[Ori-fic] Titip Salam


©2016 Aitadikasa Story

Menyukai seseorang dalam diam adalah spesialisku. Serius, selama hidupku—hingga detik ini, aku selalu menyimpan perasaanku dalam-dalam tanpa menyebarluaskan meski pada sahabatku. Kenapa? Tentu karena aku mempertimbangkan resikonya. Yang paling menakutkan, apabila sahabat yang kupercayai itu ternyata diam-diam sudah memberitakan ceritaku pada orang lain. Dan jika kau ingin tau, it’s like a shit and so damn. Makanya, hingga napasku masih berembus detik ini, tak sekalipun kuceritakan kisah cintaku pada siapapun.

“Heyya, dear! Sendirian?” tegur salah seorang teman sekelasku, Elaine namanya. Dia gadis cantik berkulit putih—yang saking putihnya seperti mayat hidup. Oh ya, Mayat Hidup juga merupakan julukannya, haha. But, I never call her like that.

Rambut gelapnya bergoyang-goyang ketika dengan gerakan cepat mengambil sikap duduk di sampingku. Mengagumkan sekali. Sejujurnya, segala hal yang berkaitan dengan Elaine membuatku terpesona dan terkadang iri. Berkat wajah cantik dan sifatnya yang terbuka, ia menjadi mudah mendapatkan teman dari kelas berapapun di sekolah ini. Bahkan beberapa waktu lalu, ada kakak kelas yang bela-belain mengejarnya sampai gerbang karena ingin ngajak makan. Oh shit, I’m so jealous.

Why? Nothing to do?”

“Seperti yang kamu lihat,” jawabnya sambil terkekeh manis. Aku membalasnya dengan uluman senyum yang tak seberapa manis.

And then, how about.. kakak kelas yang itu?” godaku—yang terselip rasa iri—sambil tertawa.

“Jangan dibahas! Want to canteen?”

Oh yeah, aku lupa memberi tahu satu hal. Meskipun memiliki tubuh ramping, sebenarnya Elaine memiliki porsi makan yang besar. Ia selalu tak bisa berhenti makan ketika sudah memulainya. Dan hal itu membuatku merasa lebih iri. Why? Cause if I ate a lot, tubuhku akan mudah melar and I’m so damn hate it!

If you know, I really jealous with you.”

Elaine menoleh dengan rasa herannya. “Why?”

“Eh? Nggak kok, hehe.” Aku terkekeh canggung dan langsung menggandeng tangannya lantas melangkah menuju kantin yang tak terlalu jauh dari kelasku.

Elaine sibuk memilih makanan yang berkenan di hatinya, sedangkan aku hanya mengamatinya dengan keinginan besar ingin membeli sesuatu juga.

Remember, Rysh, diet!” Tak henti-hentinya kugumamkan kalimat tersebut untuk mengingatkan diriku yang kadang lost control dan akan memakan banyak sekali makanan.

Elaine tersenyum padaku dan akan menghampiriku, namun tertahan tatkala seorang pemuda hadir. Mereka menyapa dan mengobrol sebentar, yang membuatku ingin bergabung. Kulangkahkan kaki dan menghampirinya.

“Kak, traktir dong!” pinta Elaine yang hanya didiamkan oleh pemuda berbadan besar, kakak kelasku. Lantas menoleh padaku. “Rysh, bilang sesuatu kek.”

“He?” Aku tak tahu harus berkata apa. Lagipula aku tak mengenal kakak kelas itu. Yah, walaupun aku sempat tau bahwa ia mengurusi pramuka, hanya sebatas itu.

“Kak, jangan pelit-pelit dong.” Elaine masih tak menyerah rupanya.

Dan entah mengapa aku hanya tersenyum lalu sedikit mengangkat kepala untuk melihat wajah kakak kelas yang lebih tinggi dariku itu. “Kalau aku cukup titip salam aja sih, Kak.”

“Buat siapa?”

“Eng.. pokoknya yang lagi main ping-pong di lobi.”

Wajah kakak kelasku itu sedikit berkerut. “Who? Johnny? Mark? Aldi?”

“Iya itu! Yang terakhir!” celetuk Elaine yang membuatku sedikit terhenyak.

“Enggak, Kak. Pokoknya yang main ping-pong.”

“Lha iya, Aldi.” Elaine lagi-lagi menimpali.

“Laine..”

“Bilangin ya, Kak. Buat Mas Aldi, dapet salam dari Nattasha Airysh kelas X IPS 4! Don’t forget it! Pokoknya harus sampe, ya!”

“Ok, sip.”

“Eh, enggak, Kak! Enggak…” Tiba-tiba Elaine langsung membekap mulutku dan menarik lenganku keluar dari area kantin. Refleks aku meronta dan akhirnya Elaine melepaskanku.

Oh shit! What are you doing, ha? Are you crazy?”

Why? Am I do something false?”

Bibirku terkunci ketika melihat perubahan garis mukanya.

“Aku tau, Rysh. You like him, right?”

Tatapan mata Elaine membuatku tak dapat berkutik, namun aku tak pula menjawabnya.

“Makanya, aku bilang gitu ke Kak Ravin. Lebih cepat, lebih baik, Rysh. Aku nggak suka kamu cuma ngelihatin dia dari jauh sambil senyum. Padahal hati kamu selalu bertanya-tanya dan merasa sakit.”

Ragaku terpaku mendengar ucapan Elaine. Sejak kapan dia tahu?

“Aku tahu setiap ngeliat matamu, Rysh. Dwimanikmu selalu berbinar-binar ketika melihat dia. And you always can’t control your smile if you look him. Oh ya, and you always see him… dengan berlebihan. Aku tahu gerak-gerikmu, Honey. I’m your best friendif you think so.” Kemudian ia mengangkat bahu.

“Tap—“ Hendak aku membantah, namun dari arah depan, aku melihat sesosok pemuda berjalan. Diaku. Kakak kelas yang dua tahun lebih tua dariku. Yang sejak menginjakkan kaki di sini, aku sudah menyimpan perasaan untuknya.

Pandanganku buyar ketika melihat Kak Ravin—kakak kelasku yang tadi—menghampiri Kak Aldi. Sontak tubuhku jadi panas-dingin dan jantungku berdetak begitu cepat serta darahku yang berdesir tak beraturan.

Mereka berdua saling berhadapan. Mengobrol. Cukup lama. Kemudian Kak Aldi tersenyum dan mengangguk. Lalu menolehkan kepalanya dan.. shit! Mata kami saling bertumbukan. Aku mematung sejenak kemudian langsung mengalihkan pandangan menatap Elaine.

Why?” tanya Elaine yang melihat gelagat anehku.

Aku hanya menggeleng. “Nggak ada, ayo ke kelas! Cepet!” Aku langsung menarik tangannya dan berlari menuju kelas.

Jangan-jangan.. Kak Aldi malah ngetawain sikapku yang tiba-tiba lari setelah lihat dia? Ahh, taulah. Masa bodoh! Untuk sekarang, just run!!

—FIN

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "[Ori-fic] Titip Salam"

Post a Comment