terdengar. Gadis itu kembali mencoba beberapa kali. Gagal. Hasilnya tetap
sama.
Alhasil Wendy pun memilih menelepon Joohyun. Bagaimana
mungkin baru detik ini ia teringat bahwa Joohyun juga merupakan bagian dari
pembuatan video klip Taeyong?
“Ha—“
“Joohyun-ah,
kau ada di mana?”
“Ya, ada apa denganmu? Kenapa aku mendengar
suara kekhawatiran di sini?”
“Ppali, jawab saja pertanyaanku.”
“A-ah,
kau sedang di studio, ya?” Wendy tak menyahut. “Kami pindah lokasi syuting. Di daerah Jojakata. Kebetulan aku juga sedang break.”
Wendy mengernyit. Apa katanya? Pindah lokasi syuting?
Jojakata? Maksudnya, Jogjakarta?
“Kita
memang membutuhkan beberapa tempat. Karena syuting di dalam ruangan sudah
selesai, sekarang kami akan melakukan syuting outdoor. Pantai.. mm.. palhangtelitis. Kau tak perlu khawatir, Wendy, nae
gwaenchanha.” Tapi sebenarnya bukan Joohyun
yang mengusik hati Wendy. “Wendy-ah, boleh aku meminta pertolonganmu?”
Wendy mengernyit seirama dengan langkah kaki yang
menuju pintu keluar. “Mwoga?[1]
Malhebwa.[2]”
Langkah kaki Wendy telah menapak luar studio. Ia menatap permadani jingga.
Serabut emas menghias kanvas yang dibuat oleh Tuhan. Tanpa sadar, Wendy
menyungingkan seulas senyum tipis yang entah apa artinya. Yang jelas ia tengah
memikirkan wajah seseorang yang seolah menjadi obyek besar di atas kanvas itu.
Terlalu asik menikmati khayalannya, Wendy sampai tak
menyadari bila Joohyun telah meneriakinya beberapa kali dari seberang sana. “Ya!
Apa kau mendengarkanku, eoh?!” Buru-buru
Wendy menjauhkan ponselnya dari daun telinga berkat teriakan nyaring yang
keluar dari ponselnya.
“Mianhae,
tadi kau bilang apa?”
Wendy memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jins
setelah Joohyun lebih dulu menutup sambungan telepon. Ia berjalan menyusuri
trotoar tanpa minat. Melangkah sembarang menuju halte bus. Sesekali Wendy
melirik ke kanan dan ke kiri. Hanya pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya,
anak-anak bermain, dan selebihnya kendaraan yang saling mengklakson. Bising
sekali.
“Taeyong-ah,” sapa Joohyun ramah. Senyum di
bibirnya tersungging sangat lebar. Berbagai macam tiupan angin mempermainkan
anak rambutnya yang cokelat sepunggung. Kemudian duduk di kursi di sebelah
laki-laki yang sedang memutar-mutar ponselnya.
“Eoh, Joohyun,”
sahut Taeyong seadanya. Wajahnya yang tampan mengisyaratkan bahwa ia sangat
lelah hari ini.
“Kau tampak pucat.” Joohyun menyodorkan sebotol air
mineral untuk pemuda itu. Taeyong menatap tangan Joohyun—barangkali botolnya—agak lama sebelum tersenyum dan menerimanya.
“Sebaiknya kau memperbanyak istirahat. Gunakan waktu-waktu luangmu untuk
tidur.”
Selesai meneguk minumannya, Taeyong mengangguk patuh. Taeyong
meletakkan botolnya di pasir pantai kemudian atensi dwimaniknya terarah
memandang laut. Senja telah tiba dan sebentar lagi matahari akan kembali ke peraduan.
“Kau suka sunset?”
tanya Joohyun setelah mengamati Taeyong yang tersenyum tatkala melihat matahari
perlahan berangsur hilang.
“Hm,” jawab Taeyong singkat. Ia masih fokus dengan
obyek pengamatannya. Joohyun hanya mengangguk-angguk lalu ikut serta menikmati sunset hari ini.
Hening beberapa saat.
“Aku suka warna hitam rambutmu,” gumaman pelan Taeyong
terdengar hingga menembus indra pendengaran Joohyun. Seketika wajah gadis itu
merona. Tersipu. Joohyun sedikit menundukkan kepala untuk menyembunyikan
wajahnya yang telah sempurna seperti kepiting rebus itu.
—TBC
0 Response to "All of Sudden #11"
Post a Comment