Remember Why You Started 00

Remember Why You Started

00 | Salah Paham?

 



SENJA telah hadir. Warna oranye mendominasi langit. Burung-burung berkicau sembari mengepakkan sayap kembali ke sarang. Hari telah menua dan Irish masih saja duduk di bangku sambil menerawang ke luar jendela.

 

Airish Adeeva Pradista adalah nama lengkap dari seorang gadis bersurai kecokelatan yang duduk di pojok perpustakaan kota. Membuka sebuah buku di meja tanpa minat untuk membacanya. Yang dilakukannya sejak tadi hanya duduk diam dan membiarkan otaknya terus menerus mengulang nama yang sama.

 

Fauzan. Fauzan. Fauzan. Fauzan lagi. Fauzan melulu.

 

Setelah dua puluh menit hanya meratap, Irish pun menghela napas berat. Oh, ayolah. Kenapa sejak tadi hanya Fauzan saja yang memenuhi kepala Irish? Oh ya, benar. Ini karena mereka sedang dalam kondisi tidak sehat! Yap, tentunya.. bertengkar (lagi).

 

Kenapa sih mereka harus sering bertengkar seperti ini? Ya memang Irish suka pamer pada teman-temannya dengan berkata, “berantem itu justru sensasinya dalam hubungan!” tapi, keseringan beradu argumen hanya karena masalah sepele kadang membuat Irish pengen mundur (tapi selalu tak berhasil melakukannya).

 

Lagi pula, Fauzan itu kekanak-kanakan! Kenapa dia harus marah hanya karena Licya (sahabat Irish) mengupload instastory dengan ‘menyebut nama Fauzan’? Kenapaa??? Cuma nyebut nama loh. Ya emang ada kalimat ‘Fauzan tuh diajakin ke sini gamau, bukan pacar yang baik dia tuh’ yang diucapkan Irish. Dan Fauzan marah karena ‘nama baiknya’ dipertaruhkan. APA SIH? Mananya yang salah? Gilaak! Padahal bercanda doang. Ew.

 

Sebenernya yang salah itu Irish atau Fauzan, sih?

 

Udah ah, gak tau! Irish pun bangkit dari duduknya. Melangkah keluar ruangan, dan sialnya.. dia malah bertemu dengan cowok jangkung yang sangat ingin ia hindari. Siapa lagi kalau bukan Fauzan?

 

Mereka sempat berkontak mata, namun Fauzan melewati Irish begitu saja. Tanpa menyapa! Buta kali dia, batin Irish jengkel. Memang Irish sedang tidak mau bertemu dengannya, tapi kalau diperlakukan demikian, justru Irish pengen ngamuk.

 

Sabar, Irish, sabar. Irish menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Sabar deh. Jangan suka marah-marah, ntar cepet tua. Irish pun membalikkan badannya, melongok ke dalam perpustakaan untuk mencari Fauzan. Sejenak ia kebingungan mencari sosok jangkung itu, namun kemudian.. OH MY..!

 

“Kok dia sama cewek, sih?” gumam Irish. Udah deh, ini sih.. mulai lagi cemburuannya, posesifnya, egoisnya. Pokoknya sisi buruknya pada keluar semua! Berani-beraninya Fauzan ketemuan sama cewek! Cantik pula!

 

Tiba-tiba hati Irish jadi mellow saat melihat kecantikan cewek itu. Duh, Irish merasa tersaingi deh. Kepercayaandirinya jadi lenyap.

 

Enggak. Irish nggak mau merusak suasana dengan tiba-tiba menghampiri mereka. Dan juga, ia masih perang dingin sama Fauzan.

 

“Pokoknya, kalo Fauzan senyum sama cewek itu... aku sobek bibirnya!” Kedua mata Irish berapi-api, rahangnya mengeras, pengen ninju beneran! Pandangannya tak lepas dari sosok Fauzan dan cewek entah siapa itu selama beberapa saat. Tapi lama-kelamaan Irish merasa gak guna banget mantau kayak gitu. Lagian kalo dilihat-lihat, muka Fauzan lempeng-lempeng aja kok. Dia gak kelihatan terlalu suka ngobrol sama cewek itu. So, mending Irish pulang ke rumah, mandi, lalu tidur. Hehe.

 

**

 

EMANG bener, ya. Kamar mandi adalah tempat yang tepat untuk berpikir hal-hal random. Mulai dari mikirin kucing tetangga yang lucu sampe mikir masa depan mau jadi apa. Untuk sekarang, yang terus terngiang di otak Irish hanya tentang Fauzan. Apa yang dilakukan cowok itu bersama cewek tadi, apa Fauzan suka sama cewek lain, apakah selama ini Irish cuman cinta sepihak, dan lain-lain.

 

Habis mandi, bukannya fresh malah tambah lemes. Irish melempar tubuhnya di ranjang dengan posisi telentang menghadap langit-langit kamarnya. Napas berat terembus dari hidungnya yang mancung ke dalam. Eh, tapi Irish nggak pesek-pesek amat kok. Tangan kanannya meraih handphone di meja lalu mengecek apakah ada pesan masuk.

 

Halah. Cuma ada pesan dari grup kelas dan teman-temannya yang ngajakin main atau chat gak jelas. Fauzan nggak ada niatan chat Irish apa, yak? Padahal dia online loh. Padahal yang ditunggu Irish hanya notifikasi dari Fauzan.

 

Fauzan, kamu lagi apa, sayangku?

Huh.. jangan-jangan Fauzan lagi chat sama cewek lain?!

Sadar, Irish, kamu siapanya Fauzan elah?!

Oiya, friend-zone :”

 

Kalau ada yang tau gimana caranya ngilangin pikiran tentang doi, coba kasih tau Irish deh. Soalnya, Irish udah nggak tau lagi harus gimana. Padahal Irish udah nyoba buat menyibukkan diri dengan cara ngerjain soal matematika di malam minggu yang terang benderang ini, udah nyoba nonton drama korea yang pemainnya oppa-oppa tampan melebihi Fauzan, tapi tetep aja nggak mempan. Rasanya, Irish pengen kejedot banter sampe amnesia. Eh, tapi amnesia tentang Fauzan aja, jangan sampe amnesia tentang pelajaran sekolah (soalnya ribet kalo ngulang belajar lagi).

 

“Kak, makan dulu gih. Dari tadi di kamar aja,” ujar Mama yang udah berdiri di ambang pintu kamar Irish. “biasanya ada yang ngapel kok sekarang enggak?” ledek Mama kelewatan.

 

“Sejak kapan Irish ada yang ngapel? Paling-paling cuma Licya dateng bikin rusuh,” jawab Irish sambil turun dari ranjang dan melewati mamanya yang cengar-cengir. Emang dasar mama yang tega :”

 

Di ruang makan, sudah ada Anfal (adik Irish) yang menikmati ayam goreng. Biasanya Irish akan histeris ketika melihat ayam goreng, tapi hari ini tidak. Moodnya entah pergi kemana. Irish justru menuang air putih ke gelas, meneguknya sampai habis, lantas kembali ke kamar. mama saja sampai heran.

 

“Ayam goreng lho, Rish!”

 

“Males makan, Ma.”

 

“Biasanya aja bisa abis berpiring-piring kalo lauknya ayam. Kenapa kamu tuh?”

 

“Gapapa, Ma. Nilai matematika Irish anjlok.” Irish kalo boong bisa aja deh. Hehe. Tapi jangan diaminin yah. Kan nggak asik kalo nilai matematika Irish beneran anjlok.

 

Pintu kamar sudah Irish tutup rapat tanpa dikunci. Ia duduk di tepi ranjang sembari menatap layar ponsel lama. Fauzan wafat kalik, ya. Ngapa kagak chat Irish, sih?

 

Lagi sibuk sama yang lain kalik. Biasa kan, dia banyak temen, termasuk yang cewek.

 

Halah, apaan sih, Irish kan cuman tempat singgah saat Fauzan bosan aja. Iyalah, pasti gitu. Nih, buktinya tu bocah enggak chat Irish padahal online.

 

Lahhh, terus makna dari kedekatan Irish dan Fauzan selama ini apa duonggg? Jangan biarin Irish punya perasaan sepihak dong:”

 

Daripada menanti yang belum pasti (chat dari Fauzan), alhasil Irish yang memulai duluan. Apa salahnya cewek mulai duluan? Gak salah, oke?

 

Irish: Fauzan..

 

Empat detik kemudian baru di-read lalu dua detik kemudian baru dibalas.

 

Fauzan: apa?

 

Jemari Irish diam. Ia hanya menatap lama ruang obrolannya dengan Fauzan dengan perasaan bimbang. Hingga akhirnya, Irish memilih untuk menekan ikon telepon. Yap, dia menelepon Fauzan.

 

“Pabila aku terus menyusahkanmu
   Pabila aku terus membuatmu jengkel
   Jikalau aku selalu menguji kesabaranmu
   Jikalau hadirku buatmu tertekan..

   Tak apa, kau boleh pergi
   Tinggalkanlah aku bila itu bisa melepas
   bebanmu selama ini

   Kebanyakan orang yang kutemui,
   mereka berkata, “tetaplah tinggal meski
   salah satu dari kita terluka dan sakit”
   tapi bagiku tidak demikian

   Kau boleh pergi,
   carilah bahagiamu
   bila memang bukan aku
   yang bisa membahagiakanmu

   Kau berhak bahagia
   meski aku terluka
   dengan kepergianmu..”

 

Hening menguasai. Di seberang sana, Fauzan hanya diam. Entah apa yang dipikirkannya. Satu hal yang pasti, Irish takut. Ia takut apabila Fauzan sungguh menganggapnya sebuah beban. Lantas hendak meninggalkannya. Irish tidak mau hal itu terjadi. Saking ketakutannya, Irish kesulitan meneguk saliva.

 

Beberapa waktu berlalu, namun tak ada tanda-tanda Fauzan akan merespon. Hingga akhirnya Irish menghela napas dan berujar lagi.

 

“Jika kau hendak pergi
jangan lupa pamit
jangan sampai aku
menunggumu pulang
sedangkan kau tak berniat kembali”

 

Setelah mengatakan itu, Irish menggigit bibir bawahnya gugup. Kira-kira apa yang akan dikatakan Fauzan setelah mendengar hal itu?

 

Terdengar helaan napas berat dari seberang telepon, membuat Irish semakin gugup. Lalu terucap sebuah kalimat yang membuat Irish melongo, “ngapain sih bikin puisi segala? Kamu mau ikut lomba puisi?”

 

Irish speechless. Lah, kenapa malah kayak gini sih responnya?

 

“Saranku, kalo mau ikut lomba puisi, jangan yang cinta-cintaan deh.”

 

“Hah?”

 

“Hm?”

 

“…”

 

“Tadi kamu di perpus sendirian, Rish?”

 

“He’em.”

 

“Ooh. Tadi aku juga ke sana, bahas sesuatu sama temen.”

 

“Kita papasan, Zan. Tapi kamu nggak mau nyapa aku.”

 

“Kirain kamu masih marah sama aku.”

 

“Lahh? Bukannya kamu yang marah sama aku?”

 

“Enggak. Siapa bilang?”

 

“Waktu itu kamu ngomel-ngomel ke aku loh. Kirain marah.”

 

“Itu gara-gara aku lagi capek aja sih, sibuk banget soalnya. Maaf, ya, malah ngelampiasin ke kamu. Btw, itu puisi buat apa?”

 

“Enggak buat apa-apa. Cuma kepikiran aja sih pas mandi hehe.”

 

Salah paham itu wajar. Apalagi kalau pikirannya negatif mulu. Makanya, jangan cuma negative thinking sama orang, harus positive thinking juga. Yah, pokoknya inilah kisah klasik remaja yang sedang jatuh hati. Awal dari perjuangan untuk tetap berjuang apapun hasilnya nanti.

 

 -bersambung


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Remember Why You Started 00"

Post a Comment