SVT’s Joshua and OC’s
Vaela
| Romance | G | Ficlet
Blackangel@PosterChannel | Vxiebell,2016
Blackangel@PosterChannel | Vxiebell,2016
Di
antara gugurnya dedaunan disertai angin yang mengitari, di tempat tak ada
seorang pun selain pemuda Hong yang berdiri tegak dalam rengkuhan mantel
abu-abu. Ia menekadkan kedua tungakinya supaya tak bergerak sedikitpun sebelum
sosok yang ditunggu tertangkap oleh dwinetranya.
Hampir,
putus asa menggelayuti benaknya. Pikirannya sudah berkecamuk hebat memperdebatkan
masalah ini dan itu. Apakah gadis itu tak akan datang? Apa terjadi sesuatu
dengannya? Tidak mungkin kalau dia kecelakaan di perjalanan kan?
Tidak. Kau tak
boleh berpikiran yang tidak-tidak, Joshua. Berpikirlah yang jernih! Sebentar lagi
dia pasti datang.
Joshua mengembuskan
napas seraya melirik ke sekitar untuk mengecek eksistensi seseorang yang
diharapkannya bisa datang. Dwimanik gelap Joshua Hong dengan cepat membola
tatkala menangkap kehadiran seorang gadis yang mengenakan dress selutut. Sekarang,
dia sudah di sini.
“Sorry telat,” ujar gadis bersurai
cokelat itu sambil merekahkan senyumnya yang menawan. Joshua mengukir senyum
tipisnya sebagai tanggapan sebelum gadis itu kembali bersuara, “Kenapa ngajakin
ketemu di sini? Jam segini pula?”
Sejenak Joshua
membeku, berdebat dengan otak dan kalbunya yang sama-sama tak mau kalah. Dalam keheningan
ini, kedua pasang obsidian saling bertumbukan. Gadis Jo yang berdiri berhadapan
dengan pemuda jangkung itu menatap matanya dalam dengan sorot yang tak memiliki
maksud apapun. Ia hanya memberikan tatapan polos dengan binar-binar keceriaan
seperti biasanya. Tentu saja, karena gadis itu tak dapat mendengar perdebatan
yang dilakukan organ dalam Joshua yang hampir membuatnya gila.
Akhirnya,
kedua lengan Joshua tergerak dan meraih kedua tangan gadis di hadapannya.
Tubuhnya gemetar seolah tengah dilanda gempa bumi dahsyat, bahkan kaki-kakinya
serasa tak sanggup menopang tubuhnya lagi. Hal ini sungguh sangat menakutkan
sekaligus mendebarkan.
Joshua
memberanikan dirinya untuk menatap mata Vaela lebih intens. Ia mencoba mengatur
deruan napas yang menggebu di dalam dada. Begitu sulit untuk melakukannya.
Tidak semudah perkiraan.
Vaela
menghela napas. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
Sepertinya
gadis kalem nan ayu itu mulai kehilangan kesabarannya. Ia sangat tidak suka
menunggu. Apalagi jika menunggu terlalu lama.
“Aku tahu,
kau memang tak suka menunggu, tapi sungguh ini terlalu sulit untuk kukatakan.
Maafkan aku, sepertinya kau harus menunggu sedikit lebih lama, Vaela Jo.”
“Ayolah, Joshua.
Udara di sini sangat dingin,” rengek Vaela manja.
Entah untuk
keberapa kalinya, ia kembali mengatur napas. Degup jantungnya benar-benar membuat
kesal. Joshua mengangguk kecil. Ayolah, jantung sialan, berhenti berdebar
seperti ini!
“Musim
gugur,” Joshua mulai angkat bicara setelah sekian lama menutup bibirnya
rapat-rapat.
Vaela
menarik sebelah alisnya. “Apa maksudmu?”
“Udara
dingin dan nuansa indah yang diciptakan oleh tebaran daun dan bunga.”
“Kau ini
bicara apa? Aku tidak mengerti.”
“Gambaran
layar yang sangat cocok untuk dijadikan latar sebuah kenangan yang berarti.”
“Kau ini!
Sebenarnya kau bicara dengan aku atau dengan lingkungan kita?”
Vaela mulai
kesal. Ia melepas diri dari genggaman tangan Joshua. Kakinya baru saja
mengisyaratkan untuk segera pergi, namun audio yang dirambatkan udara menahan
langkahnya.
“Bisakah
kau menjadi saksi dalam cerita cinta yang akan segera kutulis ini?”
Rentetan
kalimat itu berhasil menghentikan langkah Vaela. Walaupun gadis itu tidak
mengerti sama sekali dengan kalimat yang baru saja diungkapkan bibir Joshua.
“Aku
benar-benar mencintai gadis yang sangat tidak suka menunggu ini. Walaupun
begitu, dia adalah orang yang sangat baik di mataku. Bahkan dia sangat
sempurna. Jika aku diperbolehkan untuk memilikinya, aku dengan segenap jiwa
akan berjanji untuk selalu menjaganya sampai akhir hayat. Walaupun aku tak
pandai mengungkapkan semua ini. Tapi inilah adanya. Aku sangat menyayangimu. Vaela
Jo.”
Hati Vaela
sangat tersentuh dengan aliran-aliran kalimat yang diserukan oleh suara berat Joshua.
Ia hampir saja menangis karena saking terharu. Gadis ini tidak pernah menyangka
kalau pemuda yang selama ini menemaninya, ternyata menyimpan rasa seperti itu.
“Aku tidak
menyangka. Ternyata akhirnya aku bisa mengungkapkan semua ini.”
Joshua
menghela napas. Ia tertawa kecil.
“Kenapa kau
tertawa Joshua-ya?”
“Aku tidak
yakin dengan apa yang telah aku katakan dan lakukan malam ini. Sepertinya aku
sudah sangat bodoh dan terlalu berharap. Tapi setidaknya aku sudah mengutarakan
isi hatiku. Kalau kau tidak punya rasa yang sama denganku, tidak apa-apa, Vaela.
Setidaknya kau masih berada di sisiku. Berjanjilah kau tidak akan pergi.”
Vaela
meraih tangan pemuda dengan wajah murungnya itu.
“Memangnya
kenapa aku harus pergi? Aku akan selalu bersamamu sampai akhir. Kau tahu
kenapa? Karena aku memiliki rasa yang sama. Sebenarnya aku tidak tahu pasti.
Tapi aku merasa sangat nyaman saat sedang bersamamu.”
“Kau serius?”
Vaela
mengangguk mantap dengan wajah merona. Joshua terdiam. Sedetik kemudian ia
tertawa sembari tangannya merangkul leher Vaela.
Pergerakan
yang tiba-tiba itu membuat Vaela terkejut dan merasa kurang nyaman. “Joshua-ya,” erangnya.
“Ku kira
kau jengkel padaku.”
Vaela
menghentikan gerakannya yang berusaha melepaskan diri dari rangkulan pemuda
tinggi yang ternyata sangat erat.
“Kenapa kau
berpikiran begitu?”
“Karena kau
selalu menekuk wajahmu saat berbicara denganku. Dan apa kau tahu, wajahmu
terlihat sangat buruk saat itu.”
“Joshua!
Walaupun aku menangis dan merajuk, aku tetaplah manis. Jangan membuatku
jengkel! Kita kan baru saja mulai.”
Joshua
tertawa. “Aku suka membuatmu merasa jengkel. Karena aku bisa melihat wajahmu
yang lucu.”
“Benarkah?”
“Kau tidak
percaya, ya?”
Vaela
menatap wajah Joshua. Ternyata jika dilihat dari sana, wajah pria itu menjadi
sangat manis.
“Kau
kenapa?” tanya Joshua ketika menyadari gadis dalam rangkulannya sedang
tersenyum.
“Kau begitu
manis dari sini.”
Joshua
terdiam. “Kau sangat pandai menggoda.”
Vaela
tertawa. Kedua matanya menyipit seperti seekor kucing manis. Saat-saat seperti
inilah yang membuat Joshua tidak bisa menahan diri. Ia menyubit pipi dan hidung
Vaela bergantian.
Walaupun
merasa risih. Tapi Vaela hanya diam dengan tawa renyahnya yang
menjadibackground music malam itu. Mereka berjalan melalui jalan setapak yang
hampir seluruhnya tertutup dengan guguran daun dan bunga.
Joshua
merapatkan mantel yang mengais tubuh mereka berdua. kemudian meraih tangan
gadis yang dicintainya. Menggenggam erat dan memasukkannya ke dalam saku
mantel.
—FIN
0 Response to "[SVT: Joshua] Behind The Autumn"
Post a Comment