Aku jatuh
cinta padanya. Hanya karena melihat bola mata biru yang mampu mendamaikan
gejolak dalam dada. Baiklah, tak bisa kupungkiri lagi karena aku merasa semakin
jatuh ke dalam lubang yang seharusnya tak pernah ku pijaki sedikitpun. Aku
sudah cukup jauh terjerembab di dalam dunianya yang bahkan terlalu gelap
untukku.
“Claire, kau
sedang apa?”
Sebuah
kalimat ringan menerjang indra pendengaranku. Seketika langsung menarikku untuk
kembali ke dalam dunia nyata yang fana ini. Aku sedikit tergagap menanggapinya,
namun kurasa ia sama sekali tak peduli dengan pembawaanku yang seperti setelah
bertemu dengan sesuatu yang mengerikan. Walau kuakui bahwa Kai memanglah
seseorang yang menakutkan.
“Seharusnya
kau sudah kembali ke rumahmu. Hari sudah malam.”
“Eng.. ya.
Aku hendak pergi sekarang.” Kataku sembari mengaitkan tas ransel dibelakang
punggung. Tapi sebuah sentakan menggamit lengan kananku dengan gerakan kilat.
Seketika tubuhku menegang bahkan dengan susah payah aku menelan saliva.
“Claire, aku
ingin bicara denganmu. Sesuatu hal yang penting.”
Aku masih
belum membalikkan badan untuk menatap wajah Kai yang terkesan dingin. Aku tak
berani sama sekali. Kuat-kuat kupejamkan mata guna mengumpulkan seluruh
keberanianku, namun nihil. Aku tetap takut untuk menghadapi pemuda satu ini.
Kai menghela
nafasnya. Dalam kesunyian seperti ini dapat terdengar dengan jelas di gendang
telingaku yang tertutup dengan helai rambut cokelat yang tergerai hingga
punggung.
“Sungguh aku
tak berniat melakukan ini semua, tapi kau memaksaku untuk melanjutkannya. Kau
tahu?”
Alis pun
saling bertaut saat mendengar rentetan kata yang sama sekali tak kupahami apa
maksudnya. Hendak kubertanya namun sesuatu terasa menerjang tubuhku. Sontak pun
mulutku menganga cukup lebar dengan bola mata yang membulat sempurna.
Kai menarik
gagang belati yang ia genggam kuat-kuat. Sebelumnya benda tajam itu bersih
tanpa noda sedikitpun namun sekarang sudah berbeda. Seluruh sisinya diselimuti
dengan bercak merah kental yang berbau amis. Ia menghela nafasnya penuh
kelegaan. Akhirnya penghambat pun telah musnah dari dalam misinya.
“I’m sorry
Claire, tapi kau yang memaksaku untuk melakukan ini semua.” Desisnya tanpa rasa
berdosa sedikitpun. Bahkan Kai mengulum senyum sinis sekaligus bahagia di area
bibirnya yang terbilang cukup tebal.
Aku masih
bisa mendengar kalimat itu saat kurasakan tubuhku sudah sangat lemah. Tidak ada
tenaga yang tersisa sama sekali, hingga dalam hitungan sepersekian detik pun
telah roboh.
—THE END—
0 Response to "Darkness"
Post a Comment