PG | Romance, friendship, entertainer life, etc | Chapter (13/unknow)
Taeyong memutar-mutar
ponsel di udara sejak duapuluh lima menit yang lalu. Hatinya bimbang. Dilema.
Sudah hampir tujuh hari ia tak bertemu dengan Wendy, rasanya seperti ada yang
hilang tanpa gadis itu. Taeyong mengangkat tubuhnya dari tempat tidur dan
memilih mendekati jendela kamar hotel tanpa membawa benda persegi panjang itu. Taeyong
menyibak tirai warna krem. Setiap mata memandang, hanya ada lalu-lalang
kendaraan dan lampu penerang. Tidak ada yang menarik.
Taeyong menghela napas agak panjang, “Membosankan.”
Teneng!
Pemuda itu melirik layar ponselnya yang bersinar. Ada
pesan masuk, sepertinya. Taeyong menyambar ponsel putihnya. Sepersekian detik
ia mengernyit. Ternyata Doyoung yang mengirimnya pesan. Tumben sekali. Taeyong
tersenyum kecil tatkala berpikir apabila Doyoung sedang kesepian di hotel dan
merindukannya. Jemari Taeyong beberapa kali menyentuh layar ponselnya hingga
dapat melihat apa yang dikirim oleh Doyoung.
Sejenak Taeyong terpaku dalam keterkejutannya. Dwimanik
gelapnya tertuju pada sebuah gambar yang menangkup dua manusia sedang tertawa.
‘Aku
sangat bosan dan kebetulan bertemu Wendy di salah satu café, kau tidak marah
kan bila aku bersamanya hari ini?’
Melihat pesan itu Taeyong merasa ada sesuatu yang
membuatnya gerah. Seketika udara di sekitarnya pun terasa sangat panas. Ada
perasaan gusar, kesal, dan sesuatu yang tak dapat didefinisikan olehnya. Ada apa sebenarnya denganku?
Taeyong langsung melempar ponsel sembarang dan berlalu
ke kamar mandi. Ia mengusap wajah berulang kali, berharap akan ada sedikit
perasaan dingin di tubuhnya. Akan tetapi semuanya nihil. Taeyong tetap saja
merasa ada sesuatu yang membuat dirinya kepanasan.
Oh,
yang benar saja. Ada apa denganmu, Lee Taeyong? Apa yang sedang kau rasakan,
huh? Mengapa kau harus bersikap berlebihan seperti ini?
Taeyong hanya diam seribu bahasa ketika otaknya tengah
beradu. Seolah pantulan dirinya di dalam cermin tengah memojokkan Taeyong.
Kedua tangannya menumpu pada wastafel, namun kemudian berubah seperti
cengkeraman kuat.
Joohyun menarik kopernya
agak malas. Hari ini semua tim akan kembali ke ibukota karena syuting memang
sudah selesai. Benar-benar selesai. Penggarapan video klip ini telah rampung.
Dan hal ini membuat Joohyun merasa kecewa. Mengapa harus secepat ini?
Tubuh ramping Joohyun berhenti tak jauh dari kamar Taeyong.
Pintunya tertutup. Joohyun mendengus. Taeyong pasti sudah keluar dari kamarnya
sejak tadi, ya, karena memang hanya Joohyun saja yang belum ingin menyudahi
syuting ini.
“YA! Joohyun-ah, apa kau akan tetap di sini? Kita
bisa terlambat!”
“Ne,” jawab Joohyun
tak bersemangat. Ia segera menuruni anak tangga dan bergabung dengan kru
lainnya.
Wendy membawa sebuah
nampan berisi empat gelas kopi hangat. Ia tersenyum pada ketiga tamunya yang
luar biasa membawa suasana gembira di hujan deras yang sedang mengguyur
Jakarta. Setelah memberikan satu-persatu gelas, Wendy langsung duduk di samping
Joohyun.
“Aku senang kalian datang.”
“Jujur saja, pasti Taeyong merindukanmu,” ujar Doyoung
tanpa terduga. Ia tersenyum lebar setelah mengatakannya lalu menatap Taeyong
dan Wendy bergantian.
“YA! Kenapa
kau bicara begitu? Itu tidak benar. Jangan membuat gossip! Atau nanti aku akan
membunuhmu. Aku ini artis, kau harus jaga mulutmu itu!”
“Ah, Taeyong, bagaimana syutingmu?” tanya Wendy
buru-buru mencari topik lain. Ia tak bisa membiarkan wajahnya memerah seperti
kepiting rebus bila pembicaraan masih mengarah pada hal yang dikatakan Doyoung.
Okay, ini sudah kelewatan. Wendy, wake
up! Jangan berpikiran yang aneh-aneh, okay?!
“Hm, kalian berdua memang cocok,” ujar Doyoung seraya
memandang Wendy dan Taeyong bergantian. “Ya, pasangan yang sempurna.”
“Ya! Hentikan
omong kosongmu itu!” timpal Taeyong. Sebenarnya ia sedang sangat gugup.
Bagaimana kalau Wendy salah paham dan mengira Taeyong menyukainya?
“Pukul saja dia!” celetuk Wendy bercanda, tapi malah
dilakukan oleh Taeyong.
“Appeuda[1]!”
pekik Doyoung.
Tiba-tiba Joohyun berdeham agak keras, hampir seperti
orang yang meminta diberi perhatian. Membuat semuanya menatap Joohyun.
“Oh, Joohyun-ah,
apa kau tahu kalau Taeyong menyukai Wendy? Bagaimana menurutmu? Apa mereka
cocok?”
“Hm?” rinai muka Joohyun membuat sedikit perubahan.
“Ah, iya, tentu saja. mereka sangat cocok.” Joohyun tertawa—penuh paksaan— sambil mengacungkan kedua
ibu jari tangannya.
“Hm, aku ke kamar mandi sebentar, ya?” pamit Joohyun
yang disambut anggukan oleh Doyoung.
Aku berlalu dari ketiga
orang itu. Terbersit rasa sakit di hatiku setelah pertanyaan Doyoung yang
melayang dan berhasil membentur kepalaku. Teramat sakit hingga ingin menangis.
Ini memang kekanak-kanakan, tapi aku tak bisa menghilangkan perasaan aneh ini.
Aku menghela napas berat sambil memutar keran wastafel. Seketika air mengucur
dan langsung kutampung dengan kedua tangan.
Joohyun,
kau tak boleh sedih apalagi sakit hati. Jangan biarkan Wendy merebut Taeyong
darimu!
Joohyun membasuh wajahnya kemudian menatap cermin besar
di hadapannya.
Aku
tahu, kau pasti bisa. Wendy hanya bakteri. Kau bisa menyingkirkannya, Joohyun.
Pikirkan
sesuatu hal yang bisa membuat hubungan Wendy dan Taeyong retak! Apa saja.
“Tapi aku tak bisa,” kata Joohyun sambil menatap
dirinya di dalam cermin.
Jangan
menatapku seperti orang lemah! Kau kuat, Joohyun! Kau yang terbaik untuk Taeyong.
“Aku tahu, sebenarnya mereka berdua saling menyukai,”
lirih Joohyun.
Tidak!
Kau salah. Joohyun, camkan ini, kau adalah yang diinginkan Taeyong. Jadi,
enyahkan Wendy dari sisi Taeyong!
Joohyun menggelengkan kepala. “Bagaimana aku bisa
melakukan hal itu? Aku dan Wendy sudah banyak melakukan hal bersama,
menghabiskan waktu bersama.. Jadi, bagaimana aku bisa membuat sahabatku
hancur?”
Sejenak Joohyun menatap cermin. Lalu ia membasuh wajah
sekali lagi sebelum keluar dari kamar mandi. Ia berjalan lamban sekali ke ruang
tengah. Apalagi saat melihat Taeyong dan Wendy sedang berduaan di sana.
Seketika Joohyun membelalak. Kenapa mereka hanya berdua? Di mana Doyoung?
—TBC
0 Response to "All of Sudden #13"
Post a Comment