Janji hanyalah sebuah
janji
Yang mungkin ditepati
Dan tak mustahil bila
diingkari
*
Menangis
bukan suatu hal yang harus diumbar di seluruh pasang mata memandang. Tetapi hanya
sebuah perasaan mendalam yang membutuhkan kesunyian untuk meluapkannya. Air
mata bukan berarti merupakan titik lemah seseorang. Melainkan adalah sesuatu
dalam diri yang memang harus dimiliki oleh manusia normal.
Siulan angin
membelai tengkuk Sehun yang bertelanjang. Di malam yang dingin dengan suhu
rendah, tiada syal ataupun kain penutup untuk lehernya. Hawa dingin malam
semakin memuncak ketika jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas lewat.
Dendang nada
yang dimainkan burung hantu serta jangkrik saling bersahutan memberi efek suara
pada malam tanpa bintang gemintang yang menghias kain biru gelap yang
membentang. Sama seperti hati Sehun; hampa.
Untuk malam
ini tiada air berlinang di wajah maupun pelupuk mata. Raga Sehun berdiri kokoh
di atas balkon ketika orang lain tengah menikmati mimpi indahnya.
Kepulan asap
meluncur dari kedua lubang hidung Sehun yang mengeluarkan karbon dioksida. Ia
sedikit mengangkat kepala. Dan tampaklah gurat kesedihan tanpa sedikitpun rasa
optimisme yang terbenam dalam dirinya.
**
“Aku berjanji tidak
akan meninggalkanmu.”
“Oh ayolah, jangan
menatapku seperti itu!”
“Sehun, aku serius!”
“Simpan janjiku ini.”
**
Sehun
tersenyum sinis mengingatnya.
Kedua
tangannya menggenggam erat besi sebagai pembatas balkon mininya. Serasa sedang
menyentuh es batu ketika dinginnya menjalar sampai aliran darahnya. Menimbulkan
desir hebat pada hampir seluruh tubuhnya hingga tersulur menyampai organ
jantungnya.
**
“Maaf, maafkan aku.”
“Ini sudah menjadi
keputusanku.”
“Akankah.. kau
memaafkanku?”
“Aku
bersungguh-sungguh.”
Kepalanya merunduk
dalam akibat dari rasa bersalah yang tersimpan dalam hatinya, bahkan ia memilin
jemarinya karena hal ini.
“Kenapa?” suara berat
Sehun mendominasi seisi ruangan membuat kepala lawan bicaranya mendongak.
“Aku.. sekali lagi aku
minta maaf. Aku harus pergi,” jawabnya gemetar kemudian kembali menunduk.
“Aku mempercayaimu, Hani.”
Sontak kepalanya
langsung terangkat menatap manik Sehun yang redup, tetapi ada gurat senyum yang
terukir disana.
“Pergilah, aku tidak
apa-apa.”
Hani menatapnya intens.
“Kenapa kau malah
melihatku seperti itu? Sudah sana pergilah,” kata Sehun yang langsung
membalikan tubuh Hani dan mendorongnya ringan.
“Tapi Hun.. tunggu
dulu..”
“Cepatlah…”
**
Sehun
memijat pelipisnya yang terasa pening luar biasa. Meski peristiwa itu sudah
berlalu cukup lama tetapi bagi Sehun baru kemarin rasanya.
“Mari kita
bertemu lagi, Hani,” ujarnya seraya memohon menatap langit.
-fin
0 Response to "[UN] Promise"
Post a Comment