Lisa [BLACKPINK] and Bobby [iKON] | Comfort | PG |
Oneshot
©2016 Aitadikasa Story | Babythinkgirl @Poster Channel
©2016 Aitadikasa Story | Babythinkgirl @Poster Channel
Lalisa setia memeluk
bantal dan membenamkan wajah di sana. Menutup gorden rapat-rapat, menolak tegas
cahaya mentari yang tak henti mengetuk kaca jendela meminta masuk. Biarlah
dunia luar heboh dengan rutinitas masing-masing. Gadis yang tengah kalut
dilanda badai itu tak peduli dengan segala apapun. Ia hanya ingin seperti ini.
Sendiri, menghadapi hantaman keras yang menohok batinnya yang rapuh.
Tak tanggung-tanggung, ia bahkan sudah berdiam diri di
kamar selama lebih dari empat hari. Tanpa makan, tanpa minum, tanpa berhenti
menguraikan air mata di pipinya yang kemudian merembes ke setiap kain bantal.
Kelembaban yang menciptakan dingin dan sunyi yang mengena di hatinya.
Gadis itu sendirian. Menangis, merenung, meratapi
nasibnya yang sebegini kejam. Seolah kesendirian itu membuatnya lebih lega.
Seolah segala masalahnya bisa selesai hanya dengan air mata. Namun, tidak demikian.
Tak secuilpun rasa sakit menghilang setelah apa yang ia lakukan selama lima
hari mengurung diri di kamar gelap nan sumpek ini.
Hingga sore kembali menjelang, meninggalkan semburat
keemasan di gulungan yang menjingga, mengirimkan kawanan burung kembali ke
sarang mereka.. di sinilah gadis rapuh itu berada, terjebak dalam ruangan
sumpek, terkungkung dalam adu dua kubu yang menyakitkan.
Bagaimana untuk menerima semua kenyataan pahit ini?
Menerimanya dengan ikhlas? Apakah seonggok daging yang
terlentang lemas tak berdaya ini mampu melakukannya?
Atau melupakan segala ucapan pahit itu dan bersikap
seolah tak ada sesuatu hal pun telah terjadi? Bagaimana mungkin? Jelas-jelas, Lisa
mendengar semuanya, yang hingga detik ini masih mengukir jelas di benaknya.
Kenapa?
Kenapa harus demikian apes hidupnya?
“Jauhi
Bobby, Lisa. Dia...”
Terngiang begitu jelas di otak Lalisa apa yang
diutarakan sang bunda sore itu, setelah pemuda yang ia cintai menginjakkan kaki
di rumahnya.
[flashback on]
Sore itu, Bobby mengantarkan
pacarnya pulang setelah selesai melakukan acara kencan ‘Sabtu Sore’. Sebenarnya
Lisa ingin sekalian pulang agak malam, tapi Bobby tak setuju dan memilih
memulangkannya.
Keluar dari mobil, Lisa mati-matian membujuk Bobby
supaya mampir ke rumah sebentar. Paling nggak, nyapa ‘calon mertua’nya aja, itu
udah lebih dari cukup. Karena biasanya Sabtu sore, mama Lisa sudah ada di
rumah.
Setelah beberapa kali merengek memohon, akhirnya usaha Lisa
berhasil. Bobby setuju. Mereka pun jalan beriringan menuju pintu, lalu Lisa
mengucapkan salam.
“Ma, Lisa pulang nih, ada tamu,” ujar Lisa malu-malu
sambil melirik cowok di sampingnya yang terlihat sedang gugup. Menjadikan Lisa
menahan tawa geli melihat perubahan air muka cowok itu.
“Siapa, Lis?” tanya ibunya yang berada di dapur dan
segera keluar.
Cewek yang mengenakan white dress selutut itu
memamerkan gigi-giginya yang putih bersih sambil menggandeng tangan Bobby erat
ketika sang mama telah nampak.
“Bobby, Ma..” Lisa sengaja berhenti sejenak kemudian
melirik Bobby yang tengah memerhatikan ibunya lekat-lekat. Lantas gadis itu
menatap ibunya yakin. “—pacar Lisa.”
Mama terlihat sangat kaget dan syok setelah mendengar
pernyataan itu. Bahkan tubuhnya hampir luruh kalau saja beliau tak segera menyambar
pilar yang ada di sampingnya.
Lisa bergegas menghampiri. “Mama kenapa?”
Sang bunda tak acuh dengan pertanyaan Lisa yang sarat
akan kekhawatiran. Justru, wanita itu kembali mengamati sosok pemuda berbadan
tegap yang tengah berdiri dalam kebekuannya.
Lisa mengikuti arah pandang sang bunda kemudian
tersenyum. “Itu Bobby, Ma.. pacar Lisa. Dia ganteng ka…n..?”
Gadis itu nggak bisa mendefinisikan apa maksud tatapan
mamanya yang berubah. Tatapannya seperti nggak suka, benar-benar tak suka.
“Kenapa sih, Ma..?” ragu-ragu Lisa bertanya.
“Dia..” wanita itu menunjuk Bobby, Lisa pun ikut
memandangnya.
Belum juga ada kalimat yang meluncur, cowok itu merasa
ada sesuatu yang menariknya kembali ke dunia hingga ia pun memutuskan berbalik
badan dan meninggalkan kedua perempuan di depan matanya.
Cewek dengan rambut tergerai sebahu itu nggak ngerti
dengan situasi ini. Dia bingung dan memilih beranjak untuk mengejar sang pacar.
Begitu tiba di halaman depan, Lisa berhasil meraih lengan Bobby.
“Ada apa, Bob?”
Cowok itu memilih tetap memunggungi Lisa yang dilanda
kecemasan. Membiarkan prasangka muncul di kepala ceweknya.
“Bob! Kamu denger aku nggak sih?!” bentak Lisa.
Namun bibir cowok itu seolah sudah dijahit rapi hingga
tak mampu berkata-kata lagi. Diam. Membisu.
“BOBBY!! JAWAB! ADA APA?!”
Hati seorang cowok juga bisa sakit dan ngilu, inilah
yang tengah dirasakan sosok Bobby. Ia berusaha keras menepis segala kenyataan,
namun sia-sia. Buat apa sih? ia memejamkan mata, membiarkan angin menyapu
kegundahan hatinya. Kemudian ia berbalik, menghadap gadisnya yang setengah mati
mencari alasan dengan perubahan sikapnya.
Bobby tersenyum sambil mengusap puncak kepala Lisa.
“Kenapa, Bob?” kembali pertanyaan itu menuntut
penjelasan. Sayangnya, Bobby tetap bungkam dan memilih mengecup kening Lisa
singkat sebelum berpamitan pulang. Bahkan dia nggak memberi ‘salam perpisahan’
seperti biasanya sebelum menghilang bersama mobilnya.
Ketika masuk ke dalam rumah, Lisa sudah disambut dengan
ibunya yang berdiri di depan pintu dengan pandangan menerawang. Kosong.
“Masuk yuk, Ma..” ajak Lisa sambil meraih lengan ibunya
yang tetap mematung.
“Siapa.. tadi?” begitu lirih diucapkan, namun Lisa
masih bisa mendengar.
“Tadi? Bobby, Ma. Pacar Lisa, udah dua tahun sih.. maaf
ya, Ma, baru bilang.. hehe..” kekehan Lisa tertahan ketika sang ibu menatapnya
tajam.
“Pacar? Kamu bilang pacar? Kamu pacaran sama Bobby?!”
Lisa terhenyak tatkala melihat ibunya yang nampak
dinaungi awan hitam pekat.
“SADAR, LISA! SADAR!” pekik ibunya sembari mengguncang-guncang
Lisa kalap.
“A-ada apa.. Ma?”
“KAMU PACARAN SAMA KAKAKMU?! SADAR, LISA!”
Sekali lagi, cewek itu terkejut bahkan hingga syok.
Terhenyak dengan apa yang didengarnya. Apa katanya?
“Ma.. Mama ni ngomong apa sih? Kakak siapa?”
Seketika Lisa teringat. Ia pernah mendengar ibunya
bersama ayah(tiri)nya pernah menyinggung masalalu yang masih blur bagi Lisa.
Masa lalu yang belum terungkap bagaimana kisahnya. Yang jelas, dari pembicaran
ayah-ibunya itu, Lisa tahu, dia punya saudara lain yang terpisah darinya.
Mama meletakkan tangannya di bahu Lisa, mencengkeram
kuat-kuat. Sorot mata keibuannya telah sirna digantikan warna ketakutan,
kehancuran, kekhawatiran.. dan entah kata apa lagi yang tepat untuk
menggambarkan betapa gelisahnya hati sang bunda.
“Jauhi Bobby. Dia.. kakakmu!” Pelan namun tegas. Lembut
namun tak bisa ditolak. Begitulah kata mama yang hingga detik ini membuat jiwa Lisa
seakan melayang-layang di atas tubuhnya, mencari-cari kembali raga yang telah
limbung dan tersesat.
Jauhi Bobby? Setelah dua tahun terlewatkan dengan suka
cita, canda tawa.. kasih sayang..? Lisa menyukainya, menyayanginya,
mencintainya.. selama ini.. sebagai seorang kekasih..
[flashback off]
Lisa kembali tergugu di
antara bantal yang membenamkan wajahnya. Ia manangis meraung menyalahkan
takdir. Mengapa harus serumit ini? Mengapa harus seterlambat ini?
Bagi Lisa, sudah terlambat untuk mengenyahkan perasaan
yang telah bersarang dalam dadanya selama dua tahun lebih itu. Perasaan suka,
sayang, dan cintanya,
Perasaan seorang kekasih.. yang diperuntukkan pada
kakaknya..
Apakah mungkin ia bisa membinasakan rasa itu?
—FIN
0 Response to "Alone in My Bed"
Post a Comment