PG | Romance, friendship, entertainer life, etc | Chapter (12/unknow)
“Kau suka sunset?”
tanya Joohyun setelah mengamati Taeyong yang tersenyum tatkala melihat matahari
perlahan berangsur hilang.
“Hm,” jawab Taeyong singkat. Ia masih fokus dengan
obyek pengamatannya. Joohyun hanya mengangguk-angguk lalu ikut serta menikmati sunset hari ini.
Hening beberapa saat.
“Aku suka warna hitam rambutmu,” gumaman pelan Taeyong
terdengar hingga menembus indra pendengaran Joohyun. Seketika wajah gadis itu
merona. Tersipu. Joohyun sedikit menundukkan kepala untuk menyembunyikan
wajahnya yang telah sempurna seperti kepiting rebus itu.
Taeil memutar kunci flat ke kiri lantas memasukkan kunci itu
ke dalam saku jaketnya. Ia berjalan meninggalkan pintu untuk menuruni tangga
sambil bersenandung ria. Baru dua anak tangga, Taeil menghentikan kakinya.
“Wendy, ada apa denganmu?” tegur Taeil saat melihat
tetangganya itu muncul dari balik dinding tangga dengan wajah tertekuk.
“Taeil..” rengek Wendy manja. “Ayo traktir aku makan
malam!”
Taeil menaikkan sebelah alisnya. “Tumben sekali.
Biasanya kau akan sibuk mengurusi teman-teman Koreamu itu di studionya,” kata Taeil
sedikit menyindir dan sukses membuat wajah Wendy semakin tertekuk. “Kenapa?
Mereka mengusirmu?”
Wendy menggeleng. “Tidak mungkin mereka mengusirku! Lagipula,
kau kan juga dari Korea, dasar!” Seketika Wendy menjadi sewot sendiri
menanggapi pernyataan Taeil.
“Lalu?”
Wendy mengedikkan bahu malas. Taeil tertawa kecil
melihatnya. Lantas ia berjalan menuruni anak tangga lagi. “Ok, karena aku baik,
aku akan mentraktirmu makan malam. Ayo!” ujar Taeil seraya mengalungkan tangan
di bahu Wendy.
“Apa?!” pekik seorang
penata rambut yang tengah berdiri di belakang gadis berambut cokelat sepunggung
itu. “Kau baru saja mengganti warna rambutmu kemarin dan sekarang kau ingin
menggantinya lagi?” wanita yang lebih tua dari kliennya itu tampak sewot dan
terheran-heran.
“Ayolah, Eonni,[1]
aku rasa, aku memang lebih cocok dengan rambut hitamku yang manis.. sebahu.” Joohyun
masih saja merayu penata rambutnya itu meski sudah keempat kalinya ditolak.
“Ya, bahkan
kau juga menyuruhku melepas rambut pasanganmu? Ya! Kau pikir itu mudah?” Lagi-lagi wanita itu berkacak pinggang
sambil melihat ekspresi wajah Joohyun lewat cermin genggam yang dibawa Joohyun.
Joohyun memutar tubuhnya sedikit untuk bertatap muka
dengan penata rambutnya. “Tiffany Eonni,
jebalyo.[2] Ayolah, Eonni. Kau mau kan? Iya kan?”
Dan akhirnya penata rambut yang mengurusi Joohyun pun
mendengus kesal seraya mengangguk—meskipun sangat dipaksakan. “Baiklah, aku akan
melakukannya. Memangnya kenapa tiba-tiba sekali kau ingin menggantinya?” tanya Tiffany
ingin tahu.
Joohyun terkekeh. “Karena.. OH! Taeyong-ah, kau sudah selesai?” Gadis itu
langsung berlari meninggalkan Tiffany setelah melihat Taeyong yang berjalan
lesu menuju kursinya.
“Hm. Aku sangat lelah hari ini.”
“Kalau begitu, istirahatlah lebih banyak malam ini.”
“Arra[3].”
Taeyong memutar-mutar
ponsel di udara sejak duapuluh lima menit yang lalu. Hatinya bimbang. Dilema.
Sudah hampir tujuh hari ia tak bertemu dengan Wendy, rasanya seperti ada yang
hilang tanpa gadis itu. Taeyong mengangkat tubuhnya dari tempat tidur dan
memilih mendekati jendela kamar hotel tanpa membawa benda persegi panjang itu. Taeyong
menyibak tirai warna krem. Setiap mata memandang, hanya ada lalu-lalang
kendaraan dan lampu penerang. Tidak ada yang menarik.
Taeyong menghela napas agak panjang, “Membosankan.”
Teneng!
Pemuda itu melirik layar ponselnya yang bersinar. Ada
pesan masuk, sepertinya. Taeyong menyambar ponsel putihnya. Sepersekian detik
ia mengernyit. Ternyata Doyoung yang mengirimnya pesan. Tumben sekali. Taeyong
tersenyum kecil tatkala berpikir apabila Doyoung sedang kesepian di hotel dan
merindukannya. Jemari Taeyong beberapa kali menyentuh layar ponselnya hingga
dapat melihat apa yang dikirim oleh Doyoung.
Sejenak Taeyong terpaku dalam keterkejutannya. Dwimanik
gelapnya tertuju pada sebuah gambar yang menangkup dua manusia sedang tertawa.
‘Aku
sangat bosan dan kebetulan bertemu Wendy di salah satu café, kau tidak marah
kan bila aku bersamanya hari ini?’
Melihat pesan itu Taeyong merasa ada sesuatu yang
membuatnya gerah. Seketika udara di sekitarnya pun terasa sangat panas. Ada
perasaan gusar, kesal, dan sesuatu yang tak dapat didefinisikan olehnya. Ada apa sebenarnya denganku?
Taeyong langsung melempar ponsel sembarang dan berlalu
ke kamar mandi. Ia mengusap wajah berulang kali, berharap akan ada sedikit
perasaan dingin di tubuhnya. Akan tetapi semuanya nihil. Taeyong tetap saja
merasa ada sesuatu yang membuat dirinya kepanasan.
Oh,
yang benar saja. Ada apa denganmu, Lee Taeyong? Apa yang sedang kau rasakan,
huh? Mengapa kau harus bersikap berlebihan seperti ini?
—TBC
0 Response to "All of Sudden #12"
Post a Comment