Suddenly Affair of Love(s) | Chapter 3


Suddenly Affair of Love(s)

—Dia membuatku marah sekaligus kecewa.


Chapter 1 : First Time I Meet You Like Something Wrong




StarringOC's Bella visualization Naomi of JKT48 - iKON's Hanbin Bobby - OC's Jung Eunvisualization Korean artist - OC's Dany visualization Imanuel Caesar Hito | Genre: Love story, entertainment life | Rate: PG | Length: Chapter Written by Beehyuncchan ft. Good Girl | Posterart by DL Project | ©2016


Han Bin membawakan tas belanjaan. Aku dan Jung Eun melangkah mendahului Han Bin. Ekor mataku melihat bayangan Dany, aku berhenti dan menyapanya dengan mengangkat tanganku. Dany melangkah menujuku, tepat saat Han Bin berdiri di belakang ku dan Jung Eun. Dany hendak mengatakan sesuatu padaku namun tak jadi, matanya mengamati Han Bin.

“Dany, ini Jung Eun, dia temanku yang waktu itu pernah menginap di flatku dan ini Han Bin, dia temannya Jung Eun,” ujarku tatkala melihat raut bingung Dany, “Kami akan makan bersama di flatku,” langjutku sambil menunjuk kantong plastik yang dibawa Han Bin.

“Boleh aku ikut? Kebetulan aku juga belum makan,” tutur Dany seraya melangkah mendekat, “Kau tidak akan tega melihat tetanggamu ini kelaparan bukan?” lanjutnya.
Aku menoleh kepada Jung Eun dan Han Bin meminta izin, mereka menganggukkan kepala bersamaan.

Meja makan kecilku yang kebetulan memiliki empat kursi telah penuh dengan kami berempat. Makanan sudah tersaji di atasnya. Jangan berpikir bahwa aku yang memasak semuanya karena kalian sudah tahu bahwa aku tidak pandai memasak.

“Wah, Dany, aku tak menyangka ternyata kau pandai memasak, hm, dan aromanya menggoda, bahkan aku dapat menciumnya sebelum kau memasaknya,” cerocosku sambil menghirup makanan yang tersaji. Dan jawaban atas pujianku adalah sebuah sendok yang mendarat di kepalaku.

Mashita !” puji Jung Eun setelah mencicipi sesendok sup. Bahkan ia menampilkan eyes smile diatas wajahnya yang imut.

Dany menyikut lenganku seraya berbisik, “Apa katanya?” kemudian aku membisikkan arti kata yang diucapkan Jung Eun.

Thank You,” kata Dany sambil tersenyum.

Aku melirik Dany dengan tatapan sebal. Giliran Jung Eun yang memujinya, dia menyunggingkan senyuman, tapi giliran aku yang memuji kenapa dia memukulku?

Percakapan di meja makan berlanjut hingga kita tertawa gembira hingga semua makanan di atas meja tandas.

“Dany, you look like falling in love with Bella, aren’t you? Kalian terlihat cocok,” goda Jung Eun.

Raut muka Han Bin berubah. Ada rona tidak suka di wajahnya. Ia mulai tidak nyaman dengan percakapan ini.

“Hah? Aku? Dengannya? Tidak mungkin. Jujur saja, tidak ada yang terlihat menarik darinya,” kata Dany sambil mengibaskan tangannya.

“Hey, apa katamu?” aku dan Dany malah ribut sendiri.

“Sudah malam, sepertinya aku dan Jung Eun harus kembali. Besok masih ada syuting yang akan dilakukan pagi-pagi,” sela Han Bin.

“Kenapa harus pulang sekarang? Lagi pula ini kan masih pukul sembilan.”

Han Bin tidak mengiraukan Jung Eun dan langsung menggenggam tangan Jung Eun lalu menyeretnya sambil berpamitan pulang kepadaku.


***

Tangan Han Bin masih menggenggam tangan Jung Eun erat meski telah jauh dari flat Bela. Jung Eun terus memandang genggaman tangan mereka. Ingatannya saat Han Bin tertawa riang bersama Bella hilang, perasaannya kini sangat senang hingga dadanya buncah. Tanpa ia sadari senyumnya mengembang.

Saat dunia serasa milik sendiri, tiba-tiba Han Bin melepas genggaman tangannya. “Mianhae.”

Jung Eun tersadar, “Untuk apa minta maaf?”

“Karna telah menggenggammu dan memaksamu untuk pergi dari flat Bella. Aku tahu kau masih ingin bersama Bella lebih lama lagi.”

“Sudahlah, kenyataannya adalah kita sudah pergi, dan flat Bella sudah tak terlihat.”


***

Hari mulai gelap. Suasana sebuah flat yang berada di dekat hotel-hotel mewah di tengah kota tampak sepi. Di dalamnya memang terdapat dua lantai dengan satu lantainya terdiri dari dua flat. Saat ini setiap lantainya hanya ada satu flat yang terpakai. Di lantai pertama ada flat dengan nomor 101. Flat itu dalam keadaan gelap. Di dalamnya tidak terdapat banyak perabotan, bahkan di ruang tamu hanya ada dua kursi yang berhadapan dengan meja di tengahnya. Flat dengan tatanan rapi. Tampak seorang laki-laki yang kira-kira berusia 22 tahun melamun menghadap jendela kamar. Kalau dilihat, hanya terdapat gedung-gedung yang ada di samping flat, tidak ada pemandangan yang memanjakan mata seperti pepohonan rindang, gunung, ataupun sungai yang tenang.

Lelaki itu Dany. Ia melamun sejak dua jam lalu. Matanya lurus ke depan tapi pandangannya jauh menembus dimensi waktu. Dany merasa dilemparkan sang waktu. Ia berada di satu masa terdapat anak laki-laki yang berseragam SMA sedang duduk di bangku sebuah taman. Ia tak sendirian, di sampingnya telah hadir seorang gadis yang tertawa bersamanya. Laki-laki itu tampak seperti Dany, hanya saja rambutnya sedikit panjang. Perempuan itu tiba-tiba cemberut dengan wajah manja kemudian Dany mengatakan sesuatu yang membuat tawa gadis itu pecah. Mereka terlihat sagat bahagia.

Lamunan masa lalu itu hilang, digantikan dengan celetukan Jung Eun bahwa ia menyukai tetangga flatnya, Bella. Ada perasaan bahagia dan sakit yang ia rasakan bersamaan. Matanya terpejam. Seolah tengah menahan luka dan menelannya bulat-bulat.


***

Hari ini Jung Eun tidak ada jadwal pembuatan video klip dikarenakan sutradara sedang pergi mencari tempat yang cocok sebagai latar pembuatan video klip mendatang. Gadis bermata agak sipit itu mengajakku sarapan di luar, mungkin karena ia tahu biasanya aku jarang sarapan.

Wake up, Sleepy Head! Ppali-ppali !”

“Hm. Lima menit lagi.”

“Tidak ada waktu lagi untukmu.”

Jung Eun menarik selimut hangat yang membalut tubuhku, tangannya terjulur ke mataku dan membuka kelopaknya dengan paksaan.

Mwoya? Ini adalah kesempatan langka buatku untuk bermalas-malasan.”

“Jangan banyak protes, ayo cepat mandi!”

Lima belas menit kemudian aku sudah mengenakan kaos lengan pendek berwarna merah muda dan celana jeans abu-abu. Jung Eun mengajakku ke café yang tidak jauh dari flatku.

“Bela-ya, kita tidak pernah mengambil gambar kebersamaan kita. Ayo berfoto!”

“Benar. Ayo kita lakukan,” kataku bersemangat lantas kami segera melakukan berbagai gaya.

“Aku akan mencetaknya.”

“Ok! Bagikan padaku juga.”

“Tapi kenapa disini kau sangat jelek? Bahkan kau tidak bisa berpose dengan baik,” goda Jung Eun.

“Apa kau bilang? Mana-mana biar aku lihat,” kemudian Jung Eun memberikan kameranya padaku.

“Tidak, siapa bilang? Malah kamu yang membuat foto ini terlihat jelek,” godaku membalas.

“Itu tidak mungkin,” kami saling balas menghina. Kebersamaan ini sudah lama sekali tidak kami lakukan.


***

Hari ini aku masih cuti. Aku keluar flat membawa sekantong sampah. Berjalan menuruni anak tangga satu-persatu. Atensi mataku terarah ke flat Dany, disana tampak sepi. Apa Dany tidak ada di flat? Langkahku kembali memasuki flat.

Ada kejengahan yang aku rasakan sejak makan malam di flatku. Aku tak lagi bertemu Han Bin. Mungkin dia sibuk dengan jadwal selain syuting, apalagi dia adalah artis muda. Ingatan saat aku dan Han Bin tertawa bersama mendadak membayangiku. Ada keinginan untuk melihatnya lagi.

Begitu tersandar, aku langsung menggelengkan kepala kuat-kuat sambil berkata, “Apa yang sedang aku pikirkan?” kemudian aku memutuskan untuk keluar mencari udara segar.
Aku melintasi halte yang biasanya aku tempati untuk menunggu bus yang biasa aku gunakan untuk berangkat kerja. Tetapi sosok pemuda yang sedang duduk sendirian berhasil merebut atensi mataku. orang itu nampak seperti Han Bin dari kejauhan. Dan sontak saja ada keinginan yang menuntunku untuk menghampirinya.

Aku menepuk pundaknya seraya berkata, “Hey, apa kau sudah gila? Ini tempat yang ramai. Bagaimana kalau orang-orang mengenalimu?”

“Bella, aku tadinya ingin pergi ke flatmu.”

Seirama dengan lantunan kata yangc terucap dari bibir Han Bin, terdapat kumpulan anak berseragam SMA yang akan berangkat sekolah di seberang jalan. Seorang gadis dari mereka mengenakan tas dengan berbagai tempelan foto dan stiker bertuliskan nama pemuda yang tengah bersamaku. Gerak bola matanya tertuju pada Han Bin, seakan ia mengenali artis muda itu. celakanya, anak itu membeberkan pada teman-temannya. Tanpa pikir panjang mereka berlari menuju seberang jalan berbarengan dengan ini ada bus yang melaju menuju halte.

Untung jalanan sedang ramai, maka anak-anak itu kesusahan untuk menyeberang dan bus itu sudah merapat ke halte. Aku dan Han Bin yang menyadari bahaya akan anak-anak SMA itu pun segera masuk ke dalam bus. Han Bin lantas menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Aku tahu kemana jurusan bus ini.

Aku melirik ke arah Han Bin yang sedang berusaha menutupi mukanya dengan tudung jaket, seketika tawaku meledak.

“Apa yang kau tertawakan?”

Aku hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.

Kami turun di daerah pedesaan yang sepi. Matahari mulai memancarkan teriknya. Di kejauhan aku dapat melihat pantai, sebenarnya aku memang sengaja turun di sini. Aku mengajak Han Bin ke pantai itu. Kami duduk menghadap laut dengan batu karang yang memanjakan mata.

“Kau bilang ingin ke flatku, kenapa?”

“Aku ingin menemuimu.”

“Kenapa? Kau butuh bantuan?”

“Hanya ingin melihatmu. Beberapa hari ini aku merasa penat,” sesuatu berdesir di dadaku tatkala mendengar jawaban Han Bin.

“Sekarang kau sudah melihatku,” jawabku dengan nada menggoda, “Apakah syutingnya berjalan lancar?”

“Hm, ya,” sahutnya singkat. Han Bin membaringkan tubuh di atas pasir putih, kedua lengannya menyilang di belakang kepala sebagai penyangga. Aku hanya tersenyum melihatnya lalu memutuskan untuk membeli minuman dingin barangkali es kelapa muda yang enak.

Penjual es kelapa muda berada agak jauh dari tempat awalku bersama Han Bin, butuh sekitar duapuluh menit perjalanan bolak-balik. Aku tak yakin Han Bin masih berada disana, tapi nyatanya ia masih dalam posisi terakhir kami bersama.

Kaki melangkah hati-hati berniat untuk mengejutkan Han Bin, tapi seketika sirna karna kulihat wajahnya tampak kelelahan. Alhasil, kuputuskan hanya bergerak diam-diam dan duduk di sampingnya. Kedua mata Han Bin terpejam, bibirnya terkatup manis, pasti dia sedang bermimpi indah, hehe. Aku mulai menyeruput es kelapa muda, membiarkan alirannya mennyegarkan tenggorokan. Sesekali aku melirik Han Bin yang terlelap lalu beralih menatap perairan yang tersaji.


***

“Han Bin-ah bangun, mau sampai kapan kau tidur di sini?” suara lembut sedikit jenaka itu menyeruak gendang telinga Han Bin. Mengusik tidur nyaman yang sangat menenangkan.

“Han Bin, sudah kusiapkan sarapan lezat untukmu, kau enggan bangun?” suara itu kembali bersuara membuat tubuh pemuda itu menggeliat.

“Han Bin sayang, ayo bangun atau kau akan ku hukum nantinya,” meski masih nyaman dengan alam bawah sadarnya, pemuda itupun memilih sedikit membuka mata. Samar-samar terlihat ruangan bernuansa putih yang asing baginya.

“Di mana ini?” tanya Han Bin parau khas bangun tidur, entah berbicara dengan siapa.

“Di kamar kita,” sahut sebuah suara dari balik punggung Han Bin. 

Meski enggan, ia pun memilih memutar tubuh. Tetapi malah cahaya matahari yang menyilaukan menyapa Han Bin. Selang beberapa detik, barulah dapat ia lihat siapa gerangan yang berada di sana.

Han Bin mengernyit, “Bella?” wanita di seberang ranjang itu tersenyum menyapa netra Han Bin yang masih semrawut khas bangun tidur.



—to be continue



Note(s):

1. Mashita: enak
2. Mianhae: maaf
3. Ppali-ppali: cepat-cepat
4. Mwoya: apa ini
5 -ah: surfiks (informal)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Suddenly Affair of Love(s) | Chapter 3"

Post a Comment