NOSTALGIA
Melupakan terkadang bisa menjadi sangat sulit dilakukan, entah karena kenangan itu terlalu bermakna, terlalu membahagiakan, atau terlalu menyakitkan. Namun bagi Asha, ia tak tahu kenangannya itu masuk dalam kategori yang mana.
Kenangan
Empat: Ragu
“Asha!
Akhir-akhir ini sering ngelamun,” tegur Jean, teman sebangkuku yang kini tengah
berjalan bersama keluar dari gerbang sekolah.
“Apaan,
enggak. Mau langsung pulang atau jajan dulu, Je?”
“Hmm,
jajan dulu yak? Pengen cilor hehe,” sahut Jean. Kami langsung mendatangi
penjual cilor untuk memesan. Sambil menunggu, kami berbincang sedikit perihal
apa saja yang bisa dibahas. Namun kemudian, Jean membicarakan Juna.
”Sha, lo sama Juna udah official belom sih? Kepo nih. Jangan-jangan udah?”
“Official
apaan coba? Emangnya dia suka sama gue?”
“Lahhh,
sukalah! Keliatan kalik! Lagian kalian udah deket setahun lebih kan? Lo juga
kayaknya sayang banget sama dia, sampe gue denger lo ngebawain bekel buat dia
di kelas. Aduhhh so sweet banget! Kapan gue bisa kekgitu?”
Kepalaku
hanya menggeleng-geleng kecil mendengar celoteh Jean,tapi bibirku
tersenyum-senyum kecil mendengarnya. Bagaimana Jean mengekspresikan perasaannya
sangat lucu.
“Asha!”
panggilan itu membuatku menghentikan tawa dan Jean langsung menoleh.
“Lah,
baru diomongin, udah muncul aja. Jodoh nih kalian kayaknya.”
“Jean!”
Aku menyenggol siku Jean. Apaan sih. Kalo ngomong tuh suka sembarangan deh. Kan
malu.
“Emang
ngomongin apaan?” selidik Juna sembari melangkah mendekat.
“Nggak
kok. Nggak ada apa-apa,” potongku cepat.
Mengangguk-angguk
adalah respon Juna. Lalu ia memberi kode padaku supaya mendekat, aku mengikuti
arahannya dan dia membisikkan sesuatu di telingaku. “Pulang bareng, yuk.”
“Apaan
nih apaan? Kok gue dikacangin?” seloroh Jean sambil melahap cilornya.
Aku
langsung salah tingkah dengan menggaruk kepala yang tidak gatal. Lalu
kupandangi Juna, ia hanya terdiam sebelum akhirnya menyampaikan kata.
“Gue
minjem Asha, ya?”
“Lah? Lo
pikir Asha barang? Bisa dipinjem-pinjem?”
“Bukan
gitu maksud gue. Ini gue anterin Asha pulang boleh kan ya?”
“Yahh?
Gue naik bus sendirian dong??”
“Nggakpapa
lah, ya, Je?”
Jean
memberengut, aku jadi tidak tega meninggalkannya. Apalagi ini kan sudah jam
setengah lima sore. “Aku naik bus aja deh, Jun. Nemenin jean.”
Wajah
Juna langsung berubah. Garis-garis bibirnya menekuk ke bawah. Ada sorot kecewa
juga di sana. Namun Jean langsung membuatnya bersemangat lagi dengan
mengatakan, “Yaudah deh, gakpapa. Tapi jagain Asha yang bener! Gih sana ngedate.
Tapi awas aja kalo kalian beneran jadian, nggak ngajakin makan-makan!”
Juna terkekeh. “Nah gitu dong. Yuk, Sha!”
0 Response to "Nostalgia | Kenangan Empat"
Post a Comment