After We
Broke Up
03 | Betapa
Berharganya
HANYA rasa sesak
yang merajalela di hati. Semua terasa rumit dan menyakitkan. Mengapa mencintai
harus sekompleks ini?
Setelah
hampir dua puluh menit Irish menangis sambil merutuki dirinya sendiri di
dekapan Dirga, ia menjadi lebih tenang. Kini gadis itu sedang duduk bersender
di punggung ranjangnya sambil mengamati Dirga lekat-lekat.
“Apa,
Irish?” tanya Dirga ingin tahu apa maksud gadis itu menatapnya seintens ini.
Irish
menggeleng sambil memaksakan tersenyum, “gak papa.” Padahal seluruh garis
wajahnya menggambarkan kesedihan mendalam.
“Makan, ya?”
“Nanti.”
“Pokoknya
sekarang! Aku suapin, ya?” ujar Dirga enggan dibantah. Ia meraih mangkuk dari
atas meja dan menyendokkan bubur untuk Irish. “Buka mulutnya.. aa..” mau tak
mau Irish pun melahap setiap suapan yang diberikan Dirga.
Dirga
menyuapi Irish sambil bercerita tentang waktu liburannya, tentang bagaimana
perasaannya saat Irish menyuruhnya pergi, tentang hari-hari sepi menyakitkan
tanpa Irish…
**
PUTRI meneguk air
mineralnya. Ia masih di Indomaret dekat rumah sakit, menunggu Runa dan Naufal
kembali. Kebetulan rumah Runa dekat dari rumah sakit dimana Irish dirawat
sehingga cewek itu memutuskan pulang dulu, mandi, dan pamitan sama bapaknya.
Sedangkan Naufal harus mengantar ibunya ke suatu tempat
Tak berapa
lama setelah pop mie kedua Putri ludes, Naufal datang dengan pakaian kasualnya
dan disusul Runa sepuluh menit berikutnya.
“Dah yuk!”
ajak Putri sambil berdiri.
“Ntar ajaa.
Biarin Irish sama Dirga ngobrol berdua dulu. Pasti banyak yang mau mereka omongin.”
Naufal
mengangguk setuju, “Ho’o, ntar aja. Kasian Dirga selama liburan kayak mayat
gara-gara ditinggal Irish.”
“Gimana sih
ceritanyaa?!” sembur Runa dan Putri kepo.
**
SUAPAN terakhir
akhirnya dilahap Irish setelah Dirga mendesak agar dihabiskan. Setelah makan, Dirga
menyiapkan obat yang harus diminum Irish setelah bertanya pada suster jaga. Ia
tersenyum lega karena bisa membuat Irish menghabiskan makanannya.
Saat diajak
bicara dengan ayah Irish, ada fakta-fakta yang membuat Dirga tak habis pikir.
Hal yang membuat Dirga benar-benar tak menyangka. Kata ayah mertua, maksudnya
ayah Irish, selama liburan gadis itu seperti orang depresi yang tak mau keluar
kamar bahkan matanya bengkak. Saat itu ayahnya yakin kalau Irish ada masalah.
Saat Irish tidur, ayah menggeledah kamarnya dan menemukan buku diary yang penuh dengan
kejadian-kejadian bersama Dirga.
Dirga pikir,
selama ini Irish baik-baik saja. Dirga pikir, alasan Irish ‘berubah’ adalah
adanya orang baru di hidup Irish. Dirga pikir, dia yang paling sakit hati
dengan kejadian itu.Ternyata, itu semua tak sepenuhnya benar.
“Mau tidur?”
Irish
menggeleng. “Gak mau. Kan ada kamu.”
“Emangnya
kalo ada aku kenapa?”
“Nanti kalo
kamu macem-macem pas aku tidur gimana?”
“Ya nggak
lah!”
“Nggak salah?”
“Tidur sana!
Orang sakit harus banyak istirahat.”
“Tapi ada
kamu….”
“Aku nggak
bakal macem-macem, Irish. Aku keluar deh kalo gitu.”
“Jangan..”
lirih Irish agak gengsi mengatakannya.
“Apa? Gak
denger, coba ulangin!” dusta Dirga. Walaupun suara Irish pelan, keadaan yang
sepi membuatnya bisa mendengar dengan jelas.
“Putri kok
nggak balik-balik, ya?”
“Halah,
mengalihkan pembicaraan. Udah ah, tidur sana!”
“Gak mau.”
“Kenapa
susah banget sih dibilangin? Habis makan, minum obat, tidur. Itu siklus orang
sakit, makanya jangan sakit kalo gamau kayak gitu!”
“Aku mau
liat muka kamu. Aku gak mau tidur. Aku gak mau pas bangun nanti, kamu gak ada
di sini. Aku gak mau kalo bangun nanti aku sadar ternyata ini cuma mimpi.”
“Ini bukan
mimpi. Rish.. aku..” kalimat Dirga terjeda karena HPnya berdering. Ada telepon
masuk dari ayahnya. Ia pun beranjak, hendak sedikit menjauh untuk menerima
telepon itu, tetapi.. Irish menahannya.
“Jangan
pergi….” lirih Irish sambil menggenggam tangan Dirga. Kedua bola mata kelamnya
menatap penuh harap.
Melihat
tatapan Irish membuat niat Dirga urung. Ia pun kembali duduk dan bertelepon di
sana. Intinya, Dirga mengabari ayahnya kalau sedang ada di rumah Naufal.
“Pembohong.”
“Daripada
aku bilang ‘lagi nemenin cewek yang sakit gara-gara aku, Yah’ hayo?”
“Ge er!”
“Dih, gak
mau ngaku!”
Irish diam.
“Gak mau
tidur, nih?”
“Enggak.”
“Terus mau
ngapain?”
“Liatin
kamu.”
“He he he,” Dirga
tertawa canggung.
“Jangan
ketawa, takut.”
“Padahal
nggak menakutkan. Ditinggal kamu tuh baru nakutin.”
“Hehe. Aku
takut jatuh cinta lagi sama orang yang sama, jangan senyum!”
“Ya udah,
balikan aja.”
Kenapa harus
kehilangan dulu agar sadar betapa berharganya seseorang?
[]
0 Response to "After We Broke Up | 03"
Post a Comment