The Rains Down
Hujan
turun membasahi seisi bumi. Beberapa kali terdengar suara guntur yang
menyambar. Oh, God, this is a good time
to crying. Di mana langit sedang heboh dengan kebisingannya sehingga mampu
menyamarkan suara isak tangis seorang gadis di balik selimut, ya, aku.
Ragaku
meringkuk di balik selimut tebal bukan karena kedinginan, melainkan karena
ingin menyembunyikan wajahku yang berantakan dari siapa pun. Well, sebenarnya tidak akan ada yang
melihat wajahku saat ini. Itu karena hari sudah larut, pintu kamar kukunci, dan
lampu kumatikan. Tapi tetap saja, bersembunyi di balik selimut adalah hal yang
tidak terlalu buruk saat kau sedang sedih.
Oh shit. Ternyata putus adalah hal yang tidak
sesimpel pikiranku.
Sebenarnya
bukan putus sih. Mengingat aku dan dia yang tidak berkomitmen dalam sebuah
hubungan. Kami hanya menyatakan bagaimana perasaan masing-masing. Ah, ini
rumit. Aku tidak bisa menjelaskannya. Anggap saja kami dalam hubungan tanpa
status.
Intinya
saja, tadi pagi aku mengatakan padanya supaya ia berhenti menaruh rasa
padaku. Argh, sumpah, aku menyesali perkataanku! Akibatnya, sepanjang hari aku
meratapi nasib hubungan kami dan berakhir dengan tangis yang tidak mau
berhenti. Aku serius, sudah enam jam aku menangis dan tidak tahu bagaimana cara
berhenti. Setiap kali wajahnya terbayang di benakku, air mata selalu saja
mendesak keluar.
Aku
ingin kembali padanya.
0 Response to "The Rain Downs"
Post a Comment